2. Para Monster

1363 Words
Sejak kecil aku tidak pernah takut akan ‘monster’. Bukannya aku tidak percaya bahwa monster tidak ada. Aku tahu mereka ada, hanya monsterku bukanlah monster seperti yang di takuti kebanyakan anak seusiaku. Monsterku tidak hidup di dalam lemari gelap, atau di bawah ranjang. Monsterku tidak berwarna biru atau ungu. Malahan monsterku tidak suka warna ungu. Tapi itu tidak mengurangi keinginannya untuk meninggalkan lebam berwarna ungu disekujur tubuhku. Monsterku tidak mempunyai cakar yang tajam, tapi monsterku mampu meninggalkan bekas luka memanjang di punggungku oleh pisau yang di milikinya. Monsterku tidak menakutiku setelah aku terlelap. Tidak, monsterku menungguku ketika aku pulang. Tapi aku berhasil mengusir monsterku seperti kebanyakan anak ketika beranjak dewasa. Aku meninggalkannya ketika aku kabur dari rumah. *** Aku berdiri di depan kamar di lantai 2 itu merapikan rambutku sekali lagi sebelum mengetuk pintu kamar. Suara langkah terdengar dari balik pintu diikuti oleh terbukanya pintu kamar. Ken Norman mengembangkan senyumnya melihatku dan mempersilahkan aku masuk. “Hai Daddy..!!” sapaku dengan suara seceria anak SD melihat truk es krim lewat. “Hai Princess, kau terlihat mempesona seperti biasa” jawabnya menatap badanku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ken memiliki postur tubuh yang cukup tinggi dengan perut buncit. Berumur sekitar 40 an, pria itu sepertinya belum memiliki istri dan anak seperti langga*nanku yang lain. Aku menyimpulkan demikian karena tidak ada kesan grusa grusu dari pria itu ketika mengencaniku seperti yang dilakukan oleh pria beristri. Ken benar benar meluangkan waktunya untuk menikmatiku dengan peran yang kami mainkan. “Kau pasti lelah setelah seharian pergi, Princess. Bagaimana kalau kau lepas jaketmu dan rebahan di ranjang?” usulnya sambil nyengir. Aku berjalan masuk ke dalam kamar hotel yang terang benderang. Tampak sebuah jendela dengan gorden terbuka lebar di satu sisi. Berada di lantai 2 aku yakin dengan sedikit usaha, orang di gedung sebelah yang menjulang tinggi bisa melihat semua kegiatan yang kami lakukan di dalam kamar. Nampaknya hal itu tidak terlalu mengganggu Ken yang sepertinya semakin terangsang ketika ada kemungkinan orang lain mengintip pertemuannya denganku. Sudah beberapa kali pria itu sengaja membiarkan jendela terbuka lebar lebar ketika meniduriku. Tidak begitu peduli dengan adanya pengintip, aku meletakkan tas yang kubawa diatas meja kecil di sisi ranjang, dan melepaskan jaketku. Dengan sedikit menggeliat, berakting kelelahan aku merebahkan tubuhku yang hanya berbalut lingerie tipis berwarna pink dan celana dalam. Kucari posisi paling merangsang yang ada di kepalaku dan memutuskan untuk tidur miring dengan kaki seperti memeluk guling, p****t agak menungging memperlihatkan seluruh bagian badan ku yang pasti diinginkannya. Aku memejamkan mata sambil berkata dengan suara kekanak kanakan, “Aku lelah sekali, Daddy. Ayo temani aku tidur donk.” Bisa kudengar suara nafas Ken yang mulai terengah engah kegirangan sambil menarik lepas baju yang di pakainya. Tak lama bisa kurasakan tubuh telanjangnya menempel ke punggungku dan tangannya memelukku dari belakang. Jemarinya yang semula hanya mengelus lenganku kini mulai menggerayangi paha dan pantatku. “Ohhhh..Daddy. Apa yang kau lakukan?” tanyaku pura pura kaget. Aku membalikkan badan menatapnya dengan wajah ketakutan yang dibuat buat sementara membiarkan pria itu semakin liar dalam menggerayangi tubuhku. Satu tangannya meremas pantatku, sementara tangan yang lain bergerak ke arah dadaku. Menarik lingerie yang ku pakai turun ke bawah. Memamerkan payudaraku yang berukuran kecil tapi cukup kencang. “Oh..Baby, kau membuat Daddy sangat ber*gairah saat ini. Jadilah anak yang baik dan menurut. Angkat tanganmu ke atas.” Perintahnya. “Tapi, Daddy.. apa yang akan kau lakukan padaku? Aku belum pernah disentuh oleh siapapun selain oleh Daddy.” Pura pura takut ku tutupi payudaraku dengan kedua tanganku. “Sudah..jangan membantah!” bisik Ken semakin terbawa oleh aktingku. Aku menurut dan membiarkan pria itu menarik lenganku ke atas sementara lidahnya bergerilya menjilati seluruh tubuhku. Meninggalkan jejak masam dari ludahnya di payudaraku.  Aku melenguh pura pura menikmati rangsangannya sambil berpikir bahwa mungkin aku bisa pindah profesi sebagai aktris karena pintarnya aku berakting. Sesekali kuselipkan kata kata seperti, “Jangan Daddy…” atau “Ahh, sakit Daddy..” atau “Stop, Daddy!” untuk menyemangati uasaha nya. “Ah..princess, buka kakimu lebih lebar untuk Daddy donk.” Pintanya sambil mengambil posisi di sela pahaku bersiap untuk memasukiku. Aku bahkan berpura pura berteriak kesakitan ketika Ken akhirnya menyodokkan tubuhnya ke dalamku. Dua jam kemudian aku sudah mengenakan jaketku dan duduk menghitung uang di dalam amplop putih yang disodorkannya padaku. Aku memiliki sebuah aturan untuk tidak menerima bookingan yang mengharuskanku untuk menginap sejak penyekapan yang dilakukan salah satu mantan langg*ananku sekitar setahun yang lalu. Menginap membuatku lebih rentan untuk dilecehkan karena mereka memiliki waktu yang lebih lama bersamaku. Bobby baru sadar apa yang terjadi padaku keesokan harinya ketika mencariku ke kamar karena aku belum juga muncul keloby sesuai kencan. Menemukanku dalam keadaan terikat di ranjang, berdarah dan babak belur membuatnya setuju untuk memberikan langg*anan jam kencan maksimum 3 jam bersamaku sebelum dia datang mendobrak pintu depan. Ken duduk di atas ranjang masih telanjang memperhatikanku masih dengan teliti menghitung isi amplop. “Sepuluh juta sesuai kesepakatan, princess. Semua lengkap, jangan khawatir.” Aku tertawa ringan, “Aku tahu, Daddy.. Hanya saja bosku selalu memintaku untuk memeriksa dengan hati hati. Aku tidak ingin dihukumnya, bila sampai ada kesalahan.” dalihku agar tidak menyinggung nya. “Apakah dia memukul pantatmu sebagai hukuman?” Aku memasukkan amplop ke dalam tasku sebelum menunduk dan merangkak ke arah Ken sambil berbisik, “Ohh lebih parah, Daddy. Dia suka membiarkanku diluar seharian tanpa pakaian..sehelaipun..” Aku yakin bisikanku akan membuatnya menjadwalkan bookingan berikutnya karena dia lalu berucap, “Hmm..mungkin aku akan melakukan hal yang sama padamu.” Aku tertawa cekikikan sebelum menegakkan badanku dan mulai berjalan keluar. “Heii Krystal!” panggilnya mendadak ketika aku hendak membuka pintu depan. “Hmm?? Yes Daddy” jawabku melongok kearahnya. “Kau  pintar sekali dalam merayu, benar benar paham apa yang aku inginkan. Bagaimana kalau aku memberimu sebuah tantangan? Akan kubayar uang jauh lebih banyak dari yang kau terima sebulan berkerja setiap hari pun.” ucapnya dengan senyuman aneh. Aku tertarik mendengarnya. Jujur saja keuanganku tidaklah se glamour yang dikira kebanyakan orang. Orang awam banyak mengira menjadi prostitusi adalah pekerjaan yang mudah, sekali nungging dapet uang banyak, kata mereka. Tapi mereka lupa bahwa uang itu tidaklah semuanya untukku. Aku  harus membaginya dengan Bobby yang sudah menjaga dan menjadwalkan langg*ananku, belum lagi untuk membeli baju baju dan lingerie sexy yang aku butuhkan untuk melengkapi fantasi langg*ananku yang berbeda beda, uang sewa apartemen, pemeriksaan rutin ke dokter kandungan, pil kb/ IUD, kondom, makeup, perawatan wajah dan biaya bulanan yang harus kukirim untuk ibu dan adik tiriku. Sebenci bencinya aku dengan ibu tiriku, aku sayang sekali pada Riri, adik tiriku. Seratus persen memiliki watak ayahku, Riri adalah titisan malaikat bercahaya yang selalu meyakinkanku bahwa masih ada orang baik di dunia ini. “Tantangan apa Daddy?” tanyaku. Pria itu duduk tegak diranjang sebelum meneruskan, “Aku bekerja untuk perusahaan teknologi terkemuka di negara ini, Neocyber. Entah kau pernah mendengarnya atau tidak.” Aku hanya menatap wajahnya berlagak bego walau dalam hati aku tahu dengan jelas bahwa Neocyber adalah perusahaan penting yang menyokong berbagai industri besar di negara ini, mulai dari makanan, pakaian, hingga militer memakai program komputer yang diciptakan Neocyber. “Bosku yang terkenal gila kerja dan masih single sedang mengembangkan teknologi baru yang mungkin akan merubah cara kita berkomunikasi. Aku ingin kau mendekatinya dan mengupload sebuah program ke komputernya. Sebuah virus. Jika aku bisa mencari tahu program apa yang sedang dikerjakannya, aku bisa menjual idenya ke perusahaan saingan. Bayangkan berapa banyak uang yang bisa kuhasilkan.” Ken menatapku berusaha menebak pikiranku tanpa berhasil karena dia lalu melanjutkan, “Pokoknya, kau berusahalah mengencaninya. Pria itu menyimpan setiap program yang masih dirahasiakannya di rumahnya. Bila kau berhasil memasukkan virus ke komputernya, aku akan bisa mendapatkan akses ke komputernya dan aku akan memberimu setengah milyar. Bagaimana menurutmu?” Aku terbelalak. Rp500juta adalah uang yang banyak bagiku. Terbayang apa saja yang bisa kudapat dengan uang itu. Aku akan bisa menyokong uang kuliah Riri hingga lulus di universitas manapun yang dimauinya. Aku mendudukkan badanku kembali ke atas ranjang sebelum mengirimkan text ke Bobby memberitahunya aku akan sedikit terlambat keluar tapi aku baik baik saja. “Ok, aku tertarik. Bisakah kau jelaskan lebih lanjut, Daddy?” *** Jangan lupa follow author dan tekan hati ungu di cerita ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD