Dilabrak Elang

862 Words
Matahari semakin tergelincir ke barat, sementara dua orang itu sama sekali tidak beranjak di tempatnya. "Kak, makasih ya. Udah nolongin aku waktu masuk ke kolam renang," tutur Sabina setelah keterdiaman mereka beberapa saat akibat perlakuan Wiliam yang mengacak-acak rambut Sabina tanpa izin. "Gak usah bilang makasih. Lagian, kenapa kamu bisa jatuh?" tanya Wiliam cukup penasaran. Menghela napasnya, ia bukan tipe gadis pelapor, akhirnya ia memilih untuk menjawabnya dengan kebohongan. "Kepleset, Kak," jawab Sabina sambil terkikik geli, seolah menertawai ulahnya sendiri. Tatapan mereka bertemu ketika Wiliam juga menoleh. "Lain kali hati-hati, ya." Sabina mengangguk. Sementara itu, di lain tempat. Elang terus memperhatikan dua orang yang saling berinteraksi itu lewat jendela kamarnya. Ia, tidak cemburu pada kedekatan dua orang itu sama sekali tidak ada api yang membara-bara. Tapi rasa marah, menyerbu hatinya. Terkhusus kemarahannya itu tertuju pada Sabina, semua orang sepertinya ingin gadis itu curi hatinya. Termasuk kakaknya yang sudah punya istri. Meski tidak akrab dengan Wiliam, tapi, Elang tidak akan pernah rela kakanya itu digoda oleh gadis seperti Sabina. Dua tangan melingkar manja di lehernya. "Sayang, kamu lihatin mereka terus. Cemburu?" tanya Clarista sambil mendekatkan pipinya pada pipi Elang. Elang melepas tangan Clarista dari lehernya. "Gak," jawab Elang singkat. Berlalu menuju ranjangnya dan merebahkan diri. Clarista mengikutinya. "Bagus deh." Lalu duduk di samping suaminya itu. "Setelah dua bulan pernikahan, aku harap kamu cerain Sabina," pinta Clarista selalu dengan intonasi manja. Cowok manapun pasti akan tergoda dan luluh. "Aku harus nunggu persetujuan Mama." Elang menjawab dengan mata terpejam. Memainkan satu tangan Elang, Clarista memperhatikan wajah suaminya. "Kenapa harus izin Mama terus!" kesal Clarista menyentak tangan Elang keras-keras. Hal itu membuat Elang membuka mata dan bangkit, menatap Clarista yang cemberut dalam diam. Dengan tiba-tiba, Elang meraih kepala gadis itu, lalu mendekapnya. "Maafin, aku. Aku gak bisa berbuat banyak," ujar Elang merasa bersalah. Titik terlemahnya, ketika permintaan Clarista sulit untuk dipenuhi. Elang tidak mungkin menceraikan Sabina, sedangkan gadis itu adalah alasan dirinya masih diterima di rumah ini. Clarista mendongak, menatap Elang manja. "Harusnya kamu tau, apa yang gak aku suka. Dan, harusnya kamu bisa nurutin apapun kemauan aku," tutur Clarista sesaat kembali menyembunyikan kepalanya di dekapan Elang. Menghela napas, Elang tidak menjawab perkataan Clarista. Menatap keluar jendela, mengamati langit yang mulai menggelap. Dua orang yang berada di sana pun, sudah mulai beranjak. Dengan tawa sesekali mengiringi langkah keduanya. Bersamaan itu pula, jemari Elang terkepal kuat-kuat. Matanya memang teduh, tapi tetap memberikan kilatan menakutkan bagi siapa saja yang melihat. *** Hari melesat begitu cepat di kota ini. Sabina mengistirahatkan dirinya dengan belajar. Meski proses belajar mengajar di sekolah belum di mulai. Setidaknya, beberapa materi pelajaran harus ia kuasai lebih dulu. Agar semuanya mudah. Sabina menghela napas, lalu menyandarkan punggungnya di punggung kursi. Di meja belajarnya sudah ada laptop, buku paket, buku tulis dan segala antek-anteknya. Sabina segera membuka buku paket pelajaran matematika. Ia cukup suka dengan pelajaran itu. Kepalanya bertopang pada kedua tangannya, membaca dan mencoba memahami rumus-rumus tentang limit dan sebagainya. Ternyata belajar beberapa puluh menit, membuat mata Sabina mulai mengantuk. Segera Sabina menutup buku yang dibacanya. Sayang seribu sayang, ketukan pintu dengan tidak sabaran membuatnya segera menuju pintu dengan mengernyit. "Sebentar," ujarnya. Sabina mematung di tempat setelah pintu di depannya terbuka dan menampilkan Elang yang menatapnya penuh murka. Dengan tiba-tiba, Elang mendorong Sabina dan membuatnya mundur beberapa langkah. Elang mencengkeram pipi Sabina dengan jari tangannya dan menyudutkan gadis itu ke tembok. "Jangan, deketin Kak Wiliam!" ucap Elang penuh penekanan disetiap katanya. Bahkan matanya terlihat berkilat karena amarah. Rahangnya yang tegas itu semakin dibuat tegas karenanya. Belum lagi, gigi Elang yang bertautan hingga menimbulkan bunyi gemelutuk. "Sakit!" Sabina menyentak tangan Elang, cengkeraman cowok itu tidak bisa terlepas. Semakin menekan jari-jarinya pada pipi Sabina, Elang menatap diam dengan tatapan tajam. "Sakit ...," lirih Sabina lagi, ia menatap Elang penuh permohonan. "Gue gak akan biarin lo deketin kakak gue!" Elang berujar dengan kepala mendekat pada Sabina, berbisik tapi penuh penekanan. "Jalang!" bentak Elang setelah melepas kasar tangannya hingga Sabina sedikit tersentak. "Lo gak akan tenang!" ancam Elang lalu meninggalkan kamar Sabina, begitu saja. Sabina terduduk di lantai, bersimpuh setelah kepergian Elang. Matanya beribu-ribu kali meneteskan air mata hingga membasuhi pipi. Sabina merasa hatinya hancur, Elang mengatainya dengan kalimat yang sungguh menyesakkan hatinya. Sungguh, ia tak habis pikir, kenapa Elang bisa mengatainya seperti itu. Pipinya sakit, tapi hatinya lebih sakit dari itu. Padahal, niatan untuk mendekati Kak Wiliam tidak pernah ada dipikirannya. Tidak pernah terniatkan sebelumnya. Ia hanya ingin hubungan kakak dan adik ipar berjalan sebagai mana mestinya. Lagi pula, tidak bolehkah ia sekedar bercengkerama dengan Kak Wiliam? Sabina yakin, Elang pasti melihat interaksinya bersama Kak Wiliam di taman belakang rumah. Tapi, mengapa cowok itu marah padanya? Apa alasannya?! Apa Elang cemburu? Itu tidaklah mungkin. Sabina mencoba bangkit, lalu melangkah mendekat ke ranjangnya. Memegang pipi yang tadi sempat dicengkeram kuat oleh Elang. Ia yakin, ini pasti akan meninggalkan bekas. Tulang pipinya seakan sakit juga karena itu. Menghembuskan napasnya, isakan kecilnya sudah tidak terdengar. Sudah berhenti, Sabina segera mengusap pipinya. Mendekat pada kaca, ia memperhatikan pipinya. Masih merah. Disentuh pelan saja, rasanya sakit. Ini pasti akan memar, lalu besok bagaimana ia menyembunyikannya dari Bu Erika? Pasti wanita itu akan melihat ini. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD