BAB 1

1666 Words
“Halo,” “Zee, ini saya Melinda,” “Iya ibu, ada apa,” “Zee, kamu keruangan saya ya sekarang ?,” ucap Melinda dibalik interkom. “Iya bu,” Zee lalu menutup interkom dihadapannya. Melinda adalah HR Manager yang bertugas mencari kandidat, melakukan wawancara dan melakukan proses onboarding karyawan baru, yang bertanggung jawab memaksimalkan value karyawan. Semenjak dua tahun kerja di hotel, ia tidak pernah sekalipun berhubungan dengan HR Manager, kecuali hari pertama masuk untuk interview dan tanda tangan kontrak. Lagi pula ruangan HR cukup jauh, hingga sulit sekali untuk bertemu beliau. Setiap departemen di kantor ini, memiliki Manager tersendiri, seperti departemen lainnya. Kantor accounting adalah kantor tersibuk dari kantor departemen yang ada di Manhattan Hotel. Ia melihat beberapa karyawan sedang sibuk dengan kerjaannya masing-masing. Zee membereskan kwitansi yang sedikit berantakan di meja, sekali lagi ia memeriksa ulang kwitansi itu agar sama dengan disystem. Zee mengklip kwitansi itu dan diselipkan di dalam map agar tidak tercecer. Zee menegakkan punggungnya sambil merenggangkan otot tubuh, karena sudah terlama duduk. Ia melirik jam melingkar di tangan menunjukkan pukul 11.30 menit. “Mau kemana Zee?,” Tanya Dila. Zee menatap wanita berambut sebahu, sambil mengusap perutnya yang sudah membuncit. Wanita itu sedang hamil enam bulan, "Mau keruangan ibu Melinda mbak," ucap Zee. “Tanda tangan kontrak?,” tanyanya lagi. “Kontrak aku Januari mbak,” “Jadi,” “Itu yang aku enggak tau mbak,” "Ada urusan apa ya, penasaran," ucapnya lagi, menatap Zee. Masalahnya Zee salah satu karyawan teladan. Kerjaan yang ia kerjakan selalu tepat waktu. Jika sudah dipanggil staff HR pastilah ada masalah cukup serius menurutnya. Zee mengedikkan bahu, “Enggak tau deh mbak,” “Kalau ada apa-apa, kamu kasih tau mbak, ya Zee. Takutnya kamu ada masalah lagi,” Zee tersenyum terhadap Dila, karena mengkhawatirkannya, “Iya mbak,” “Aku pergi dulu ya mbak, takut ibu Melinda menunggu kelamaan,” “Oke, hati-hati ya". Zee melangkahkan kakinya menuju pintu utama, lalu meninggalkan ruangan acconting. Perasaan tidak enak yang di rasakan Dila, juga ia rasakan. *** Zee memandang pintu beretalase kaca itu, di depan pintu bertulisan HRD. Zee memberanikan diri mengetok pintu. "Masuk,” Zee lalu membuka hendel pintu, menatap ruangan yang didominasi warna putih. Ia memperhatikan setiap sudut ruangan. Ada tiga filling cabinet yang sudut ruangan. Serta gobi-gobi tersusun rapi di atas lemari. Ruangan ibu Melinda begitu berbeda sekali dengan ruangan accounting yang dipenuhi berkas-berkas laporan transaksi. “Duduk lah,” Zee mendaratkan pantatnya kursi, menghadapa ibu Melinda. "Ibu panggil saya?,” Ibu Melinda tersenyum, memandang wajah cantik itu, “Iya,” “Ada apa ya bu, masalahnya enggak biasa ibu manggil saya, kecuali kerjaan kantor,” “Enggak ada masalah terhadap kamu, masalahnya ada di kantor pusat,” Alis Zee terangkat, selama ia kerja di sini, ia tidak pernah sekalipun berhubungan dengan kantor pusat. Ia juga tidak pernah mengenal orang-orang yang kerja di sana. “Kamu sudah berapa tahun kerja disini?,” Tanya ibu Melinda, membuka topik pembicaraan, hanya sekedar berbasa-basi saja memandang wajah cantik Zee. Zee kembali berpikir mencoba mengingat, “Sudah lumayan lama sih bu, dua tahun. Kenapa bu?,” Ibu Melinda menyerahkan surat itu kepada Zee, “Saya ada sesuatu untuk kamu, bacalah,” “Ini surat apa bu?,” Tanya Zee bingung. “Ini, surat promosi karyawan. Kamu sebagai kandidat terkuat dari hotel ini, untuk dipromosikan ke Jakarta," Zee mengerutkan dahi, mendengar dirinya akan di promosikan ke Jakarta, "Loh kok saya bu?," Zee tidak terima, dan ia juga tidak ingin dimutasi begitu saja tanpa alasan yang jelas. “Begini Zee, seluruh staff manager kemarin sudah meeting sebelumnya. Hasil akhirnya kamu yang terpilih kandidat terkuat. Kamu satu-satunya karyawan yang masih singel, saya bisa saja mengusulkan Merry, Toni, dan admin lainnya. Tapi mereka sudah menikah, bahkan Dila juga lagi hamil besar. Anak mereka juga masih kecil, masa saya tega memisahkan keluarga kecil mereka,” Ibu Melinda mejelaskan maksud dan tujuannya, kepada Zee. “Maaf kami baru memberitahu kamu soal masalah ini, karena mendadak juga,” “Masih ada Desi, dan Jesica bu yang masih single,” elak Zee, ia sebenarnya berat sekali akan dimutasi ke Jakarta. Tidak ada satupun yang ia kenal di sana. Ibu Melinda menarik nafas lalu ditatapnya wajah Zee penuh harap, "Meraka masih baru Zee, mereka belum genap setahun, jelas tidak bisa dipromosikan begitu saja,” “Tapi bu, ini juga memberatkan saya. Saya harus pisah dari keluarga saya. Jujur saya tidak bisa jauh dari kedua orang tua saya bu,” "Kamu pasti bisa lah Zee, lagian kamu masih ada dua adik, Faisal dan Risa. Saya yakin orang tua kamu tidak kesepian selama ditinggal kamu, Jakarta itu deket kok hanya sejam pakai pesawat. Kamu bisa pulang kalau cuti tahunan,” Melinda mencoba Merayu Zee. Dari sekian karyawan yang sangat pantas menjadi sekretaris hanya Zee. Zee memiliki keterampilan bidang administrasi, berwawasan luas, memiliki kesabaran dan keuletan dalam bekerja. Serta wanita itu juga memiliki tubuh ideal dan berparas cantik. “Kamu dipromosikan menjadi sekretaris loh Zee,” “Saya masih bingung, bu,” Zee melepas ikatan rambutnya. “Ya, hitung-hitung cari pengalamanlah buat kamu, ini Jakarta loh ibu kota, otomatis gaji, tunjangan, transport, uang makan, kamu naik dan kost sudah disediakan dari kantor, kamu tidak kekurangan apa-apa. Nanti di sana kamu disediakan supir jika pergi kemana-mana. Apa tidak bosan tinggal di Pontianak terus, kamu belum pernah kan ke Jakarta?,” “Belum pernah sih bu,” “Lagian kamu masih muda, cari pengalaman lah di luar sana, lihat dunia luar,” Zee kembali berpikir, ia selama ini ia tidak pernah sekalipun berpergian jauh ke luar kota. Apalagi kota besar seperti Jakarta, ah ia tidak dapat membayangkannya seperti apa. Di satu sisi, ia juga menginginkan memiliki penghasilan besar, meringankan beban keluarga. Ia memiliki dua adik yang membutuhkan biaya sekolah. Lagi pula dari lahir hingga lulus kuliah ia selalu berada di kota yang sama. Dunia tidak selebar daun kelor, ia harus mengejar rejeki dan sudah saatnya ia hidup mandiri. “Terima kasih bu, tapi saya harus rundingin dulu sama orang tua saya,” Melinda tersenyum dan mengangguk memberi pengertian kepada Zee, “Besok saya tunggu jawaban kamu. Soalnya ini permintaan mendesak dari kantor pusat,” “Iya bu, besok saya kasih jawaban secepatnya,” ucap Zee lalu berdiri hendak meninggalkan ruangan ibu Melinda. Zee menghentikan langkahnya lalu menatap beliau yang masih diposisi yang sama,”Oiya bu, kapan berangkatanya?,” tanya Zee lagi. Ibu Melinda melihat kearah kalender, "Hari Kamis,” “Tiga hari lagi dong bu". “Iya, surat perintahnya kamis sudah harus berangkat,” ucap beliau lagi. “Zee …,” “iya bu,” “Jangan lupa bawa suratnya, tunjukin sama orang tua kamu,” Melinda menyerahkan surat itu kepada Zee. “Ini untuk saya bu,: “Itu memang untuk kamu,” Zee mengambil surat itu dari tangan bu Melinda, “Terima kasih bu, saya permisi keluar,” “Iya silahkan,” ibu Melinda memandang punggung Zee menghilang dari balik pintu. *** Zee mematikan mesin motor di halaman rumah, ia lalu melangkah menuju pintu ruang tamu. Ayahnya hanya seorang pensiun pns dan ibunya mempunyai bisnis kue kecil-kecilan yang di titipkan ke toko-toko, kadang-kadang sebelum pergi kerja ia menitipkan kue-kue itu terlebih dahulu. Zee menatap ibu dan bapak di ruang Tv, sambil menikmati teh dan kue buatan ibu. Lihatlah rambut bapak sudah memutih, dan ibu sama saja seperti bapak. Ada terbesit di pkirannya untuk mebahagiakan beliau, dan tidak ingin menyusahkan lagi. Inginnya menangis saja jika seperti ini. Hiburan beliau adalah tv tabung berukuran tiga puluh dua inchi itu. Sang ibu menyadari kehadiran Zee. Zee mendekat dan lalu memeluk tubuh beliau. “Anak ibu sudah pulang,” ucap beliau mengusap punggung tubuh ramping itu. “Kamu kenapa sayang,” “Pengen peluk ibu,” ucap Zee, ia hanya ingin bermanja-manja kepada beliau. Jika sudah di Jakarta ia pasti akan merindukan tubuh hangat ini. Wanita tangguh inilah yang mengajarkan bahwa ia harus menjadi wanita yang tegar. Zee melonggarkan pelukanya, dan mengeluarkan surat dari tas. Ia serahkan kepada bapak, laki-laki separuh baya itu menghentikan aktivitasnya, dan beralih membaca surat yang dibawa Zee. Beliau memperhatikan setiap huruf yang tertera di sana, “Surat Promosi Jabatan” yang menerangkan bahwa menunjuk dan menetapkan karyawan atas nama Zeze Mahendra menjabat sebagai Sekertaris Direktur Utama. Setelah membaca surat itu beliau tersenyum, meletakkan surat itu di atas meja. “Bagus ini, bapak setuju,” ucap beliau tersenyum menatap anak gadisnya diangkat menjadi sekretaris direktur utama. “Ada apa? jelasin sama ibu,” Zee hanya menarik nafas, melirik sang bapak, “Bapak jelasin saja ke ibu,” Bapak meraih cangkir dan menyesap kopi itu secara perlahan, “Begini bu, ini surat promosi karyawan dari staff accounting menjadi sekretaris direktur, dan akan dimutasi ke Jakarta,” Ibu yang mendengar itu lalu tersenyum, menatap wajah cantik putrinya, “Wah, bagus itu, kamu ambil aja hitung-hitung pengalaman. Ini Jakarta loh sayang, ibu bangga punya anak yang kayak kamu. Kamu dipromosikan berarti kerja kamu baik, iya kan Pak” ucap ibu. “Iya ibu benar,” “Bapak dan Ibu ijinin kok Zee,” ucap bapak tersenyum menatap putrinya. “Haduuuh bapak dan ibu, bukannya sedih Zee, pergi jauh dari sini,” timpal Zee. “Bapak cuma mendukung karir kamu. Kesempatan tidak datang dua kali,” Beliau lalu meletakkan surat itu diatas meja. "Iya ini demi kebaikan kamu juga sayang, nambah pengalaman, hitung-hitung jalan-jalanlah. Enggak bosan di Pontianak terus, paling jauh liburan ke Singkawang,” ibu lalu tertawa. “Yakin nih, bapak dan ibu setuju ijinin Zee ke Jakarta?,” “Iya, Zee bapak dan ibu dukung. Pasti gaji kamu besar dong jika kerja di Jakarta Zee,” “Katanya sih gitu pak, tapi enggak tau, naiknya berapa persen,” “Ibu tenang aja, nanti Zee transfer lebih buat ibu dan adek, bagaimanapun keluarga nomor satu bagi Zee,” “Ibu bangga punya anak seperti kamu sayang,” Ibu mengecup puncak kepala Zee dengan penuh kasih sayang. “Zee sayang banget sama Ibu,” “Ibu juga, udah sana mandi terus kita makan malam,” “Siap,” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD