Catatan 51

1639 Words
Ponselku yang bergetar di samping bantal ketika aku tengah tertidur, membuatku terkejut dan terbangun tidak nyaman dari mimpi indahku. Dengan kondisi nyawa yang belum terkumpul dan mata yang setengah terpejam, aku mencari keberadaan ponsel sambil meraba. Mataku yang masih belum benar-benar terbuka, harus berusaha sekuat tenaga untuk melihat nama penelpon di ponselku. “Hm? Nomor asing?” ucapku lesu sambil mengangkat telepon dari orang tersebut. “Halo.” Suara khas orang yang baru terbangun dari tidur keluar dari mulutku. Mungkin suara perempuan setengah sadar seperti ini terdengar menggoda bagi sebagian orang. “Apakah benar ini Nyonya Lilia? Bisakah anda datang ke kantor polisi sekarang?” Suara dari si penelpon terdengar seperti seorang laki-laki dewasa yang aku taksir berusia di atas 35 tahun. Sebuah berita kejutan aku dapatkan hari ini ketika langit bahkan masih gelap gulita. "Kantor polisi? Ini siapa? Kenapa? Apakah aku sedang dalam masalah?" pikirku. Dalam kondisi nyawa yang masih belum terkumpul, logikaku sepertinya masih belum berjalan dengan semestinya. “Kantor polisi? Jangan bercanda di pagi buta seperti ini!” Aku berusaha sedikit meninggikan nada bicaraku meski tenagaku sama sekali belum terkumpul. Aku tidak mendengar lagi jawaban pria itu dari seberang telepon, namun ada suara-suara tidak jelas yang terdengar seperti ponsel yang sedang berpindah tangan. “Lilia…” suara perempuan yang aku kenal terdengar bergetar lirih. Hal itu membuatku seketika bangkit dari tidur dan membuka mata. “Alea, ada apa?” sahutku terkejut setelah menyadari jika suara perempuan di seberang telepon adalah Alea. Suara itu membuatku seketika sadar jika ia sekarang sedang ada di kantor polisi, telepon yang ia gunakan saat ini mungkin adalah milik salah satu petugas kepolisian. Tanpa berpikir panjang, aku segera mengganti pakaian lalu beranjak keluar dari apartemen. Aku melihat jam yang ada di tanganku dan waktu menunjukkan pukul tiga pagi. “Cih, matahari masih belum terbit dan seseorang sudah membuat ulah di luar sana!” gerutuku sambil keluar dari apartemen. Aku berusaha menelpon taksi, namun sayang tidak mudah untuk mendapatkan kendaraan di dini hari seperti ini. Jalanan Kota Nelayan yang sepi serta angin malam yang berhembus berhasil membuat suasana kota dini hari ini terasa sangat dingin dan sedikit mencekam. Bahkan nafasku sampai mengeluarkan uap karena dinginnya udara. Setelah beberapa kali mencoba menelpon taksi namun tidak juga mendapatkan balasan, akhirnya aku mencoba untuk menghubungi Zayn, karena mungkin ia juga mendapat panggilan dari kantor polisi berkaitan dengan Alea. Lama sekali aku menunggu sambungan teleponku dengan Zayn tersambung. Aku harus mencoba berkali-kali hingga akhirnya pria berwajah timur tengah itu menjawab panggilan teleponku. Di ujung sana, Zayn memberikan reaksi yang sama denganku ketika mendengar kabar bahwa Alea sedang berada di kantor polisi. Rupanya, Alea tidak memberitahu Zayn jika ia saat ini tengah berada di dalam masalah dan Zayn baru mengetahui kabar tersebut dariku. Dengan sigap ia mematikan sambungan telepon sebelum aku sempat memberitahunya jika aku sedang membutuhkan tumpangan menuju kantor polisi. Dengan kesal akhirnya aku mengirimkan pesan kepada Zayn dan berjalan kembali ke dalam apartemen. Saat ini aku merasa tidak berguna, aku hanya dapat merepotkan orang lain ketika ingin melakukan sesuatu. Aku sadar, terkadang aku memang ketergantungan dengan fasilitas yang diberikan oleh The Barista. Namun aku tidak boleh seterusnya bersikap seperti ini. Aku harus berusaha melakukan sesuatu, dengan atau tanpa bantuan dan fasilitas dari The Barista. Setelah sampai di apartemen, aku segera merebahkan diri di tempat tidur sambil meratapi ketidakbergunaanku dan tetap tidak mengganti pakaian. Perlahan, mataku terpejam dan nyawaku terasa akan terbang ke alam mimpi. Saat aku hampir terlelap sepenuhnya, tiba-tiba ponselku bergetar tanda seseorang menelponku. Aku akhirnya bangun dengan terkejut dan mengangkat panggilan tersebut. “Madame, aku sedang berada di depan alamat yang kau kirim kepadaku. Cepatlah keluar, kita harus ke kantor polisi!” Panggilan telepon ini benar-benar mengejutkanku dan membuat nyawaku terpaksa berkumpul di satu titik. Kali ini suara Zayn terdengar panik dari seberang telepon. Aku pun segera bangkit dan sedikit berlari menuju ke luar apartemen. Di sana, aku melihat mobil sedan hitam dengan kaca jendela belakang yang terbuka dan Zayn sedang memperhatikan ku yang sedikit berlari dari dalam mobil. “Cepatlah!” serunya. Tanpa memberikan satu patah kata, aku langsung masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang di samping Zayn. Tanpa basa basi juga, mobil sedan ini segera melaju satu detik setelah aku memasukinya. “Dari mana kau mendapat informasi itu, Madame?” Suara Zayn terdengar bergetar. Wajah Zayn tampak pucat, aku berpikir jika Zayn juga menganggap Alea sebagai orang yang berharga, sama seperti Alea yang menganggapnya sebagai Dewa. Ah mungkin aku terlalu berlebihan menanggapi mereka berdua. “Sebuah nomor asing menghubungiku, berkata kepadaku untuk datang ke kantor polisi dan Alea juga ada di sana, menyapaku dengan suara yang bergetar. Aku panik dan khawatir, aku mengira jika Alea juga menghubungimu, tetapi ternyata kau juga mendapatkan informasi ini dariku. Aku masih belum mengetahui apa yang terjadi di sana, Tuan,” terangku. “Tidak, Alea tidak menghubungiku,” sahut Zayn dengan suara yang terdengar semakin bergetar. Di sini aku dapat menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri jika seorang Zayn, pria yang tidak segan membunuh orang lain, pemimpin dari organisasi penculik, memperlihatkan sisi emosional yang ada pada dirinya di depanku. Di dalam pikiranku, aku tersenyum. Ternyata benar, sehebat-hebatnya seorang lelaki, pasti akan menjadi lemah jika menyangkut orang yang mereka sayangi. Zayn terus saja melihat ke luar jendela sementara kakinya terus menerus bergerak gelisah. Aku menangkap rasa khawatir berlebihan yang ia rasakan. Bukan hanya Zayn, dalam keadaan seperti ini mau tidak mau aku juga ikut merasa khawatir dan ingin tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Mobil berjalan sangat cepat, jalanan yang sepi membuat perjalanan dini hari ini menjadi sangat singkat. Hanya butuh beberapa menit akhirnya aku sampai di kantor polisi resort Kota Nelayan. Aku dan Zayn segera berlari masuk, meninggalkan mobil beserta sopirnya di tempat parkir kantor polisi yang berada di wilayah barat Kota Nelayan ini. Di ruangan penyidik, Alea tengah duduk tertunduk di depan petugas kepolisian yang tengah sibuk dengan komputer miliknya. “Ada apa ini?” Suara keras Zayn menggema hingga ke seluruh ruangan. Suasana dini hari yang sepi seketika pecah ketika Zayn berbicara. “Tuan Zayn?” Alea menengok ke belakang, Alea terkejut dengan kehadiran Zayn. Suaranya semakin gemetar ketika mengetahui jika Zayn berdiri di belakangnya. Lalu ia juga menoleh dengan wajah lesu dan bingung ke arahku yang berdiri di samping Zayn. “Madame...” ucapnya lirih. Aku menepuk pundak Zayn perlahan, pria itu tampak panik dan tidak dapat mengendalikan emosinya. Zayn menoleh ke arahku, bola matanya terus bergerak tanpa henti tanda ia sedang merasa tidak tenang. “Biarkan aku yang mengatasi ini, Tuan Zayn,” ucapku berusaha menenangkannya. Aku memiringkan kepala sambil melirik ke samping, memberikan tanda agar Zayn menyingkir perlahan dari ruangan ini. Langkahnya tampak lesu, ia benar-benar khawatir terhadap Alea. Belum sempat aku berbincang dengan penyidik, seorang polisi tiba-tiba masuk ke ruangan ini sambil membawa satu buah map lalu ia menyerahkan map itu kepada penyidik. Aku mengernyitkan dahi, sepertinya aku mengenal siapa petugas polisi yang baru memasuki ruangan ini. “Selamat pagi, Tuan Surya,” sapaku kepada petugas polisi itu. Sontak Surya menoleh ke arahku. Pria itu terbelalak, ia tidak menyangka akan melihatku di tempat ini. “Ma… Madame Lilia?” ucapnya terbata. “Ada urusan apa di tempat ini?” Tangan Surya tampak gemetar, sisa-sisa rasa takut terhadapku masih ia rasakan. Di dalam pikiran, aku tersenyum. “Sepertinya kali ini akan mudah,” pikirku. Tidak lama kemudian, Surya undur diri dari ruangan ini. "Aku sedang mengurus sesuatu, Tuan. Sepertinya kau sedang sibuk ya?" godaku sambil tersenyum pada pria yang sudah tidak lagi itu. "Per... permisi, Madame." Surya sedikit menunduk kemudian berjalan perlahan meninggalkan ruangan ini tanpa menjawab pertanyaanku. Langkah gemetarnya dapat aku rasakan dari tempatku berdiri. Surya, petugas polisi lalu lintas yang bertugas di salah satu sektor Pusat Kota yang sempat berurusan denganku beberapa waktu lalu, ketika ia menghadangku kala mengebut dari Kota Nelayan menuju Pusat Kota. Mungkin saat ini ia sedang bertugas di Kota Nelayan atau hanya sekadar berkunjung, tetapi aku yakin kehadiran Surya di tempat ini dapat sedikit mempermudah urusanku. “Silakan duduk, Nyonya,” ucap petugas penyidik sambil merentangkan tangan kanannya ke depan, menunjuk ke arah kursi kosong yang ada di samping Alea. “Madame, Tuan, Madame Lilia, bukan Nyonya,” protesku. Petugas polisi di depanku hanya tersenyum tipis mendengar ucapanku. “Apa yang terjadi? Kenapa rekan saya ada di sini pagi buta seperti ini?” lanjutku. “Hahhh… Saya sendiri tidak suka bekerja larut malam, Nyonya… maksudku Madame. Tapi wanita di depan saya membuat saya terpaksa harus bekerja lembur,” jawab petugas polisi itu. Aku terkekeh mendengar keluhan petugas kepolisian itu. Menurutku hal itu sangat lucu, mengingat ketika bekerja sebagai agen, tidak jarang ada beberapa agen yang mengeluh karena jam kerja mereka yang seperti neraka. “Hahaha, anda lucu sekali, Tuan. Baiklah, saya tidak terlalu suka berbasa basi. Kasus apa yang menjerat rekan saya? Apakah prostitusi? Ataukah narkoba?” Aku masih bisa tersenyum kali ini, aku menganggap apa yang terjadi pada Alea bukan urusanku secara langsung. Aku hanya membantu Zayn dan bawahannya keluar dari masalah ini untuk meningkatkan kepercayaannya padaku. Sejujurnya, aku justru menikmati ketika Zayn atau salah satu bawahannya sedang tertimpa masalah seperti ini. Karena aku menganggap, siksaan-siksaan kecil ini dapat sedikit membalas perbuatan mereka terhadap Max secara perlahan. “Bagaimana saya menjelaskan hal ini ya? Lebih baik anda mendengar itu dari orang yang bersangkutan, Madame.” Ucapan petugas polisi itu terlihat pasrah, ia sepertinya juga sedikit bingung dengan apa yang terjadi dengan Alea. “Baiklah, Alea, aku menunggu jawaban darimu.” Aku memiringkan badanku menghadap Alea sambil melipat tangan ke depan. Aku sangat yakin jika Alea sedang berulah kali ini. Aku masih sangat ingat, bagaimana perempuan ini menjadi orang yang sangat manja ketika berada di belakang Zayn. Sejak mengetahui sisi lain Alea aku jadi berpikir, kemungkinan suatu saat sikap manja dan merepotkan yang ia miliki akan membawanya ke dalam masalah. Inilah hasilnya, kali ini aku sangat yakin, Alea tersandung masalah karena ulahnya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD