Andreas Andreano

1781 Words
Hanna merebahkan diri di atas tempat tidurnya. Ia masih memikirkan kejadian aneh yang dialami. Semua seakan telah terencana. Dia mendapatkan izin cuti kerja dan pesan untuk kakek agar tidak khawatir. Serta Hans yang tidak menghubungi dirinya.   “Siapa pria itu? Sepertinya dia bukan orang biasa.” Hanna masih terus berpikir dengan penuh tanda tanya dalam kebingungan. Nada dering pesan membuyarkan launan wanita itu. Dia melihat sebuah pesan masuk di layar ponselnya.   "Bisakah kita bertemu? aku sangat merindukan dirimu." Pesan dari Andreas.   “Pria ini sangat lucu. Haruskan aku memberitahunya bahwa Hans adalah kekasihku?” Hanna tersenyum membaca pesan dari Andreas.   "Untuk apa kita bertemu? Aku sedang cuti kerja," balas Hanna.   “Bertemu di luar kantor sebagai teman.” Andreas benar-benar merindukan Hanna.   “Di mana?” tanya Hanna yang mulai bosan.   "Cafe Flower. Tidak jauh dari rumah kamu," ucap Andreas.   "Baiklah." Hanna menyetujui permintaan Andreas. Dia tidak tahu pria itu adalah orang yang telah mencium paksa dirinya tadi malam.   "Aku akan menjemputmu,” balas Andreas. Hanna tersenyum sendiri menerima pesan dari Andreas. Di mata wanita itu, Andreas adalah orang yang lucu dan menyenangkan tidak seperti Hans kaku, mungkin karena perbedaan usia yang terlalu jauh.   “Aku akan berganti pakaian.” Hanna beranjak dari tempat tidur dan menuju lemari pakaian untuk memilih baju. Dia memilih kemeja lengan panjang dengan motif kotak-kotak  campuran warna biru dan merah jambu di gulung rapi hingga siku serta celana jeans panjang berwarna biru muda. Sangat serasi pada tubuh tinggi dan berisi sempurna itu. Rambut panjang ia kuncir tinggi. Wajah mulus dipolesi riasan natural dan bibir seksi diberikan vitamin berwarna pink.   “Non.” Bibi Yani mengetuk daun pintu yang terbuka.   “Iya, Bi.” Hanna menoleh. Dia mengambil tas punggung berwarna hitam.   " Maaf Non, ada tamu di bawah, katanya temen Non Hanna." Bibi tersenyum melihat nona muda yang tampil cantik.   "Andreas," gumam Hanna.   “Iya, Non. Namanya Andreas.” Bibi berdiri di pintu.   “Aku akan segera ke luar,” ucap Hanna.   “Apa bibi harus membuat minuman?” tanya bibi.   “Tidak usah. Kami akan pergi ke café.” Hanna tersenyum.   “Baik, Non.” Bibi ke luar dari kamar Hanna. Wanita itu berjalan pelan menumui tamu yang telah menunggu di ruang tamu.   “Apa sudah lama?” tanya Hanna berdiri di depan Andreas.   "Cantik sekali." Andreas mendongak dan tersenyum pada Hanna.   "Hai, Andreas." Hanna tersenyum.   "Ada apa dengan bibirmu?" tanya Andreas menyentuh bibir Hanna dengan jarinya ingin melihat lebih dekat. Hanna segera mundur dan menutup bibirnya.   “Bibirku tergigit ketika makan siang,” jawab Hanna.   "Apa Andreas tahu bekas ciuman di bibirku?" Hanna berbicara di dalam hati dengan perasaan khawatir.   "Apa kamu makan tergesa-gesa?" Andreas memperhatikan Hanna.   "Ya. Aku sangat lapar." Hanna menurunkan tangan yang menutupi mulutnya.   "Kenapa kamu sangat cantik memakai apa saja?" tanya Andreas memandang Hanna dari atas sampai ke bawah.   "Hanna Mariana. Maukah kamu menikah dengan ku?" Andreas membungkuk dan memohon dengan membuka kotak berisi cincin bermata berlian putih.   “Apa?” Hanna terkejut.   “Siapa ini berjalan dari kebun belakang?” tanya Kakek.   "Halo Kakek. Apakah Anda masih ingat saya?" Andreas mendekat berjabat tangan dengan sopan.   "Tentu anak muda, kamu teman cucuku." Kakek tersenyum dan segera duduk di Sofa.   "Kakek, saya datang kemari untuk melamar Hanna," ucap Andreas.   “Hanna, bukankah kekasih kamu bernama Hans.” Kakek melihat Hanna yang melirik Andreas.   “Apa benar yang dikatakan  kakek?” Andreas menatap Hanna pura-pura tidak tahu.   “Kita bisa berbicara di café.” Hanna tersenyum canggung.   “Kakek. Andreas hanya bercanda. Kami akan pergi ke café Flower.” Hanna memegang tangan kakek.   “Baiklah. Hati-hati,” ucap kakek.   “Ya.” Hanna segera ke luar dari rumah.   “Kami pergi dulu, Kek,” pamit Andreas dengan sopan dan bersalaman dengan kakek.   “Masuklah!” Andreas membuka pintu mobil untuk Hanna.   “Terima kasih. Aku akan menjelaskan semuanya.” Hanna menatap Andreas.   “Kita bisa bicara di café.” Andreas tersenyum.   Pria itu mengendarai mobil dengan kecepatan sedang menuju tempan nongkrong yang elegan dan cukup banyak pengunjung yang berpasangan. Andreas menghentikan mobil memasuki tempat parkir. Hanna bersiap untuk membuka pintu, tetapi tangannya ditahan Andreas.   “Sabarlah. Aku akan membuka pintu untuk kamu.” Andreas tersenyum dan keluar dari mobil. Dia membuka pintu untuk Hanna.   “Silakan,” ucap pria itu lembut.   “Terima kasih.” Hanna merasa tidak nyaman.   “Aku sudah memesan meja. Apa kamu suka s**u hangat?” tanya Andreas menarik kursi untuk Hanna.   “Dari mana kamu tahu aku suka s**u coklat hangat?” tanya Hanna.   “Kadang kamu juga suka s**u coklat dingin,” lanjut Andreas tanpa menjawab pertanyaan Hanna.   “Pesanannya.” Seorang pelayan wanita tersenyum pada Andreas. Pria itu sangat tampan dengan tubuh sempurna sehingga dia menjadi pusat perhatian kaum hawa.   “Ini.” Andreas menyerahkan ketas yang telah dia tulis.   “Mohon tunggu sebentar.” Wanita itu menunduk dan berjalan menuju ke dapur untuk mempersiapkan pesanan.   Hanna menjelaskan hubungan dirinya dan Hans, tetapi Andreas tidak perduli karena dia telah menyukai dan jatuh cinta pada wanita itu. Ciuman pertaman sang King  telah diberikan kepada Hanna. Dia sudah merasakan manis dan nikmantnya berciuman dan itu membuat ketagihan dan mau lagi. Bibir yang bengkak dan terluka itu seakan terus menyapanya.   “Maaf, aku merahasiakan hubungan kami demi pekerjaam. Apa kamu akan membatalkan kontrak?” tanya Hanna.   “Tidak perlu khawatir. Aku akan pura-pura tidak tahu dan kita tetap bisa menjadi teman,” ucap Andreas dengan senyuman paling menawan. Hanna seakan menyadari pria malam tadi milip Andreas.   ‘Maaf. Aku tidak bisa menerima lamaran kamu.” Hanna menatap Andreas.   “Tidak usah dipikirkan. Apa kamu mau menerima cincin ini sebagai hadiah?” Andreas meletakkan cincin di dalam kotak kaca di atas meja.   “Tidak. Ini terlalu mahal,” tolak Hanna.   “Sebagai persahabatan kita.” Andreas menatap Hanna dengan memelas.   “Apa yang kalian lakukan berdua di café?” Hans menatap tajam pada Hanna.   “Hans.” Hanna terkejut dan berdiri.   “Kamu minta izin tidak bekerja karena sakit. Aku sangat khawatir.” Hans menatap Hanna.   “Aku….” Kalimat Hanna terputus.   “Hanna memang sakit. Aku yang memaksa dia ke luar,” ucap Andreas.   “Hanna adalah kekasihku,” tegas Hans.   “Benarkah? Bukankan kekasih kecil kamu bernama Verona?” Andreas tersenyum.   “Dia akan segera kembali dari Itali,” lanjut Andreas.   “Apa itu benar?” tanya Hanna.   “Tidak. Dia sudah aku anggap adik,” tegas Hans.   “Kamu tidak pernah menceritakan kepadaku.” Hanna menatap Hans.   “Karena itu tidak penting,” ucap Hans.   “Dengarn Hanna. Aku hanya mencintai kamu.” Hans memegang tangan Hanna.   “Aku harap begitu dan aku percaya itu.” Hanna menatap Hans.   “Apa ini?” Hans melihat cincin berlian di atas meja.   “Aku melamar Hanna,” ucap Andreas.   “Apa? Andreas. Katakan sejujurnya.” Hanna melotot pada Andreas yang tersenyum.   “Jika, kamu tidak memberitahuku bahwa Hans adalah kekasihmu. Aku benar-benar melamar dirimu.” Andreas menatap tajam pada Hans.   “Pantas saja aku merasa tidak enak dan khawatir terhadap dirimu. Ternyata feeling ku benar, seseorang akan merebut kamu dariku." Hans menatap Andreas tajam.   "Aku telah menikmati ciuman Anna dan aku akan mengambilnya lagi," pikir Andreas yang tersenyum puas.   “Hanna, aku pulang duluan. Nikmati waktu kalian berdua.” Andreas ke luar dari café dan menepuk pundak Hans.   “Jangan sampai hubungan kalian merusak kerja sama kita. Bersikaplah professional.” Andreas melambaikan tangannya.   “Kita harus segera menikah,” ucap Hans dan masih bisa didengar Andreas.   “Kalian tidak akan pernah menikah. Semua yang aku inginkan harus aku dapatkan.” Andreas masuk ke dalam mobil meninggalkan café. Dia kembali ke villa rahasia an menuju kamar di mana dirinya menikmati ciuman Hanna.   Kamar yang telah dijadikan kamar pribadi untuk Andreas. Pria itu ingin selalu mencium aroma tubuh Hanna yang tertinggal di dalam kamar. Membayangkan ketika berciuman dengan Hanna penuh dengan nafsu dan hasrat. Andreas menyentuh bibirnya dan membayangkan bibir Anna yang terluka.   "Bibirmu sungguh menggoda dan membuat diriku kecanduan bagaikan narkoba." Andreas merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur ia mencium aroma tubuh Hanna yang tertinggal di seprai dan bantal. Terdengar ketukan dan pintu terbuka.   “Tuan,” sapa Andreas.   "Jangan masuk!" bentak Andreas. Dia tidak menginginkan aroma dari orang lain akan merusak kamarnya dan Hanna.   " Ada apa ?" tanya Andreas beranjak dari tempat tidur dan berjalan mendekati Jhonatan.   "Rara mengamuk di bar, Tuan." Jonathan pria berwajah tampan namun datar tanpa ekspresi.   "Kenapa?" tanya Andreas.   "Ia marah karena yang datang ke kamar hotel bukan, Anda, tetapi pria tua dan gendut,” jelas Jhonatan.   " Hahaha," tawa Andreas menggelegar memecahkan keheningan villa.   "w************n berharap bisa menyentuh tubuh seksi dan perkasa milikku." Andreas menyunggingkan senyuman penghinaan.   "Sungguh w************n yang tidak sadar diri dan hanya jadi rebutan pria hidung belang." Andreas keluar dari kamar dan mengunci pintu.     Mereka berjalan menuju bar milik King of Andreas. Pria itu dan Jonathan masuk ke mobil masing-masing menuju bar. Memarkirkan mobil di garasi yang tersembunyi. Andreas telah menggunakan topengnya dan memperlihatkan tubuh seksi menggoda kaum hawa.   "Dimana Rara?" tanya Andreas, ia akan melampiaskan emosinya kepada Rara.   "Di kamarnya," jawab Jonathan.     Andreas segera berjalan cepat menuju kamar Rara. Ia membuka pintu masuk kamar dan mengunci pintu perlahan. Rara berlari dan memeluk tubuh Andreas. Pria itu mendorong tubuh Rara kelantai dengan kasar dan menatapnya jijik.   "King, kenapa kamu lakukan ini kepadaku?" Rara menangis di atas lantai berkilau.   "Karena bayaran pria itu sangat mahal. Bukankah kamu membutuhkan banyak uang untuk perawatan kecantikan?" Andreas duduk di kursi rias.   "Aku rela melakukan tanpa bayaran dengan dirimu." Rata membuka pakaiannya menampilkan tubuh seksi dan menggoda.   "Hahaha, itulah yang membuat dirimu murah dan tidak berharga di mataku." Andreas mencengkram leher Rara yang meringis kesakitan.   "Apa kamu pikir aku suka bermain dengan wanita menjijikkan seperti kalian?" Andreas melepaskan cengkraman dari leher Rara meninggalkan bekas merah membuat Rara terbatuk-batuk.   "Aku selalu menjaga diriku untuk wanita luar biasa sempurna tidak seperti kalian wanita penggod* penjual kecantikan dan keseksian tubuh." Andreas mencengkram lengan Rara dan melemparnya ke atas kasur.   "King, aku mencintaimu, aku berada di sini agar bisa bersama dengan dirimu." Rara memohon dan membuka bra miliknya menampilkan gunung kembar yang indah berusaha menggoda Andreas.   "Hahaha. Kamu akan memberikan tubuh sisa pria lain padaku, wanita bodoh." Andreas menjambak rambut Rara hingga ia berteriak kesakitan.   "Mulai hari ini kamu akan melayani tamu bar." Andreas melepaskan tangannya dari rambut Rara.   " Tidak aku tidak mau, aku mohon King." Rara memeluk tangan Andreas.   "Singkirkan tangan kotor dan menjijikkan dari tubuh ku. Jika kamu masih berani menyentuhku, akan aku potong tanganmu!" Andreas berjalan meninggalkan kamar Rara yang menangis tersedu-sedu dan berteriak penuh dengan kekesalan dan penyesalan. Ia tidak mengira King yang terlihat lemah lembut dan menggoda ternyata berhati iblis.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD