Di jual

963 Words
Pada malam hari pukul 12 malam, kini Reon dengan ketiga orang lainnya mulai merencanakan untuk membawa Devita ke sebuah rumah kosong yang sudah Reon siapkan untuk pertemuan mereka dengan seseorang yang ingin membeli Devita. Devita yang telah di bius dengan obat tidur memudahkan mereka untuk membawanya ke sebuah rumah kosong. Lalu mereka hanya tinggal menunggu seseorang yang akan membawa Devita pergi karena mereka sudah sah melakukan transaksi jual beli itu seperti barang. "Kak mereka sudah datang." teriak Arny dari luar rumah yang Agnesia suruh untuk mengawasi kedatangan para orang-orang yang sedang mereka tunggu. "Reon, jemput mereka. Biar aku yang menjaga wanita ini dengan Mama." titah Agnesia yang langsung di angguki Reon. Setelah teriakan Arny menembus gendang telinga mereka, dengan buru-buru Reon keluar rumah untuk menemui para pria itu. Kedua pria pun turun dari mobil BMW hitam dengan setelan jasnya yang rapi. Dengan segera merekapun menghampiri Arny dan Reon yang sembari mengangguk memberi hormat kepada dua pria itu. Lalu Reon mulai menjadi komando jalan menuju keberadaan istri dengan kekasihnya. Tanpa berlama-lama lagi, kedua pria berjas hitam itupun mulai membawa Devita ke dalam mobil hitam mereka dan mereka mulai melajukan mobil tersebut ke suatu tempat. Mobil mereka berhenti di depan sebuah rumah mewah nan tinggi berlantai lima. Salah satu dari beberapa pria berbaju hitam yang sedang berjejer di depan gerbang menghampiri mobil hitam itu dengan membawa kursi roda. Pria itu membantu rekannya mengangkat Devita ke kursi roda, lalu membawanya ke dalam rumah mewah tersebut dengan hati-hati. "Parasnya cantik, bodynya bagus. Tapi sayang, dia cacat." "Woah banget wanita kek dia, kalau aja dia sempurna dan gak cacat, pasti beuuh..! Mantap gak sih?" "Kalo gua yang beli dia, udah aku ungkepin di atas ranjang." "Emang ayam di ungkepin?! Haha..." Tawa para pria itu menggema di seluruh ruangan. Tanpa mereka tahu, tatapan tajam bak mata elang itu tengah menyorot tajam ke arah mereka yang mulai merasakan hawa yang berbeda di sekitar mereka membuat bulu kuduk mereka mulai meremang karenanya. Salah satu dari mereka menoleh ke belakang dan terlonjak kaget saat mendapati atasannya tengah berada di belakangnya. Sontak pria itu langsung berlutut yang di ikuti ketiga kawannya yang juga menyadari hal itu dan tidak menyangka jika tuan mereka sudah berada di belakang tanpa sepengetahuannya. Kini tubuh mereka di penuhi keringat dingin serta badan mereka gemetaran karena takut. Mereka takut jika tuannya itu mendengar semua pembicaraan mereka saat mengatakan hal yang tidak pantas mereka ucapkan. Karena tuannya itu sangat menjunjung tinggi seorang wanita. Mereka sedikit melirik ke arah dua pria di depannya dengan kepala menunduk, tak sengaja mereka melihat kepalan pada kedua tangan tuannya yang terkepal begitu erat seperti menahan sesuatu yang membuatnya marah. Bahkan raut wajahnya terlihat lebih dingin dari biasanya, sekarang bahkan terlihat lebih mengerikan seperti harimau yang ingin mencabik-cabik mangsanya. Sang asisten yang berada di sampingnya mulai berdehem keras untuk menyadarkan para bawahannya itu agar mereka tahu dengan kondisi di sekitar mereka saat ini yang hawanya mulai berbeda dan bahkan akan mempengaruhi nyawa mereka. Pria berkuasa itu memberikan kode melalui matanya kepada sang asisten untuk menghukum para bawahannya yang telah berani berbicara tidak pantas pada seorang wanita. Sang asisten yang paham dengan itu langsung menyuruh bawahan lainnya untuk membawa mereka ke suatu tempat. "Berikan cambukan 30 kali kepada mereka." titahnya dengan nada tegas nan dingin kepada bawahannya. "Baik, Tuan." Keempat pria itu tidak bisa menolak ataupun meronta, karena jika hal itu terjadi maka hukuman mereka akan semakin bertambah. Pria berkuasa itu, Elcarx Wishton mulai mendekati Devita dengan langkah panjangnya. Menggendong Devita ala brydal lalu membawanya ke kamar tamu di lantai atas. Asistennya, Hendra hanya melongo melihat tindakan tuannya yang begitu berbeda hari ini. Karena sebelumnya Hendra tidak pernah sekalipun melihat tuannya menyentuh wanita manapun walaupun tuannya itu begitu menghormati seorang wanita. Semenjak ia di tipu dengan mantan tunangannya dulu, sejak saat itu pula tuannya tidak lagi mendekati wanita lain bahkan berkontak fisik pun dia menghindarinya. Tetapi kini Hendra melihatnya dengan mata kepala sendiri jika tuannya itu menggendong wanita yang tidak di kenalnya itu dengan penuh kelembutan dan ekstra hati-hati. Kini benak Hendra mulai bertanya-tanya tentang identitas wanita itu yang terlihat begitu istimewa bagi tuannya. Sebab tuannya begitu tidak biasa memperlakukan wanita itu yang hanya wanita pada umumnya. Apakah tuannya ini ingin membuka hatinya lagi untuk wanita? Tidak, yang tahu hanyalah hati tuannya yang tidak bisa di tebak. Tanpa ingin memikirkan hal itu lagi, Hendra mulai melangkah pergi ke camp pelatihan bawahan untuk melihat para prajuritnya berlatih agar keamanan di sekitar mereka semakin kuat. *** Di kamar tamu, Elcarx menatap wajah damai Devita yang tertidur begitu pulasnya, ia membelai lembut pipi mulus nan putih itu dengan senyuman tipis. Untung saja tidak ada siapapun di kamar tersebut. Jika saja Hendra melihat tingkah tuannya, maka ia tidak akan bisa tidur dalam tiga hari tiga malam karena memikirkan sikap tuannya yang berbeda. Namun hal itu tidak dapat di ketahui oleh siapapun. Devita melenguh saat tangan kekar itu terus mengusik tidur nyenyaknya. Efek obat tidur yang suaminya berikan ternyata sudah habis, kini Devita membuka matanya perlahan dan melihat seorang pria yang tengah menatapnya, begitu pula dirinya yang juga membalas tatapan pria itu dengan pandangan kosong, seolah ia menunjukan kebutaannya agar tidak di curigai jika dirinya hanya berpura-pura buta selama ini. Awalnya ia terkejut dengan pria asing itu, sedetik kemudian terkejutannya hampir membuatnya tergerak untuk memeluk pria itu jika tidak ingat jika dirinya buta. Karena pria itu adalah atasannya dulu saat dirinya masih bekerja di perusahaan kecil pria itu. Devita mengubah raut wajahnya seperti biasa. Seolah ia tidak tahu keberadaan pria itu yang berada tepat di depan wajahnya. Walaupun jantungnya kini tidak beraturan, Devita berusaha untuk tetap tenang. Ia menarik nafas panjangnya dalam diam lalu menghembuskannya perlahan seperti sedang bernafas. "Vita, kamu tahu siapa aku?" hembusan nafas pria itu yang begitu dekat dengannya membuat Devita dapat mencium aroma mint dari nafas pria itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD