Pertemuan tak terduga

1522 Words
Jelas Axel bukanlah orang biasa, terlihat dari bagaimana banyaknya orang yang datang ke acara peresmian hotelnya, terlebih lagi orang-orang yang berada disana bisa dikategorikan golongan atas. Ara hanya terdiam sembari meneguk minuman yang hanya tinggal seperempat di dalam gelasnya. Sesekali ia tersenyum ketika matanya tak sengaja beradu pandang dengan orang-orang yang ada disana. Toh, Adrian yang datang bersamanya bukanlah orang asing, membuat orang-orang yang melewati Ara terutama teman satu alumni Adrian, melempar senyum. Alesha yang menyadari Adrian pergi meninggalkan Ara, perlahan melangkah mendekati Ara. “Bagaimana kabarmu?” Tanya Alesha. Sebuah pertanyaan yang menurut Ara sangatlah tidak penting. “Seperti yang kamu lihat” Jawab Ara cuek. Hanya dengan pertanyaan santai seperti itu saja, Ara mulai kesal pada Alesha. Bukan dikatakan ‘mulai’ karena pada sejatinya, rasa kesal yang hadir di hatinya semenjak temannya itu merebut kekasihnya seminggu yang lalu, masih belum selesai. “Kamu hebat, bisa bertemu dengan orang seperti Adrian dan sekarang...” “Terimakasih” Kata Ara yang memotong ucapan Alesha. Senyum smirik berhias di bibirnya. “Te-terimakasih?” Tanya Alesha kebingungan. “Terimakasih karena telah merebut Revano dariku, karena kamu aku jadi bisa bertemu dengan orang hebat seperti Adrian” Alesha terkejut mendengar ucapan Ara, seperti sebuah anak panah yang ditembakkan tepat di hatinya, ada pedih yang terkandung di ucapan wanita yang sudah ia rebut kekasihnya seminggu yang lalu. “Kalau aku tahu akan jadi seperti ini, aku pasti tidak akan marah sama kamu malam itu. Aku akan..”... Kehadiran Revano dengan segelas air berwarna merah di tangannya, membuat Ara tidak lagi melanjutkan ucapannya. Ara kembali memutar tubuhnya mengeyampingi Ara. “A-ara.. Bagaimana kabarmu?” Ada perasaan meluap-luap yang membutuhkan pelampiasan tengah menyerbu Ara saat ini. Bagaimana bisa mantan kekasihnya itu bertanya kabarnya, bukankah harusnya dia tahu bahwa hatinya masih saja remuk saat ini setelah apa yang dia berikan pada Ara. Ara berbalik menatap Revano sejenak, memperlihatkan senyumnya yang manis, meskipun itu palsu. “Baik” Jawab Ara singkat. Ekspresi yang sedang Revano perlihatkan saat ini, begitu sulit ditebak oleh Ara, meski jelas bahwa itu adalah wajah dari seseorang yang tengah menyesal. “Syukurlah, aku berharap kamu selalu baik-baik saja” “Tentu, laki-laki yang bersamaku sekarang, tahu bagaimana cara memperlakukan wanitanya” Jawab Ara dengan senyum smiriknya, seolah memamerkan kehidupannya yang lebih bahagia saat ini. Meski hatinya masih berkecamuk setiap kali mengingat apa yang telah Revano lakukan padanya. “A-ara.. Maafkan aku.. Aku..” “Tidak apa” Jawab Ara. Ia melirik Alesha yang sudah memasang wajah tak senang di samping Revano. Jelas saja wanita itu tengah kesal melihat kekasihnya memperlihatkan wajah bersalah di depan mantannya. “Aku tidak bermaksud..” “Revano..” Lagi-lagi Ara memotong perkataan Revano. “Aku baik-baik saja sekarang, jadi tidak perlu meminta maaf. Kamu tahu, aku bahagia sekarang jadi harusnya aku berterimakasih padamu bukan? Karena sudah mencampakkanku sampai aku bertemu dengan orang hebat seperti Adrian” Revano terdiam, sedang wajah Alesha yang berdiri di sampingnya sudah memerah karena kesal. “Kamu.. Bagaimana bisa bertemu dengan Adrian?” “Eh?” Sebuah pertanyaan yang tidak pernah Ara sangka-sangka akan dia dapatkan dari Revano. Jangankan pertanyaan itu, ia bahkan tidak menyangka akan bertemu dengan Revano secepat ini dan harus menggunakan kerja samanya dengan Adrian secepat ini. Hal yang membuatnya tidak memiliki persiapan untuk mengatur rencana perihal apa yang akan dia jawabkan ketika Revano bertanya. Ara terdiam sejenak, bingung dan tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan dari Revano. Tidak ada skenario yang dia susun sebelumnya untuk bercerita perihal seperti apa awal mula ia bertemu Adrian. “Kita putus seminggu yang lalu, dan sekarang kamu sudah bersama Adrian. Bisa secepat itu? Bagaimana kalian bisa berkenalan” Ara mengalihkan pandangannya yang sebelumnya terkunci oleh tatapan Revano, dia akan ketahuan jika mata mereka terus terpaut. “Aku mengejarnya” Ara menoleh, tiba-tiba saja Adrian datang menjawab pertanyaan dari Revano. “Aku sudah lama mengejarnya, tapi karena aku tahu dia punya pacar jadi aku tidak melangkah lebih jauh. Tapi..” Adrian menatap Ara sejenak, memperlihatkan senyumnya yang manis. “Saat aku tahu dia putus sama pacarnya, aku tidak berpikir dua kali lagi untuk meminta dia jadi perempuanku” Lanjut Adrian mengalihkan pandangannya dari Ara dan berbalik memandangi Revano. Pastinya senyumannya masih tidak luput dari bibirnya. “O-oh.. Begitu” “Ara bilang, kamu kenalannya. Tapi pertanyaanmu sedikit..” “Kenalan yang lebih dekat” Jawab Revano. Mengalihkan pertanyaan Adrian, sebelum Adrian bertanya lebih lanjut. Ara hanya mengangguk setuju dengan jawaban Revano, rasanya ia belum siap untuk berakting lebih lanjut sebagai pasangan Adrian di depan Revano. Balas dendam yang dia inginkan, bukan seperti ini. Saat ini ia betul-betul tidak memiliki persiapan. “Melihat kamu yang bertanya seperti itu, aku pikir kamu mengenal mantan Ara sebelumnya” Revano hanya mengangguk, berusaha memperlihatkan senyum yang jelas sangat terpaksa. “Apa aku bisa minta tolong?” Alis tebal yang berhias dengan dahi yang mulus milik Revano, berkerut. “Minta tolong apa?” “Sampaikan ucapan terimakasihku pada mantan Ara. Terimakasih karena telah melepas wanitanya, yang akhirnya membuat aku bisa melangkah dan memilikinya sekarang. Ya, sebenarnya aku berpikir, bagaimana bisa dia melepaskan berlian seperti Ara” Revano berbalik menatap Ara dengan senyuman manisnya, sedang Ara sudah sedari tadi menatap Adrian dengan ekspresi terkejut. Seperti sebuah sembelih yang yang tengah menerkam Revano, kata-kata Adrian begitu menyakitkan baginya. Perlahan, rasa penyesalan mulai muncul, membuat Revano terus melirik Ara yang berdiri di samping Adrian dengan tangannya yang sudah di genggam erat oleh Adrian. “Kamu bisa menyampaikan pesanku, kan?” Tanya Adrian. Revano mengangguk pelan sembari tersenyum. “Terimakasih” Tidak ada jawaban dari Revano, ia hanya mengangguk. Bibirnya kini terkunci, membuatnya terlihat bodoh di depan Adrian. “Sayang, apa kamu sudah makan?” Adrian terus memerankan perannya sebagai pacar yang baik. “Atau mau dinner sepulang dari sini nanti?” Ara masih saja terkejut, dan sedikit kebingungan merespon Adrian. “Jadi..”... “Aku mau mencoba makanan disini” Potong Ara. Hanya satu dipikirannya sekarang, menenangkan diri dengan menjauh dari Revano. “Ayo..” Adrian yang sedari tadi menggenggam tangan Ara, memindahkan tangannya ke pundak wanita yang lebih pendek darinya itu. menarik Ara sedikit pelan sehingga menjadi lebih dekat dengannya. Jelas saja posisi seperti itu membuat keduanya berjalan dengan sulit. Namun demi mendalami perannya, Adrian tidak masalah jika langkahnya akan sedikit repot. Perlakuan Adrian jelas tidak lepas dari tatapan Revano. Bukan tatapan biasa, seperti yang harus seorang mantan perlihatkan, tapi tatapan sedih yang memperlihatkan Revano yang sepertinya tengah menyesal saat ini. Bukan hanya Revano, beberapa orang disana juga menjadikan Adrian dan Ara sebagai pusat perhatiannya. Ya, keduanya memang sangat menarik perhatian sekarang, seolah pesta yang begitu meriah itu diadakan untuk mereka. Terlebih lagi, Adrian yang sebelumnya tidak pernah sekalipun terlihat bersama wanita oleh teman-temannya. ***** Ara menikmati indahnya pemandangan malam dengan bantuan cahaya lampu yang bertengger di tepi jalan, dan juga tentunya sang bulan yang terang diatas sana. Ombak yang saling berkejaran, menambah riuhnya malam pada kota yang tetap sibuk meski siang sudah berganti malam. Walau jarak Ara saat ini termasuk jauh dari jalan raya, namun tetap saja riuh kendaraan masih bisa terdengar. Ara dan Adrian memutuskan untuk berhenti sejenak di tepi pantai yang berada tidak jauh dari pusat kota. Keduanya memiliki sesuatu untuk dibahas, membuat mereka memutuskan untuk berhenti sejenak sebelum Adrian mengantar Ara pulang. Adrian menyodorkan sebuah botol minuman yang sebelumnya ia beli ketika Ara menikmati pemandangan malam seorang diri. “Kamu tidak kedinginan disini?” Tanya Adrian, ketika merasakan angin malam menerpanya, juga melihat gaun yang digunakan Ara tidak memiliki lengan sehingga sangat mudah di tembus oleh rasa dingin. Ara berbalik, tersenyum kecil dan menggeleng. Meski tangannya sudah saling terpaut mencoba memberi kehangatan satu sama lain. “Dia tadi itu, mantan mu kan?” Tebak Adrian sembari menyeruput minumannya. Ara mengangguk pelan. “Kenapa tidak jujur saja tadi?” Ara berbalik menatap Adrian, dengan senyuman kecil berhias di bibirnya. “Aku belum siap. Aku tidak ada persiapan untuk bertemu dengan Revano malam ini. Aku belum menyiapkan skenario dan tidak tahu harus mengatakan apa” Adrian terdiam dan kembali meneguk minumannya. “Tapi, terimakasih untuk malam ini. Aku benar-benar merasa tertolong” “Tidak perlu berterimakasih, toh aku juga tertolong malam ini” “Tapi aku tidak melakukan apa-apa tadi, aku cuman..” “Kamu ada disampingku saja, itu sudah cukup. Aku tidak melihat tatapan-tatapan aneh lagi dari beberapa teman-temanku, seperti tatapan yang sebelumnya selalu aku dapatkan saat ke pesta seperti tadi. Axel itu teman alumniku, jadi acara tadi bukan hanya pesta yang dibuat untuk peresmian hotelnya, tapi juga acara Reuni yang biasanya dilakukan setiap tahun” Ara hanya terdiam mendengar penuturan Adrian. “Bukannya aku peduli sama pandangan mereka terhadapku, hanya saja hal-hal yang sering mereka bicarakan tentangku, berimbas ke perusahaan sampai orangtuaku, jadi aku benar-benar berpikiran untuk mengubah pandangan mereka. Ya, untungnya Arsen dengan otak anehnya itu menemukan ide ini. Meski ini ide yang gila, tapi ini benar-benar membantu” Ara mengangguk setuju. Dia yang sebelumnya juga berpikiran bahwa ini adalah ide gila, sangat terbantu hingga dendamnya yang terbayarkan lunas dan cepat. Tentu bukan hanya dengan ide itu saja, tapi juga atas bantuan Adrian yang luarbiasa menentukan skenario dengan tiba-tiba. “Terimakasih untuk kerja sama kita malam ini” Adrian mengulurkan tangannya, dan Ara dengan cepat menggapainya. “Sepertinya kita sama-sama sudah mendapatkan apa yang kita butuhkan dari hubungan kontrak ini. Jadi, kita impas dan hubungan ini bisa kita akhiri sesuai perjanjian yang sama-sama sudah kita sepakati” Ara mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan Adrian. “Aku pikir, akan membutuhkan waktu setidaknya satu minggu untuk terikat dengan hubungan palsu seperti ini. Tapi malam ini, semuanya berjalan lancar jadi kita tidak harus berlama-lama larut dalam kepura-puraan” Sekarang Adrian yang mengangguk setuju. Keduanya masih menikmati pemandangan malam itu, dengan angin malam yang semakin menusuk hingga ke tulang. Mereka membahas hal-hal ringan sebelum memutuskan untuk meninggalkan tempat itu. Melihat Ara yang terus meremas jemarinya untuk mendapatkan perasaan hangat, membuat Adrian melepas jas yang dia gunakan dan memakaikannya pada Ara. Sebuah tindakan yang membuat Ara begitu terkejut, mengingat mereka yang sudah tidak lagi berakting. “Kamu akan masuk angin dan sakit kalau terus-terusan seperti itu. kita punya proyek yang sedang di kerjakan, aku tidak mau kamu sakit sampai pekerjaan itu tertunda” Jelas Adrian yang melihat ekspresi kebingungan di wajah Ara. Ara hanya tersenyum. “Makasih”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD