Jarak dan Waktu

1230 Words
Pagiku masih sama seperti hari-hari yang lalu. Sinar mentari pagi perlahan menghangatkan pipiku. Masuk melalui celah jendela yang semakin terbuka karna kaki Nero, Si kucing Oren yang kini tengah memainkan tali tirai di jendela kamarku. "Pagi-pagi dah berisik kau !" gerutuku seraya menutup mukaku dengan selimut. Namanya juga kucing, mau diajak bicara apapun jawabannya cuma "Meong". Mustahil bagiku untuk melanjutkan mimpi indahku tadi. Sinar matahari terlanjur menghangatkan suhu kamarku. Dan Si Nero yang mulai melompat naik ke atas selimutku. Dengan manjanya dia gesekkan tubuhnya ke tanganku. "Iya, iya Nero aku bangun sekarang" Kataku dengan malas. Lagi-lagi dia cuma mengeong. Andai aku bisa menerjemahkan bahasa kucing. Mungkin aku bisa curhat sama Si Nero. wkwkwk. Perlahan tapi pasti aku turun dari ranjang. kulangkahkan kakiku menuju ke luar kamar. ketika ku buka pintu, muncullah sosok cowo tinggi yang menyebalkan. Dialah penghuni kamar depan kamarku. "Eh, kak? tumben dah bangun" sapaan dari adekku yang menyebalkan. Bukannya hangat. "Lah emang udah dari tadi kali. Emangnya kamu yang bangun tidur trus tidur lagi?" balasku. "Eh itukan kak Risya. Aku mah bangun paling pagi dan paling rajin di rumah. hehe" cengengesan. "Sembarangan, kebalik tau." dengusku meninggalkan dia yang masih menatapku dari pintu kamarnya. °°° Entah mengapa aku malas pagi ini. Bukan karena sapaan tak hangat dari adekku tadi. Tapi, karna hari ini adalah hari keberangkatan Pandu ke Kalianda Lampung. Sebenarnya rumah kami masih berada dalam satu kabupaten yang sama. Namun, ada saja halangan untuk kami bertemu. Aku mengenalnya dari aplikasi f*******:. Dan itu sudah terjadi setahun yang lalu. Tapi kami belum sempat ketemu. Dia malah dapat kerja di Kalianda. LDR-an nih. "Kak Risya, buruan keluar. Gantian kamar mandinya. Kakak tidur lagi ya?" suara adek ku sambil ngetok-ngetok pintu. Eh engga, dia gedor-gedor. " Sembarangan kalo ngomong. Bentar dek". jawabku dengan mood berantakan. " Bentarnya paling lima menit. Itu tuh lama kak". mulai ngambek dia. " Ga lah. Bisa ga sih ga bawel, bentar lagi juga keluar" jawabku malas. Tak ada jawaban darinya. Dia adalah adekku satu-satunya. Satu-satunya orang di rumah ini yang hobi banget bikin mood ku ancur. Heran, serumah tapi ga bisa akur. " Tuh Kakak udah" jawabku sambil buka pintu. Eh dianya malah udah ga ada. Lah barusan aku ngomong sama siapa dong?. °°° " Ris, kamu jadi ke Terminal hari ini?" tanya Ibukku saat aku melewati dapur. " Ga tau Bu." " Lho, kok ga tau? kamu kan belum pernah bertemu sama Pandu. Masa' kepergiaannya ga kamu temui dulu?" tanya Ibukku " Dia belum ngasih kabar bu" keluhku. " Mungkin dia sibuk nyiapin barang-barangnya Ris. Oh iya, nanti kalo kamu ke Terminal, mampir rumah Bu Ica sekalian ya!. Ambil baju seragam adek mu." " Ya bu." °°° Ku langkahkan kaki menuju ke Kamar. Aku bahkan belum menyiapkan baju yang akan aku kenakan nanti. Padahal ini adalah pertemuan pertama. Drrrrtt Drrrrtt Drrrrtt Getar Ponselku pertanda ada pesan w******p yang masuk. "Ris, aku sedang dalam perjalanan menuju ke Terminal. Bisakah kamu datang ke sana?" Pandu Wiratama. "Bukannya kamu berangkatnya nanti siang? kok sudah ke terminal?" Tanyaku tanpa menjawab pertanyaanya. Hanya centang satu. Apakah dia langsung mematikan ponselnya? Dengan serabutan aku buka-buka almari. Ku cari baju terbaik yang aku miliki. Entah mengapa disaat seperti ini, bajuku terlihat biasa semua. Tak ada yang menarik hatiku untuk mengenakannya di pertemuan nanti. Dengan terpaksa aku pakai kaos putih tanpa lengan, dan aku padukan dengan cardigan corak batik yang lumayan panjang. Tidak lupa celana jeans kesayanganku dan sepatu kets yang sudah mulai usang. Ku biarkan Rambutku terurai tanpa mengenakan aksesoris. Bagian yang sering aku lupakan adalah make-up. Hal yang seharusnya wajar bagi gadis seusiaku, malah menjadi hal yang sering aku abaikan. Aku hanya memoleskan bedak tipis Dan sedikit lipstint. Ku masukkan ponsel kedalam tas rajutku, lalu ku hampiri Ibu Dan adekku. "Bu, aku berangkat sekarang ya." "Tidak sarapan dulu? ini baru jam 7." tanya Ibu. " Tidak bu, nanti Pandu malah nunggu. Dek jangan lupa kasih makan Nero ya! kakak berangkat dulu." "Ya kak" jawabnya singkat. Tumben dia nurut batinku. " Minumlah s**u ini dulu, daripada perutmu kosong." seru ibuku. Akupun menurut, dan duduk di samping adekku. Setelah s**u habis aku langsung menuju ke garasi untuk menyalakan motor. Tak lupa ku letakkan Ponselku di dashboard, siapa tau Pandu membalas pesanku tadi. Tanpa memanasinya terlebih dahulu, aku melajukan motor menembus keramaian jalan di Kota sejuta bunga ini. °°° Udara pagi masih begitu segar. Sepoi-sepoi angin yang membelai pipiku mengantarkanku ke dalam lamunan. Anganku melayang membayangkan pertemuan yang akan terjadi beberapa saat lagi. Pertemuan yang selalu kami rencanakan, namun entah mengapa selalu saja ada halangan. Semoga tidak untuk hari ini. " Woy, Kalo bengong jangan dijalan dong!. Dah hijau tuh." Teriak supir truk yang berada dibelakangku. Tak lupa dia juga membunyikan klakson yang begitu keras. " Ya pak" Ku jalankan lagi motor yang sedari tadi menunggu traffic light. Terlalu terbuai angan sampai aku tidak menyadari kalau sudah waktunya jalan. Samar-samar ku dengar gerutuan pak sopir itu, meski tidak terlalu jelas. Untung masih pagi dan belum terlalu ramai. kulanjutkan perjalananku dengan sedikit menepi. Takut terkejut bila tiba-tiba ada klakson dari kendaraan besar. Ponsel yang sedari tadi kuletakkan di dashboard, tak menunjukkan tanda-tanda adanya pesan masuk. Apakah Pandu masih diperjalanan? ataukah sudah sampai terminal, namun sibuk memasukkan barang ke bagasi? atau... Pikiranku sedang kacau kini. Pandu sama sekali tak ada kabar. Ku paksakan diriku untuk positive thinking . 'mungkin memang sibuk' batinku. Aku mulai memasuki hiruk pikuk suasana Terminal. Meskipun pagi, tempat ini sudah ramai. Ku arahkan motorku menuju bagian barat terminal, tempat bus yang akan ditumpangi Pandu berada. Namun suasana tempat itu masih cukup sepi. Ku parkirkan motorku di emperan toko baju yang belum buka, lalu akupun ambil posisi duduk di kursi paling pojok. Selain nyaman untuk senderan, dari sini aku bisa melihat suasana Terminal dengan sudut pandang yang lebar. Orang yang aku cari-cari tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Ku ambil Ponselku Dan ku cek aplikasi hijau yang biasa aku gunakan untuk berkomunikasi. Pesanku belum juga dia terima. Dari tadi aku dikamar sampai aku di terminal, pesan tersebut masih berkode centang satu. Tanpa pikir panjang, ku kirimkqn pesan lagi padanya. "Aku sudah di terminal pan." Ku tekan tombol send. Tak kunjung beralih menjadi centang dua. "Pandu, kamu dimana?" Lagi-lagi centang satu. Ku ambil foto suasana terminal dari tempat dudukku, lalu ku kirimkan padanya. Aku juga menelfonnya namun dia Tak kunjung online. Menunggu Sesuatu yang sangat menyebalkan bagiku Saat ku harus bersabar dan trus bersabar Menantikan kehadiran dirimu Entah sampai kapan aku harus bertahan Dari kejauhan ku dengar nyanyian dari pengamen yang entah mengapa aku merasa tersindir. Lagu yang ia bawakan benar-benar sesuai dengan yang aku alami saat ini. Pengamen itu menyanyikan lagu Aishiteru tersebut secara berulang-ulang hingga tak terasa sudah 30 menit aku menanti hal yang tak pasti. Owh penantian tanpa kepastian begitu menyakitkan... batinku. Seolah alam tau apa yang aku rasakan. Awan yang semula cerah berubah kelabu. Hingga akhirnya rinai hujanpun turun dan membuatku terjebak di terminal ini. Pesan dariku tak kunjung mendapatkan balasan. Apakah penantianku ini sia-sia?. Kemana Pandu sebenarnya?. Sesibuk apa dia, sampai membalas pesan saja tak sempat. Jarak dan waktu. Bila sekarang kita tidak bertemu, Kapan lagi aku dapat menemuimu?. Apalagi dengan kepergianmu, Jarak antara kita akan semakin bertambah. Bukan lagi beda kecamatan, melainkan akan beda pulau. Hawa dingin perlahan membangkutkan bulu kudukku. Aku hanya mengenakan kaos Dan cardigan yang tak mampu menghangatkan tubuhku. Kemana sebenarnya Pandu?. Apakah dia.... Nantikan episode berikutnya...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD