PART 6 - Pertemuan Pertama

1831 Words
Kemarin adalah hari pertama Anna masuk ke sekolah barunya dan sekarang ia sudah menjadi bahan obrolan seisi sekolah. Entah siapa yang memulai, gosip bahwa Anna adalah anak seorang mantan p*****r sudah menyebar di sekolahnya. Semua mata memandangnya dengan tatapan tak asing - tatapan yang selalu Anna lihat ketika orang lain menatapnya. Seperti Anna adalah kotoran yang bahkan tidak berani mereka dekati. Anna tak pernah suka datang ke sekolah, tapi tempat itu adalah satu-satunya jalan untuk mengubah kehidupannya sekarang. Segerombolan laki-laki yang bersandar di halte depan sekolah bersiul ketika Anna lewat. Mereka mendengus bersamaan saat Anna berjalan melewati mereka tanpa terlihat terganggu. Salah satu orang - laki-laki dengan tindik di telinganya - menghalangi jalan Anna. Perempuan itu menghembuskan napasnya kesal. Menatap laki-laki di depannya dengan bosan. "Pergilah! Aku tidak mempunyai waktu untuk berurusan dengan anak sepertimu!" ucap Anna pelan sambil mempertahankan wajah datarnya. "Aku dengar kau tinggal di rumah bordil. Berapa hargamu?" tanya laki-laki di depannya. "Tutup mulutmu, Berengsek! Sampai kau mati pun, kau tidak akan mampu membayarku!" balas Anna dengan mata menyala. Laki-laki di depannya tertawa, lalu mencengkeram pergelangan tangan Anna dengan kuat. "Kau cukup berani untuk seorang p*****r kecil. Kau tak tahu siapa aku?" Anna mengangkat alisnya dengan menantang, "Memangnya siapa kau sampai aku harus mengenalmu? Meskipun kau anak presiden sekali pun, itu tak akan mengubah bahwa kau hanya laki-laki berengsek yang suka menganggu perempuan lemah." Tangan laki-laki di depannya sudah terangkat untuk menampar Anna, tapi berhenti ketika melihat mata Anna tidak berkedip di depannya. "Kau ternyata lebih menarik dari yang aku kira." Anna menyentak tangannya hingga terlepas dari cengkeraman laki-laki di depannya. "Aku anggap kau tidak sedang menggodaku karena kau bukan tipeku," ujar Anna. Dua laki-laki lain bergabung untuk menghalangi jalan Anna. Perempuan itu menatap jam tangan murahnya. Sepuluh menit lagi gerbang sekolahnya akan ditutup dan Anna tidak ingin membuat masalah apa pun di sekolah barunya. Namun, laki-laki bertindik yang Anna tebak sebagai pemimpin gerombolan itu terlihat tak ingin melepaskan Anna dengan mudah. Anna bersiap untuk berlari ketika sebuah mobil hitam mengkilap berhenti di hadapannya. Gerombolan laki-laki di depannya mundur dengan cepat, mereka meninggalkan Anna dan berlari masuk ke sekolah. Anna menghembuskan napasnya lega meskipun ia tidak tahu kenapa mereka terlihat ketakutan. Seorang laki-laki dengan seragam sekolah yang sama dengan Anna turun dari mobil di depannya. Seketika, bau citrus yang menenangkan menyerbu penciuman Anna. Perempuan itu tidak bergerak dari tempat berdirinya. Menatap laki-laki di depannya dengan tertarik. Laki-laki itu sangat tinggi dengan tubuh tegap dan kaki panjang. Rambutnya berwarna coklat, agak panjang sampai menyentuh leher bawahnya. Anna belum melihat wajahnya, tapi kehadiran laki-laki itu cukup membuat suasana di sekitarnya menjadi tenang - bisik-bisik orang yang melewatinya tidak terdengar lagi. Semua orang tidak berani membuka mulutnya di hadapan laki-laki itu. Laki-laki itu menutup pintu mobilnya lalu kaca pintunya terbuka kecil. Dari samping Anna melihat laki-laki itu memiliki hidung mancung dan rahang bak batu yang terpahat - kuat dan tegas. Entah kenapa Anna tidak bisa mengalihkan pandangan dari laki-laki itu. "Jam lima sore, Ayah akan menjemputmu, " kata seseorang di dalam mobil yang tidak bisa Anna lihat. Laki-laki itu mengangguk pelan. Anna melangkah mundur ketika laki-laki itu mulai berjalan di depannya. Anna mengikutinya dari belakang. Mereka bertemu banyak siswa di perjalanan ke kelas dan mereka semua terdiam ketika laki-laki itu lewat di depan mereka. Anna tidak lagi mendapatkan pandangan menghina dari gerombolan siswi kelas tiga yang berkumpul di depan kelas. Anna tidak lagi mendapat pandangan menggoda dari para siswa yang menongkrong di lapangan basket. Semuanya begitu sunyi - seperti tidak ada yang memperhatikan Anna lagi - dan Anna sangat menyukainya perasaan itu. Laki-laki yang berjalan di depannya ini memiliki kekuatan untuk semua orang bungkam dan membawa ketenangan untuk kehidupan Anna. Anna terus mengikutinya dan untuk pertama kalinya sejak ia lahir, Anna tersenyum ketika melihat laki-laki itu masuk ke kelas yang sama dengannya. Anna memang belum melihat teman sekelasnya karena kemarin ia hanya diizinkan berkeliling sekolah. Namun, ia dapat merasakan suasana kelas itu berbeda dari kelas yang lain. Semua orang tampak berhati-hati dan tak ada yang berani menganggu Anna. Di dekat laki-laki itu, Anna seperti tak terlihat dan ia senang akan hal itu. Laki-laki itu duduk di kursi belakang dekat jendela. Anna ingin duduk di sebelahnya - di tempat yang sedekat mungkin dengannya. Namun, sebuah tas hitam sudah bertengger di meja sebelah laki-laki itu. Anna akhirnya duduk di kursi yang lumayan jauh dari laki-laki itu. Anna berencana untuk datang lebih pagi agar bisa duduk di samping laki-laki itu besok. Kelas sudah penuh, tapi tak terdengar suara berisik seperti kelas-kelas lain yang pernah Anna lihat. Bahkan Anna mendengar suara teriakan dari kelas sebelah, tapi kelasnya begitu sunyi. Anna hanya mendengar dua perempuan di depannya yang berbisik-bisik dengan wajah ketakutan. "Aku tak menyangka kita satu kelas dengannya lagi," kata seorang siswi berambut keriting dan berkacamata yang memakai sweater biru di luar seragamnya. Anna mencondongkan tubuhnya ke depan, berharap mendengar suara mereka lebih jelas. "Benar. Satu kelas dengannya di kelas sepuluh saja membuatku ketakutan sampai sekarang. Kenapa mereka masih mengizinkan Renan sekolah di sini? Aku pikir ia akan dikeluarkan setelah kejadian satu tahun yang lalu." Nama laki-laki itu adalah Renan. Anna mengucapkan nama itu berkali-kali sambil menatap laki-laki yang menghadap jendela dengan earphone di telinganya itu. Anna kembali fokus pada dua perempuan di depannya yang masih asik membahas Renan. "Kau tak tahu dia anak keluarga Zahard? Dia anak pemilik perusahaan furnitur terbesar di negera ini, Ren. Ayahnya menyumbang uang untuk membangun gimnasium dan kolam renang di sekolah kita. Tentu saja pihak sekolah tidak berani menyentuhnya." "Tapi tetap saja, Renan hampir membunuh Orwel saat itu. Jika tidak ada Pak Bram yang datang melerai, Renan tidak akan berhenti. Melihat tatapannya waktu itu, aku yakin Renan tidak akan berhenti sampai Orwel mati. Orwel masuk rumah sakit selama tiga bulan, tulung rusuknya patah. Aku terus merinding ketika mengingat hal itu. Bagaimana bisa ia melakukan itu hanya karena Orwel merusak MP3 player-nya?" "Semua orang tahu dia psikopat. Dia tidak bisa merasakan apapun. Dia tidak pernah merasa takut atau bersalah untuk menyakiti orang." "Awalnya kukira itu hanya rumor, tapi melihatnya langsung membuatku yakin Renan benar-benar psikopat gila. Dia tidak memiliki perasaan! Laki-laki gila!" Perempuan berambut keriting yang Anna tahu bernama Rena itu mengatakannya cukup keras hingga seluruh siswa di kelas yang sepi itu mendengarnya. Dona- perempuan berambut pendek lurus dengan tahi lalat di di pipinya - memukul kepala Rena dengan kasar. "Kecilkan suaramu, Bodoh! Kau ingin mati? Bagaimana kalau Renan mendengarnya?" bisik Dona yang masih di dengar Anna. "Dia tidak akan mendengar. Lihatlah! Dia selalu mendengarkan isi MP3 player-nya itu. Aku sungguh penasaran sebenarnya apa isinya hingga dia semarah itu ketika Orwel merusaknya." "Aku akan mengatakan ini padamu." "Apa?" tanya Rena penasaran. Dona mendekatkan wajahnya ke telinga Rena. Suara mereka semakin kecil hingga Anna harus mencondongkan wajahnya lebih jauh lagi untuk mendengar cerita Dona. "Aku mendengar ini dari pelayan di keluarga Zahard. Ada gosip bahwa ayah Renan menyimpan mayat perempuan di ruang bawah tanah rumahnya. Katanya, Ayah Renan adalah pembunuh berantai yang suka membunuh perempuan secara acak. Renan mengetahui itu dan ia suka merekam suara teriakan korban ayahnya sebelum meninggal. Dan laki-laki gila itu menyimpannya di MP3 player-nya dan mendengarkannya setiap waktu. Karena itulah dia begitu murka ketika Orwel merusaknya." Rena mendorong tubuh Dona menjauhinya setelah cerita itu selesai. Perempuan itu terlihat percaya dengan cerita Dona dan sekarang sedang melirik Renan dengan wajah ketakutan. Anna melihat wajahnya menjadi pucat dan beberapa peluh membasahi pelipisnya. Sudut bibir Anna tertarik sedikit melihat reaksi Rena. Apa perempuan itu benar-benar mempercayai cerita konyol itu? Anna tak habis pikir. Anna membalikkan tubuhnya untuk melihat Renan yang masih menatap ke luar jendela. Bagaimana bisa cerita menakutkan itu berasal dari laki-laki yang tampak sempurna sepertinya? Anna selalu iri dengan anak yang terlihat dengan kekayaan. Terlahir dari keluarga kaya artinya mereka tak perlu melakukan usaha apapun agar mereka tetap hidup. Hidup yang Anna maksud bukan hidup dengan bernapas saja, tapi hidup dengan benar. Hidup tanpa dipandang rendah oleh orang lain. Hidup tanpa harus khawatir tentang apa yang akan ia makan besok. Hidup tanpa khawatir dengan ibu yang selalu memikirkan dirinya sendiri. Hidup tanpa khawatir dengan ayah tirinya yang bisa kapan saja melecehkannya. Meskipun ada dari mereka yang tidak beruntung dengan keluarga yang mereka miliki, tapi anak yang terlahir kaya bisa memiliki apapun dengan mudah - ponsel mahal, pakaian, makanan, bahkan barang-barang yang tak berguna sekali pun. Beberapa orang yang terlahir dengan kekayaan memang melakukan usaha dari dirinya sendiri, tapi mereka memiliki alternatif. Mereka selalu memiliki pilihan. Jika mereka gagal, ada pilihan lain yang selalu bisa mereka tempuh dan itu tidak berlaku bagi anak yang terlahir miskin seperti Anna. Tidak ada alternatif bagi Anna. Karena ia tidak memiliki uang untuk melindunginya dan keluarga untuk menjaganya. Karena itu, Anna harus membuat alternatifnya sendiri. Seseorang yang bisa melindungi Anna dengan uangnya dan menjaga Anna seperti pengganti keluarganya. Anna kembali memikirkan permintaan ibunya kemarin. Ibunya tidak akan membiayai Anna hingga kuliah. Anna harus menemukan caranya sendiri untuk meraih cita-citanya. Kalau Anna harus mendekati laki-laki kaya untuk memanfaatkannya, maka setidaknya Anna akan memilih laki-laki yang ia sukai. Renan. Laki-laki itu adalah apa yang Anna inginkan. Renan lahir dari keluarga kaya. Dia tampan dan tinggi. Laki-laki itu tampak penyendiri - suatu kelebihan karena Anna tidak ingin berurusan dengan teman-temannya yang bisa merepotkan. Dan yang paling penting, Renan adalah anak yang ditakuti di sekolah ini. Anna butuh seseorang yang kuat dan Renan adalah orang yang tepat. Anna tak berhenti menatap Renan hingga guru masuk ke kelas mereka. Collina, guru pelajaran ekonomi di kelasnya datang dengan buku tebal lalu duduk di meja guru. Sepanjang kelas ekonomi pagi itu, Anna tidak bisa fokus. Anna sibuk berpikir bagaimana ia bisa mendekati Renan tanpa terkesan direncanakan. Laki-laki itu begitu pendiam dan penyendiri, kalau Anna tiba-tiba mendekatinya, mungkin Renan akan curiga Anna menginginkan sesuatu. "Tugas membuat paper kali ini dikerjakan dua orang. Ibu akan membagi kelompoknya sekarang juga. Siapapun yang menjadi teman kelompok kalian nanti, kalian tidak boleh memprotesnya. Ibu akan menyebutkan nama-nama kalian, mulai dari absen satu." Anna memainkan pensilnya, kemungkinannya sangat kecil ia bisa satu kelompok dengan Renan. Namun jika memang terjadi, itu akan menjadi keberuntungan Anna yang pertama seumur hidupnya. "Annastasia Elaine-" Tubuh Anna menegang ketika Collina memanggil namanya. "- dan Arie Renansio Zahard." Anna hampir menjatuhkan pensilnya ketika mendengar nama Renan. Anna berbalik untuk melihat ekspresi Renan. Anna menebak mungkin Renan akan bingung mendengar ia dipasangkan dengan nama asing di kelasnya karena Anna belum sempat berkenalan dengan resmi di kelas itu. Tapi nyatanya, tak ada ekspresi apapun yang terlihat dari wajah Renan. Wajahnya masih sama, laki-laki itu tampak tak tertarik dengan apapun di sekitarnya. Bukankah harusnya ia bertanya-tanya siapa pasangan kelompoknya itu? Renan begitu tenang tapi itu tak meluruhkan senyum Anna. Hari ini, laki-laki itu telah membuat Anna mendapatkan senyum dan keberuntungan pertamanya sejak lahir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD