Catatan 60

1630 Words
Kasus kematian Sheera selesai dengan kematian Aron dan bawahannya serta kebebasan Alea dari penjara. Kasus yang menjerat Alea ditutup sebelum dilimpahkan ke pengadilan. Negosiasi antara aku dan Ali menghasilkan keputusan akhir berupa Alea yang dikenakan sanksi wajib lapor karena terbukti tidak bersalah berdasarkan barang bukti yang aku bawa. Aku memutuskan untuk membantu Alea, agar jalanku masuk lebih dalam ke dalam Hook menjadi lebih mulus. Namun beberapa hari setelah kejadian itu, aku masih belum menampakkan batang hidung di Atlantic Harvest maupun Hook. Siang ini, Zayn menghubungiku ketika aku tengah bersantai menikmati udara panas daerah pesisir dari balkon apartemen sederhanaku. Zayn memberikan sebuah pekerjaan untukku. Ia berkata, aku akan dipertemukan dengan orang yang penting kali ini. Aku merasa, ini adalah saat di mana aku harus mulai bekerja dengan sungguh-sungguh. Aku yakin akan menemukan sesuatu yang menarik setelah ini. Zayn memintaku menemuinya di Atlantic Harvest. Di sana, Zayn memberikan sebuah kunci mobil kepadaku. Ia berkata, "ada seseorang yang sangat ingin bertemu denganmu. Aku memberimu sedikit fasilitas dari Hook, gunakanlah." Perkataan Zayn membuatku berpikir, "apa yang Zayn katakan tentangku kepada kolega dan relasinya sehingga mereka ingin bertemu denganku secara langsung? Apakah…" Aku berusaha mengendalikan pikiranku yang mulai liar. Ada sebuah firasat buruk yang aku rasakan. Aku ingat dengan kejadian di mana aku menghancurkan masa depan seseorang saat berada di ruang rahasia Hook di Atlantic Harvest. Apakah orang itu yang ingin menemuiku? Apakah ia ingin balas dendam terhadapku? Aku meyakinkan diriku lagi, bahwa aku harus siap mati dalam misi. Aku siap mempertaruhkan nyawa asalkan dapat membawa informasi berharga yang bisa menjadi bekal The Barista dalam melakukan eksekusi. Jujur saja, kehilangan orang-orang di sekitarku membuat pikiranku sedikit kacau, aku bahkan takut akan kematian sekarang. Entah sejak kapan rasa takut itu datang, namun aku harus berkali-kali meyakinkan diriku yang mulai lembek ini. Aku berangkat ke tempat yang ditunjuk oleh Zayn menggunakan mobil miliknya. Aku terkejut ketika mendapatkan lokasi tujuan yang ternyata adalah Kota Utara, kota pegunungan yang terkenal dengan udaranya yang sejuk. Dalam perjalanan menuju Kota Utara, aku kembali ingat dengan kejadian yang membuatku harus terpisah dengan Nugraha, kekasihku di masa lalu. Kota yang selama ini aku hindari, kali ini aku harus datang ke sana. Jika aku menolak apa yang diperintahkan oleh Zayn, aku khawatir jalanku akan terjal dan aku melewatkan sesuatu yang penting. Kota Utara bukanlah kota metropolitan seperti Kota Industri, masih banyak pedesaan asri dan sawah yang terhampar luas di sana. Hanya ada satu atau dua distrik yang merupakan kawasan yang sering didatangi oleh pelancong dari seluruh dunia. udara yang sejuk dan suasana yang asri menjadikan banyak orang betah berlama-lama tinggal di kota Utara. Aku melewati sebuah kawasan yang terasa sangat tidak asing bagiku. Sebuah jalan di kawasan wisata dimana terdapat sebuah rumah berlantai dua yang terletak tepat di belakang halte bus. Rumah yang menjadi saksi bisu kejadian berdarah yang akhirnya membuat Nugraha, kekasihku di masa lalu harus kehilangan pekerjaannya dan ingatannya ketika menjadi agen The Barista. Aku tersenyum getir ketika melewati rumah itu. Andai saja aku dapat berharap, aku berharap kejadian itu tidak pernah terjadi dan aku serta Nugraha dapat terus bekerja sebagai seorang agen dan juga pasangan hingga seterusnya. Meski memang ingatan tentang hal itu tidak pernah terhapus dari kepalaku, namun aku harus tetap menghadapi kenyataan dan tidak berlarut-larut dalam kesedihan di masa lalu. Petunjuk arah yang diberikan Zayn kepadaku menuntunku ke sebuah rumah sederhana yang jauh dari kawasan wisata. Rumah itu terletak di dalam sebuah perkebunan kopi dengan biji kopi berwarna merah dan hijau yang tampak menggiurkan terhampar nyata di kiri dan kanan jalan. aku memarkir mobil milik Zayn di depan perkebunan tersebut lalu berjalan kaki melewati pepohonan kopi yang rimbun. Segarnya udara pegunungan di daerah ini benar-benar dapat aku nikmati. Di ujung bagian dalam perkebunan kopi ini, terdapat sebuah rumah sederhana dengan warna putih yang terlihat bersih dan nyaman. Aku mengetuk pintu rumah itu, lalu menunggu si pemilik rumah menyambutku. Seorang wanita yang aku perkirakan seumuran denganku, bertubuh sedikit lebih tinggi dariku dan memiliki d*da yang sedikit lebih besar dari ku, menyambutku dengan senyum ramah yang terpancar dari wajahnya. Dari sini, aku akhirnya sadar jika perkiraanku salah. Aku yang memperkirakan akan berhadapan dengan pria yang kuhancurkan masa depannya, ternyata berhadapan dengan seorang wanita yang... jujur saja, tidak asing denganku. Aku memang belum pernah mengenal wanita ini sebelumnya, namun aku pernah mendengar cerita tentangnya dari seseorang. “Hai, kau pasti Lilia,” sapa wanita itu mempersilakan aku masuk. Tanpa banyak bicara, aku hanya tersenyum dan masuk ke dalam rumah sederhana tersebut. Dua gelas kopi sudah tersaji panas dengan asap yang mengepul di atas meja ruang tamu. Wanita itu kemudian mempersilahkan aku duduk, “kenikmatan sejati dari kopi adalah saat ia masih benar-benar panas, silakan diminum,” ucap wanita itu sambil merentangkan tangan memberikan tanda kepadaku untuk segera meminum kopi. Aku mengambil cangkir kopi dari atas meja, lalu aku dekatkan ke wajahku. Aku ingin menghirup aroma kopi sebelum meminumnya karena bagiku menghirup aroma kopi memiliki kenikmatan tersendiri. Namun saat aroma kopi itu masuk ke hidungku, aku mencium sebuah aroma lain yang sangat tipis. Aroma bahan kimia yang tidak seharusnya ada di dalam kopi. Akhirnya aku Letakkan kembali kopi itu ke atas meja dan aku lirik wanita yang duduk di depanku dengan tatapan kesal. Wanita itu hanya tersenyum kemudian mengambil kopi yang tepat ada di depannya lalu meminumnya tanpa ragu. Wanita itu kembali tersenyum, senyum di wajahnya mengisyaratkan jika ia tengah mengejekku saat ini. Aku terus saja melirik ke arah wanita itu yang membuatnya justru terkekeh saat melihatku. “Ada sesuatu yang lucu?” ucapku yang mulai marah melihat ia seakan mempermainkanku. “Kenapa kau tidak meminum kopimu?” sahut wanita itu sambil terus tersenyum. “Mungkin kau akan tertawa ketika melihatku meminum kopi dan mati ditempat ini, Nyonya!” Aku mendengus kesal, siapa sebenarnya wanita ini? “Aku tahu kau tidak akan meminumnya, itulah alasan aku tertawa saat ini.” Wanita itu tanpa ragu mengambil kopi yang ada di hadapanku lalu meminumnya, seakan membuktikan jika anggapanku adalah salah. aku dan wanita itu saling terdiam tanpa kata. Aku melihat jam tangan di pergelangan tangan kiriku, menyadari jika waktu telah berjalan selama 15 menit dan tidak ada apapun yang terjadi. Senyum yang tercetak pada wajah wanita itu semakin terlihat lebar, ia berhasil membuktikan jika memang tidak ada apapun di dalam kopi itu. Apakah aku kecewa? Tentu tidak, karena aku percaya dengan penciumanku sendiri. Wanita itu kembali mengambil kopi yang seharusnya menjadi bagianku dan kembali meminumnya tanpa ragu. “Namaku Foxy, jika kau ingin tahu,” ucap wanita itu sambil meletakkan cangkir ke atas meja. “Dan aku adalah…” “Orang yang menghancurkan Zayn dan memungutnya kembali dari pasar di Kota Nelayan. Kau datang ketika masa kejayaan Zayn saat remaja, lalu menjatuhkannya, kemudian membantu Zayn untuk kembali bangkit menjadi orang yang lebih matang. Jujur saja aku suka dengan gayamu Nyonya Foxy,” sahutku memotong kalimatnya. “Apakah kau tidak membenciku? Bukankah kau adalah orang kepercayaan Zayn?” Foxy mengangkat sebelah alisnya. “Aku hanya orang yang kebetulan lewat dan masuk ke dalam organisasinya.” Aku dan Foxy saling menatap tajam dengan senyum sinis yang sama-sama tercetak jelas. Aku cukup suka dengan wanita ini, aku merasa ia sedikit mirip denganku. "Tapi untuk apa ia memanggilku kesini? Ada urusan apa? Ada perlu apa? Lalu, apa yang dimasukkan ke dalam kopi? Apakah itu racun? Jika racun, bagaimana mungkin ia dapat meminumnya dengan tenang? Tapi jika bukan racun, lalu apa?" Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalaku membuat wajahku yang awalnya tersenyum sinis kini berubah menjadi bingung. Kebingunganku akhirnya terjawab ketika Foxy memberikan serbuk putih yang dibungkus menggunakan plastik kecil kepadaku. Ketika aku mencium serbuk yang ada di dalam plastik tersebut, aku menemukan jika serbuk itu memiliki aroma yang sangat mirip dengan apa yang aku temukan di dalam kopi. Foxy terus saja tersenyum memperhatikanku yang larut dalam kebingungan. Beberapa saat kemudian, Foxy terkekeh dan berkata, “aku hanya memasukkan obat tidur dosis ringan ke dalam kopi itu karena aku tidak bisa bertoleransi dengan kafein.” Aku terus saja menatapnya dengan curiga tidak percaya sama sekali dengan apa yang ia katakan. “Kau benar-benar menarik, Lilia. Atau mungkin kau lebih suka dipanggil dengan sebutan Madame Lilia,” ujar Foxy. Cara bersikap, nada berbicara, dan cara Foxy menatapku masih tetap mengisyaratkan bahwa ia menganggap aku lebih rendah darinya. Aku ingat dengan Zayn yang bercerita bahwa ia pernah dihancurkan oleh orang berambut merah muda ketika masa remaja, lalu diselamatkan oleh orang yang sama, membuatku langsung mengenali orang itu ketika pertama kali melihat Foxy dengan rambut merah mudanya yang khas. Aku tahu, merah muda bukanlah warna asli dari rambutnya. Ia mewarnai rambutnya dengan warna tersebut dari tahun ke tahun, tidak pernah berubah. Warna merah muda yang ada di rambutnya saat ini pun mengindikasikan bahwa ia sangat setia dengan warna rambut yang ia pilih sejak remaja. “Kau memiliki urusan apa denganku?” ucapku langsung pada inti pembicaraan. Seperti biasa, aku bukanlah orang yang suka berbasa-basi, aku harap Foxy juga terbiasa dengan hal itu nantinya. “Ada seorang pembeli yang mencari koleksi dengan kriteria tertentu. Aku ingin kau membawakan koleksi itu padaku secepatnya. Aku yakin kau bisa.” Foxy meletakkan sebuah map coklat ke atas meja. Aku membuka map tersebut dan membaca isinya. Foxy menginginkan koleksinya diantar kepadanya dua hari dari sekarang dan saat ini aku masih belum tahu apakah Zayn memiliki koleksi itu atau tidak. Aku masih harus mengonfirmasi kepada Zayn tentang ketersediaan koleksi yang diminta oleh Foxy. Karena aku belum terlalu dekat dan belum terlalu mengenal Foxy, maka aku segera undur diri sebelum terjadi pembicaraan yang tidak aku inginkan. Untuk sekarang, aku hanya ingin menyelesaikan urusanku dengannya, namun mungkin nanti aku akan memiliki urusan yang lebih penting lagi dengan Foxy karena ia adalah orang yang sangat menarik untukku dan aku harus bergerak pelan supaya tidak menimbulkan kecurigaan baik disisi Zayn maupun Foxy, karena aku tahu mereka memiliki hubungan yang lebih dari sekedar rekan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD