BAB 1

1112 Words
Jauh dari perkotaan berdirilah sebuah kastil bernama Baravey. Kastil yang di huni oleh Raja iblis dan putranya yang berumur tujuh belas tahun yang bernama Austin Barayev Daren. Beberapa bulan lagi Austin akan berumur delapan belas tahun. Di sebuah ruangan yang begitu luas dan megah dengan berbagai macam perabotan yang terbuat dari emas atau pun perak murni. Raja iblis kini berbaring di singgahsananya dengan wajah dingin dan arongan. Beberapa pelayan wanita seksi melayaninya di tiap-tiap sisi singgahsananya. Ada yang mengayunkan kipas, ada yang menyuapinnya dengan anggur dan dua wanita mengurut tubuhnnya dengan lembut. Raja iblis sedang berpikir keras hadiah apa yang akan ia berikan pada putranya. Raja iblis pun mendudukkan dirinya saat ia telah memikirkan sesuatu. Sudah saatnya putranya memiliki keturunan. “Panggil penasehat kemari,” perintah Raja iblis dengan arogan dan dingin. Salah satu pelayan lelaki yang sedari tadi berdiri tegap di sampinyanya pun membungkuk pergi setelah mengiyakan perintah sang raja iblis. Tak lama kemudian pelayannya pun kembali bersama dengan seorang lelaki paruh baya yang di yakini sebagai penasehat kastil. Lelaki paruh baya itu mendekat dan memberi jarak sepuluh langka dari singgahsana sang Raja iblis lalu berlutut. “Ada apa Tuan memanggil Hamba?” “Beberapa bulan lagi putraku akan berumur delapan belas tahun. Sudah saatnya putraku memiliki keturuan. Sebagai hadiahnya aku menginginkan wanita-wanita cantik yang masih perawan di luar sana. Jadi kirim beberapa pasukan dan ambil paksa gadis-gadis cantik dan masih perawan di luar. jika ada yang melawan bunuh saja mereka beserta dengan keluargannya.” “Baik Tuan. Akan aku laksanakan.” “Hamba pamit dulu untuk melaksanakan tugas,” lanjut lelaki paruh baya itu. “Pergilah.”Lelaki paruh baya itu pun menghilang bak di telan bumi untuk melaksanankan perintah dari Raja iblis. Raja iblis pun kembali bermain-main dengan wanita-wanita yang ada di tiap-tiap sisinya. Lalu menatap pelayannya sedari tadi berdiri diam. “Di mana putraku?” tanya Raja iblis saat tak melihat putranya. “Tuan Austin ada di belakan kastil. Dia sedang latihan memanah dan latihan sihir dengan beberapa pelayan, Tuan.” “Baiklah. Kau boleh pergi.” Pelayan itu pun meningalkan si Raja iblis. Raja iblis bermain-main dengan para wanita di sampingnnya. Lalu ia kembali tidak fokus karena memikirkan putranya. Sudah beberapa hari ini ia tak melihat putranya. “Kalian semua menyingkir. Aku akan menemui putraku.” “Baik, Tuan,” ujar para wanita-wanita cantik itu serentak. Raja iblis pun beranjak dari tempatnya menuju belakan kastil di mana putranya sedang latihan. **** Austin kini duduk di sebuah kursi empuk di belakan kastil sambil menyantap berbagai macam makanan yang tersaji di atas meja. Salah satu pelayan mengipasnnya dengan pelan. Sedangkan di hadapannya terdapat dua lelaki paruh baya sedang berlutut dengan tubuh gemetar ketakutan. Satu di antaranya memakai baju merah dan yang satunya lagi memakai baju biru. Dua pelayan lelaki berbadan kekar berada di tiap-siap sisi Austin yang setia menunggu perintah. “Kami mohon, Tuan. Maafkan kami. Kami tak sengaja menumpahkan kue kesukaan Tuan.” Kedua lelaki itu terus memohon di hadapan Austin yang bermuka dingin sambil menyantap makanannya. “Aku tak suka ada pelayan yang berbuat kesalahan. Bunuh mereka berdua,” perintah Austin pada kedua pelayannya. “Baik, Tuan.” Saat kedua lelaki berbadan kekar itu mendekat kedua lelaki paruh baya semakin ketakutan dan gemetar. “Kami mohon Tuan. Ampuni kami.” kedua lelaki berbadan besar itu bersiap untuk membunuh dua pelayan tersebut. Tapi, dengan cepat Austin menghentiknanya segera. Austin melempar dua piau kecil di hadapan kedua lelaki paruh baya tersebut. “Aku punya ide. Bagaimana kalau kalian berdua bertarung dan saling membunuh yang selamat akan saya ampuni.” Kedua lelaki paruh baya itu saling bertatapan dengan wajah pucat. Keduannya sudah berteman cukup lama dan kini mereka harus saling membunuh. “Tapi, Tuan.” “Tidak ada tapi-tapian. Cepat laksanakan atau kalian berdua aku bunuh saja.”Austin memandang kedua lelaki itu dengan tatapan dingin. “Kita lakukan saja. Jika aku selamat maafkan aku yang telah membunuhmu. Tapi, jika kau yang selamat aku akan memaafkanmu walau telah membunuhku.”Keduanya pun saling bertatapan dengan sedih. Saat keduanya saling bertarung dan bertahan hidup Austin hanya tertawa terbahak-bahak menyaksikan pertarungan konyol antara dua lelaki paruh baya yang telah bersahabat hampir lima tahun lamanya. “Kau pilih yang mana? Kita taruhan,” ujar Austin pada kedua pelayannya yang berbadan kekar dan mengeluarkan beberapa batang emas dan perak di atas meja. “Aku pilih yang berbaju biru.” Salah satu pelayan mengeluarkan satu batang emas dari kantongnnya dan menaruhnya di meja. “Kalau aku pilih yang berbaju merah.” Ujar salah satu pelayan yang lain sambil menaruh satu batang emas di samping kiri Austin. “Kalau begitu aku memilih kedua-duannya,” ujar Austin lalu membagi emasnya dan peraknya di kedua sisi. Kedua pelayan berbadan kekarnya berteriak memberi penyemangat pada kedua lelaki paruh baya tetersebut seakan-akan mereka melihat pertandingan hewan yang bertarung bertahan hidup. Satu jam kemudian. Pertandingan usai dengan di menangkan oleh lelaki berbaju merah. Lelaki itu dengan tertatih mengahampiri sahabatnnya yang telah ia bunuh dengan sedih. “Maafkan aku. Aku akan membalaskan dendammu ...” lirih lelaki itu sambil menatap bernci pada Austin yang masih tertawa terbahak-bahak. “Yahhh. Lelaki berbaju biru itu kalah.” Ujar salah satu pelayan kekarnya. “Sesuai taruhan. Semua emas dan perak ini aku berikan padamu,”  ujar Austin sambil menyerahkan semua taruhannya di hadapa pelayannya yang memenangkan pertaruhan. “Terima kasih, Tuan Austin,” ujar pelayan itu senang sedangkan pelaan yang satunnya menatapnya kesal karena kalah taruhan. Lelaki  paruh baya yang berbaju Merah itu menatap Austin penuh kebencian. Diam-diam ia mengambil pisaunya yang tergeletak dan mencari kesempatan emas untuk membunuh Austin si putra raja iblis yang terkenal kejam itu. Dua menit kemudian. Akhirnnya ia melihat sebuah kesempatan untuk melancarkan aksinya. Saat itu jugalah ia melempar pisau itu tepat di hadapan Austin. Menyadari ada pisau yang melayan ke arahnnya. Dengan cepat Austin mengucap mantra sihir dan saat itulah pisau itu berhenti tepat di wajah Austin. Lelaki itu menyeringai saat menatap lelaki paruh baya yang melemparinya pisau. “Sepertinya kau ingn cari mati yah,” ujar Austin dingin membuat lelaki paruh baya itu semakin ketakutan gemetar. Lelaki itu berusah berdiri ingin kabur dengan langkah tertatih. Saat itulah Austin mengucap mantra sekali lagi lalu pisau yang ada di hadapnnya tadi kini berbalik arah dan melayang dengan cepat ke arah lelaki berbaju merah tersebut. Tak sengaja lelaki berbaju merah itu tersandung batu hingga membuatnnya terjatuh. Pisau itu juga berhenti sejenak sebelum akhirnya menembus tenggorokannya. “Padahal aku ingin melepasmu. Kau malah ingin membunuhku.” Austin menatap mayat lelaki berbaju merah itu dengan tatapan dingin dan kembali bermain-main dengan para pelayanya. “Singkirkan mayatnya.” “Baik, Tuan.” Dua lelaki kekar pelayannya pun membersikan mayal lelak berbaju merah itu. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD