Bab 3

1442 Words
Bab 3 Kalo gak suka, jangan ngasih harapan. Nanti nyesel sendiri. Maaf banyak typoo. Besok aku ulang tahun looh~ 12 02 2020 ***** Lagi-lagi, Jingga hanya mengembuskan nafasnya kasar. Gadis itu memalingkan wajahnya kearah samping saat mendapati mata seorang cowok yang duduk disampingnya tak mau lepas dari gadis berkuncir kuda itu. "Alvaro ngapain ngeliatin Jingga kayak gitu sih!" Sentak Jingga dengan nada bicara ia pelankan karena takut dimarahin oleh guru yang tengah mengajar di depan sana. Alvaro tersenyum tipis dengan pandangan masih bertumpu pada gadis yang kini menatapnya tajam "Lo cantik, gue gak bosen liatin elo" ucapnya. Jingga mendengus sebal lalu menyambar bolpoin yang ada didepan Alvaro "Mau nulis Lo?" Tanyanya. Jingga hanya mengangguk sebagai jawaban "Pulang sama gue mau gak?" "Gak mau , enakan naik sepeda" "Naik motor lebih seru" "Naik sepeda lebih nyaman" "Naik motor lebih cepet" "Biarin, Jingga kan pengennya naik sepeda. Alvaro naik motor aja sendiri" ketus Jingga lalu mulai menorehkan tinta hitamnya di buku tulis yang ada didepannya itu. "Husttt,,, gue gak bisa denger jelas nih gara-gara kalian berantem Mulu!" Ketus Ayu yang memang duduk didepan Jingga. Disamping Ayu juga ada Anis yang tertidur lelap dengan modul yang menutupi kepalanya. Jingga memilih diam dan tak memperdulikan bahwa Alvaro terus saja memandangi dirinya dengan menyangga kepalanya menggunakan satu tangan. Sesekali Alvaro menganggu Jingga dengan meniup-niup buku yang tengah Jingga gunakan untuk menulis. Gadis itu masih tak peduli. Hingga dua menit sebelum bel pulang sekolah pun Alvaro terus memandangi gadis itu. "Baiklah anak-anak, saya pamit karena satu menit lagi bel akan berbunyi. Sekian dan terimakasih" ucap seorang guru yang sedari tadi mengajar lalu pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam. "Kok buk Nita gak salam sih?" Ucap Jingga sebari memasukkan buku tulis dan peralatan tulis lainnya kedalam tas pandanya. "Dia non Islam" ucap Alvaro. "Apaan sih! Jingga gak tanya sama Alvaro, ngapain jawab?" "Idih, lagian siapa yang nge-bales ucapan elo? Orang gue ngomong sendiri kok" ucap Alvaro. Jingga tak mau ambil pusing, gadis itu melengos pergi tanpa mau membalas ucapan Alvaro. Berjalan santai keluar kelas setelah bel panjang berbunyi, melewati beberapa kelas. Berjalan sendirian memang cukup membosankan, rasanya sepi dan terlihat sangat menyedihkan. Namun, ketahuilah bahwa berjalan sendirian tak terlalu semenyedihkan itu. Langkah gadis itu sangat ringan dan tak terlalu khawatir. Memang, berjalan bersama-sama dengan banyak orang akan membuat diri kita terlihat sangat bahagia namun itu bukan dirimu yang sebenarnya. Kamu hanya pura-pura bahagia saat itu, kamu pura-pura tertawa, kamu pura-pura tersenyum. Saat sendiri, kita bisa berekspresi sesuka hati kita. Saat kita bahagia, maka tertawa lah dan saat sedang tak bahagia menangis lah. Tak ada yang melihat. Sama halnya dengan gadis yang senyum-senyum sebari menuntun sepedanya keluar gerbang sekolahnya melewati beberapa siswa-siswi yang berjalan. Jingga juga melihat banyak pasangan siswa-siswi yang saling bergandengan tangan. Gadis berkuncir kuda itu hanya tersenyum tipis. "Juan sama Jingga kayak gitu juga gak sih?" Tanyanya pada dirinya sendiri lalu mulai mengayuh sepedanya membuang pandangan kearah jalanan. Angin bertiup tak terlalu kencang namun membuat beberapa anak rambut gadis itu berterbangan, kakinya masih mengayuh sepedanya lalu berhenti saat lampu lalu lintas berubah menjadi merah. Disamping gadis itu, sebuah mobil berwarna merah yang menurut Jingga cukup menarik perhatian. Mungkin karena warna dan model mobil itu terlihat berbeda. Gadis itu hanya meliriknya sekilas karena derum mobil itu cukup membuatnya terganggu. Jingga membuang mukanya, lalu menengok kearah lampu lalu lintas mengecek apakah lampu lalulintas sudah berubah warna. Lagi-lagi, gadis itu melirik mobil disampingnya saat merasakan sebuah mata elang memandangnya dari balik kaca mobil merah itu. Gadis itu mengayuh sepeda nya kembali saat lampu lalulintas berubah warna. Alis gadis itu mengkerut saat merasakan bahwa mobil merah yang tadi disamping nya seperti mengikutinya dari belakang. "Jingga jangan ke-PD an!" Ucap Jingga pada dirinya sendiri. Sepertinya memang benar, bahwa mobil itu mengikutinya. Buktinya, saat Jingga berbelok, mobil itu mengikutinya. Gadis itu menghentikan laju sepedanya, begitupun dengan sang mobil. "Siapa sih?!" Ucap Jingga kesal lalu berjalan lebar menuju mobil merah itu. Tangan mungilnya mengetuk beberapa kali kaca mobil itu "Permisi, ada masalah apa ya sama Jingga?" Tanya Jingga dengan darah yang mulai naik karena sang empu tak mau membuka jendelanya. Lagi, Jingga mengetuk jendela dengan penekanan "Maaf, buka dulu kacanya!" Kesal Jingga. Kaca jendela mobil turun, Jingga menundukkan kepalanya agar melihat sang supir. Matanya langsung membulat sempurna saat melihat sang pengemudi mobil. Jingga yakin, bahwa ia tak salah melihat dan tentu saja ia ingat siapa orang itu. Cowok yang memakai jens dengan bordiran huruf 'T' di lengannya. Kedua matanya ia tutupi dengan kacamata hitam, rambutnya terlihat acak-acakan dengan celana jens yang robek dibagian lutut. Tak lupa dengan kaos polosnya yang sangat terlihat. Ia mengenakan sepatu berwarna putih yang membuatnya terlihat sangat tampan, ditambah dengan kalung dengan bandul huruf 'T'. "Kak Juna?" Ucap Jingga memundurkan langkahnya. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya hingga buku kukunya memutih. Tanpa mengatakan apapun atau mendengar apapun, Jingga berlari menuju sepedanya lalu langsung mengayuh nya tanpa ba-bi-bu. Sedangkan, cowok yang disapa Juna itu tersenyum miring lalu menancap gasnya mengikuti gadis yang sepertinya mempercepat kayuhannya. Juna, cowok itu tak henti-hentinya tersenyum miring "Ketemu juga Lo!" Ucapnya. Ya, selama ini memang dirinya mencari keberadaan gadis berlesung pipi itu. Bahkan Juna menghubungi semua teman kelas Jingga. Namun nihil, tak ada satupun yang tau jika Jingga hampir satu tahun mengalami tidur panjang di rumah sakit. Yang mengetahui Jingga di rumah sakit hanya Ari, Andi, Yudi, Reza dan keluarganya. Selain mereka, mungkin akan mengatakan bahwa Jingga pindah rumah dan sekolah saat mempertanyakan keberadaan Jingga. Tak henti-hentinya gadis itu mengayuh sepedanya dengan gerakan cepat. Kedua tangannya menarik Rem saat sebuah motor mengahalangi jalannya. Lolos begitu saja, air matanya tak mau diatur!. Jingga menangis, namun hanya beberapa tetes, gadis itu langsung mengelap nya saat sang pemilik motor membuka helm full face nya lalu turun dari motornya. Tak lupa, ia juga menggendong sebuah gitar dipunggung nya. "Lo abis nangis?" Tanya Ari menghampiri Jingga. Saat itu juga, Jingga mengeluarkan air matanya tanpa malu. Lalu turun dari sepedanya, berlari menghampiri Ari tak peduli jika sepedanya itu tergeletak begitu saja. "Makasih udah mau ada di sini" ucap Jingga sebari memeluk erat Ari. Gadis itu juga menangis didalam pelukannya. Ari mengelus rambut Jingga "Lo kenapa? Temen-temen di sekolah baru jahat sama Lo? Cerita "ucap Ari lembut. Jingga melepaskan pelukannya, lalu mengelap air matanya yang ada di pipinya. Gadis itu menggeleng sebagai jawaban "Enggak, mereka baik kok. Jingga nangis karena takut, pokoknya makasih udah mau ada disini" ucap Jingga tanpa jeda. "Kalo belum siap cerita. Nanti gue kerumah, gue mau manggung dulu. Gue anter Lo balik!" Ucap Ari. Lagi-lagi Jingga menggeleng "Enggak, Ari berangkat aja. Jingga gak papa kok, lagian udah deket juga. Nanti malem Jingga mau cerita, sekalian Andi, Reza, Yudi sama Valent diajak" Baru saja Jingga hendak melangkah menuju sepedanya "Lo benaran gak ada masalah serius?" "Hem" "Kali ada apa-apa langsung telfon gue!" "Ari lupa? Jingga kan gak punya hp" Cowok itu menepuk jidatnya "Nanti gue mampir ke konter buat beli hp, Lo balik aja. Kali udah sampe telfon gue pake telfon rumah!" Ucap Ari. Jingga mengangguk sebagai jawaban lalu melepaskan cekalan Ari dan berjalan menuju sepedanya. Sedangkan Ari berjalan menuju sepeda motornya. ~~~ Ari, cowok itu tengah memainkan ponselnya begitupun dengan Valent, sepertinya mereka tengah bermain game online. Sedangkan Andi dan Reza, jangan tanyakan mereka. Saat ini, mereka tengah memakan cemilan yang disediakan di meja didepan mereka. Sedangkan Jingga, gadis itu tengah mengotak-atik ponsel yang baru saja dibeli oleh Ari untuknya "Ari!" Sebal Jingga. "Kenapa?" Tanya Ari, matanya tak mau lepas dari layar ponsel. "Jingga kudet ya?, Ini kok gak nyala sih?" "Ya jelas gak nyala lah, kan gak ada daya nya. Sana di cas dulu!" Sahut Ari. Jingga hanya berlaku 'Oh' ria lalu bangkit dari duduknya menuju kamarnya yang ada di lantai satu untuk meng charger ponsel barunya. Hanya membutuhkan waktu dua menit bagi Jingga untuk kembali duduk di sofa seperti semula. Gadis itu meremas genggaman tangannya lalu menghembuskan nafasnya panjang "Jingga ketemu kak Juna" Ari dan Valent langsung menyingkirkan ponselnya begitupun Reza juga sudah menutup toplesnya namun Andi tak mau berhenti makan membuat Reza sebal lalu mengambil paksa toples yang ada di pelukan Andi. "Ye, ngapain di rebut-rebut sih, kalo mau cerita ya cerita aja kali gak usah cari masalah sama gue!" Kesal Andi lalu mengambil kembali toplesnya. Jingga tak mau memperdulikan tingkah Andi yang sama saja seperti dahulu. Selalu kekanak-kanakan, padahal umurnya sudah memasuki kepala 2. "Dimana?" Tanya Ari dengan anda cemasnya. "Tadi sore pas pulang sekolah" jelas Jingga. Ari mengkerut kening "Lah, gue juga ada sama Lo. Kok gue gak tau?" Tanya Ari. Jingga menghembuskan nafasnya kasar "Kak Juna pake mobil warna merah terus pake kacamata juga. Jadi, mungkin Ari gak bisa mengenal nya." ***** Gimana? Vottment deh biar aku bahagia, See you next part,,, Salman @sellaselly12
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD