Bab 35

2247 Words
Langit dari jingga, kini mulai berubah menjadi semakin gelap saat keempat muda mudi itu berada di pelataran kantor polisi. Dewa dan Harmoni berdiri sejajar, sementara Hicob dan Mona berada di belakang kedua bos masing-masing. "Aku ingin bertanya sesuatu padamu?" tanya Dewa pada Harmoni saat gadis itu hendak membuka pintu mobil Dewa. "Bertanya apa?" tanya Harmoni yang mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mobil Dewa. "Apa maksudmu mengatakan, jika kita berdua sepasang kekasih? apa kau sungguh tak ada ide lain selain mengatakan hal itu? apa kau tak memikirkan dampaknya?" tanya Dewa pada CEO HCK Corp tersebut. Harmoni tersenyum kecil sembari menyandarkan tubuhnya pada body mobil milik Dewa. "Kau tenang saja, itu hanya sebuah sandiwara saja, jika aku mengatakan kepada polisi itu kau dan aku hanya sebatas teman yang hanya kenal beberapa hari saja dan kau tiba-tiba menolongku, padahal aku tak menghubungimu sama sekali, yang ada mereka bukannya menganggap kau sebagai saksi, melainkan mereka sedikit banyak akan mencurigai dirimu bagian dari Joni dan percuma saja kau menolongku atau kau ingin mengatakan pada mereka, jika kau memiliki sesuatu hal yang spesial yang tak dimiliki oleh orang lain? apa mereka percaya dengan ucapanmu?" cecar Harmoni dengan wajah yang sudah cukup kesal karena Dewa sepertinya tak ingin ada hubungan dengan dirinya. Harmoni berpikir, jika pria itu takut ketahuan oleh calon tunangannya atau apalah, yang jelas yang ada dalam pikiran Harmoni saat ini adalah, Dewa tak mau ada keterikatan hubungan apapun dengannya. "Ingat Tuan Dewa yang terhormat! ini bumi, bukan planet lain jadi, bijaklah dalam berpikir, tak semua hal yang terjadi bisa kau selesaikan dengan cara bimsalim abrakadabra, wussssss! semua akan selesai, tidak semudah itu, Tuan!" celoteh Harmoni yang memang ingin meluapkan emosinya pada Dewa. "Sudah selesai kau mencercaku membabi-buta seperti itu, apa ada lagi yang masih ingin kau tambahkan lagi, sekalian saja, biarkan telingaku ini mengepulkan asap karena ucapanmu yang cukup membuat telingaku panas," balas Dewa balik mulai menyerang Harmoni. "Kau lebih dulu yang mencari gara-gara, 'kan? mengapa kau masih bertanya padaku, bukankah kau orang yang memiliki IQ tinggi, seharusnya kau berpikir lebih keras lagi, apa maksudku mengikatmu sebagai kekasih di hadapan polisi tadi, aku tak akan menetapkan pilihan seperti itu, jika keadaan bisa aku kendalikan," kicau Harmoni kembali menyerang Dewa. "Aku tidak mempermasalahkan hal itu, yang aku takutkan, bagaimana, jika kau dan kekasihmu bertengkar karena masalah ini, bagaimana, jika berita tentang kebohongan hubungan kita terungkap ke media, apa kau tak memikirkan perasaan priamu?" tanya Dewa membuat kedua alis Harmoni hampir menyatu karena kebingungan dengan arah pembicaraan Dewa. "Kekasih? kekasih siapa yang kau maksud?" tanya Harmoni yang memang benar-benar tak mengerti arah pembicaraan Dewa. Dewa hanya bisa mengusap wajahnya kasar karena gadis yang berada di hadapannya saat ini benar-benar tak mengerti maksudnya. "Jason! kau tahu nama itu, bukan?" tanya Dewa pada Harmoni. "Sangat tahu," sahut Harmoni dengan sigapnya. "Kau saja sangat tahu, tapi arah pembicaraanku saja kau tak tahu, kekasih macam apa kau ini," ejek Dewa membuat otak Harmoni seketika berpikir cukup keras. "Apa dia sungguh menganggap aku dan Jason sepasang kekasih?" tanya Harmoni pada dirinya sendiri. "Kau sebut Jason adalah kekasihku?" tanya Harmoni pada Dewa karena gadis itu ingin memastikan kebenarannya. "Tentu saja, buktinya saat di resto, kau dan dia sangat mesra, bahkan kalian sampai berciuman, meskipun hanya di kening saja dan itu sudah membuktikan kepada orang-orang, jika kau dan dia sepasang kekasih, apalagi sampai kencan di lantai dua," oceh Dewa membuat Harmoni tertawa terbahak-bahak. "Ha-ha-ha-ha! dasar pria aneh! seharusnya kau bertanya lebih dulu padaku, jangan main asal menyimpulkan saja sebelum tahu kebenarannya," ejek Harmoni membuat wajah pria itu tertegun. "Apa yang aku simpulkan itu salah?" tanya Dewa pada dirinya sendiri. Harmoni mendekati Dewa sampai jarak mereka hanya tinggal sejengkal saja. "Sesuatu yang kau lihat belum tentu sama seperti apa yang kau pikirkan jadi, lain kali, lebih baik bertanya lebih dulu, jangan asal menyimpulkan sesuatu yang masih belum pasti kebenarannya," jelas Harmoni tersenyum manis pada Dewa. "Jadi, kau dan dia tidak ada hubungan apapun?" tanya Dewa pada Harmoni. Satu jengkal lagi Harmoni mulai mengikis jarak diantara mereka berdua. Kedua mata Harmoni menatap pria yang berada di hadapannya dengan tatapan penuh kelembutan tak seperti biasanya. "Apa kau begitu ingin tahu?" tanya balik Harmoni yang sengaja ingin membuat Dewa semakin penasaran dengan hubungannya dan Jason. "Tidak!" sahut Dewa yang tak mau malu di hadapan Harmoni. Dewa akan melangkahkan kakinya ke arah bagian kemudi namun, jalan yang akan ia lewati dihalangi oleh Harmoni dengan posisi tangan yang direntangkan, agar pria itu tak bisa melewatinya. "Apa yang kau lakukan? minggir!" pinta Dewa yang tak ingin berlama-lama berada di tempat itu. "Kau tidak boleh kemana-mana dulu," tutur Harmoni pada Dewa. "Aku ingin pulang, ini sudah malam jadi, biarkan aku pulang karena aku sudah mengantuk," oceh Dewa dengan semua kebohongannya. "Tidak ...." Belum juga semua ucapan dari mulut Harmoni terlontar, Dewa lebih dulu menerobos benteng pertahanan dirinya. "Hei! apa kau tak bisa lebih lembut lagi terhadap seorang perempuan!" teriak Harmoni pada Dewa yang sudah masuk ke dalam mobilnya. CEO cantik dengan dress selutut bercorak abstrak tersebut menggedor-gedor kaca mobil Dewa namun, tak ada respon dari pria itu. Bukan jawaban yang Harmoni dapatkan, melainkan mobil itu malah mulai bergerak meninggalkan halaman kantor polisi tersebut. "Dasar pria alien!" teriak Harmoni pada mobil Dewa yang sudah keluar dari halaman kantor polisi tersebut. Semenjak kejadian Dewa dan Harmoni berlangsung, kedua objek tersebut tak sadar, jika ada dua orang yang tengah menonton tayangan secara langsung. Mereka berdua yang tak lain adalah Hicob dan Mona, para asisten pribadi kedua aktor dan aktris yang sedari tadi memulai drama secara gratis di hadapan para asisten mereka berdua. Harmoni tak sengaja menoleh ke arah kedua penonton tersebut. "Kalian? sejak kapan kalian berdua berada di sini?" tanya Harmoni yang sudah tersulut emosi karena ulah Dewa. "Dari tadi!" "Baru saja, Nona!" Mona dan Hicob menjawab pertanyaan Harmoni dengan dua jawaban yang berbeda karena mereka berdua memiliki alasan tersendiri yang mengharuskan keduanya berkata tak selaras. Harmoni menyentuh kedua keningnya yang terasa mulai berdenyut karena kedua asisten itu lagi-lagi semakin membuat kepalanya ingin pecah. "Yang mana yang benar?" tanya Harmoni lagi. Mona dan Hicob saling beradu tatapan. Pria bertubuh jangkung tersebut menghela napas dan akhirnya lebih dulu membuka suara. "Sebenarnya kami sudah dari tadi berada di sini," jelas Hicob sejujurnya kepada Harmoni. Arah tatapan Harmoni mengarah ke arah Mona. CEO cantik itu meminta Mona, agar menjelaskan jawabannya tadi. "Sebenarnya saya sudah dari tadi berada di sini, saya berbohong pada Anda, agar saya tak terkesan mencampuri urusan pribadi Anda," jelas Mona pada atasannya. Harmoni melihat ke arah Hicob dan Mona secara bergantian. "Kalian berdua sama saja! suka melihat adegan secara langsung tanpa editan," omel Harmoni langsung berjalan ke arah mobil Mona dan si empunya mobil langsung berlari kecil mengejar atasannya yang nampak tersulut emosi. Sebelum gadis itu berada sangat dekat dengan mobilnya, Mona masih sempat berbalik menatap ke arah Hicob. "Terima kasih untuk bantuannya," teriak Mona, agar Hicob mendengar suaranya. Pria berkacamata dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya itu, hanya bisa mengangguk menanggapi teriakan Mona. Dua lampu mobil Dewa mulai berkedip, menandakan, jika mobil tersebut sudah tak terkunci. Harmoni langsung masuk ke dalam mobil Mona, kemudian disusul oleh si empunya mobil. Perlahan mobil itu mulai bergerak keluar dari halaman kantor polisi tersebut dan Hicob masih memperhatikan mobil tersebut sampai mobil berwarna hitam milik Mona hilang di balik pintu gerbang kantor polisi. "Menggemaskan," gumam Hicob tersenyum kecil sembari berjalan ke arah mobilnya. Di dalam mobil, seorang pria dengan wajah kusutnya masih mencoba fokus menyetir mobilnya. "Apa yang aku lakukan? kenapa juga aku harus bertanya dan menjelaskan padanya perihal hubungannya dan Jason itu benar atau tidak? jika sudah begini, aku yang malu sendiri, 'kan? dia pasti mengira, jika aku memiliki perasaan khusus padanya," oceh Dewa dengan tangan yang masih sibuk mengambil alih kemudinya. Berbeda dengan mobil yang dikendarai oleh Mona. Di dalam sana terdapat dua perempuan yang masih lajang dan mapan namun, tak ada percakapan apapun karena Mona tahu, jika Harmoni masih dalam mode meradang. Mona tak ingin semakin memancing amarah Harmoni, maka dari itu, ia lebih memilih diam, sampai Harmoni yang lebih dulu membuka percakapan. "Bagaimana ceritanya kau dan pria berkacamata itu bisa berada di tempat yang sama?" tanya Harmoni masih memfokuskan arah tatapannya ke arah depan tanpa ingin melihat ke arah Mona. "Maksud Anda, Hicob?" tanya balik Mona pada bosnya. "Entahlah, aku tak terlalu ingat dengan namanya, yang jelas pria itu berkacamata jadi, aku memanggilnya begitu," sahut Harmoni apa adanya. "Dia yang datang ke kantor polisi," jelas Mona singkat padat dan jelas, tanpa ingin berbelit-belit. "Kau yang memintanya ke sana?" tanya Harmoni masih melanjutkan sesi interogasi pada asisten pribadinya. "Tidak! dia yang datang ke sana dengan kemauannya sendiri." Harmoni melirik ke arah Mona. "Apa dia berbuat jahat padamu?" tanya Harmoni yang ingin mematahkan kecurigaannya terhadap Hicob. "Tidak! dia justru membantu saya menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan oleh pihak kepolisian dan dia juga yang meminta, agar kasus ini diusut sampai ke akarnya karena ia tak ingin Nona dalam bahaya lagi," jelas Mona kembali. Harmoni langsung teringat dengan Dewa. Gadis itu berpikir, mungkin semua ini ulah Dewa yang meminta Hicob, asisten pribadinya untuk mengurus semua kasus yang menimpa dirinya. Di sebuah rumah megah dengan ukiran yang terbuat dari bahan serba mahal di setiap jengkal sudut rumahnya, berdiri seorang pria dengan ponsel yang saat ini bertengger di telinga kanannya. "Bagaimana perkembangan kasus putriku?" tanya orang berkacamata dengan kumis tipisnya. "Andai tenang saja! saya akan mengurus semua ini sampai benar-benar tuntas karena Anda bagian dari kami dan Anda selalu berada dalam keadilan jadi, putri Anda juga ada dalam lindungan Tuhan karena Anda sudah berkali-kali melindungi kaum lemah," jelas seseorang yang berada dibalik ponselnya. "Syukurlah, jika semua berjalan lancar," tutur pria berkacamata tersebut yang tak lain adalah Jordan, ayah dari Harmoni. "Anak Anda tadi datang kemari, dia bersama dengan para saksi lainnya dan juga kekasihnya," tutur petugas polisi yang kini tengah mengobrol dengan Jordan dibalik ponsel ayah Harmoni tersebut. "Kekasih? apa Anda yakin bisa mempertanggungjawabkan semua perkataan Anda, jika semua apa yang Anda ucapkan salah," gertak Jordan pada petugas polisi tersebut. "Untuk apa saya berbohong, tidak ada untungnya bagi saya dan semua ucapan saya bisa saya benarkan karena memang seperti itu kenyataannya, putri Anda bersama dengan kekasihnya datang kemari, bahkan pria itu yang sudah menolong putri Anda dari niat jahat Joni dan dia juga seorang pria yang tampan dan pastinya cukup langka," jelas petugas polisi itu. Jordan masih diam tak menanggapi penjelasan petugas tersebut karena baru kali ini Harmoni dekat dengan seorang pria, bahkan mereka berdua sudah berpacaran dan itu sangat tak mungkin terjadi menurut pemikiran Jordan yang sangat tahu seperti apa putrinya itu. "Ada apa, Pa?" tanya Rose yang menepuk pundak suaminya pelan. Jordan langsung menatap ke arah sang istri, kemudian ia memberikan kode, jika dirinya tengah menghubungi seseorang melalui ponselnya. Rose mengangguk mengerti maksud suaminya. "Baiklah! saya tutup dulu, terima kasih untuk informasinya," ucap Jordan langsung memutuskan sambungan teleponnya lebih dulu. "Ada apa, Pa?" tanya Rose selaku ibu dari Harmoni. Jordan langsung duduk di atas ranjangnya karena saat ini ia berada di dalam kamarnya. Rose spontan mengikuti arah suaminya berada dan melakukan hal yang sama dengan Jordan, yaitu duduk di ranjangnya. "Harmoni, Ma!" "Harmoni? ada apa dengan dia?" tanya Rose dengan wajah cukup panik. "Tak terjadi sesuatu padanya, tapi ...." Rose melihat ke arah Jordan dengan raut wajah menunggu kelanjutan dari ucapan sang suami. "Tapi apa?" tanya Rose yang sudah tak sanggup menunggu lebih lama lagi. "Dia sudah memiliki kekasih," jelas Jordan dengan wajah tak habis pikirnya. Rose hanya tersenyum sembari menutup bibirnya menggunakan telapak tangannya karena suaminya sepertinya belum rela melepaskan Harmoni untuk lelaki lain. "Seharusnya Papa senang, 'kan? akhirnya putri kita sudah mau berhubungan dengan lawan jenisnya," dukung Rose dengan berita baik itu. "Tapi aku tak tahu seperti apa kekasihnya itu, aku tak ingin ia mendapatkan pria yang tak layak untuknya, lebih baik aku yang mencarikan pria untuk Harmoni karena aku pasti tahu dia dari kalangan orang baik atau tidak," kicau Jordan yang masih tak rela melepaskan Harmoni untuk pria lain. Rose menyentuh punggung suaminya dan perlahan tangan yang sudah sedikit nampak kerutan itu mengusap lembut punggung Jordan untuk menenangkan. "Dengar ya, Pa! Harmoni itu sudah dewasa, dia sudah tahu mana yang baik dan buruk untuknya jadi, Papa tak perlu terlalu cemas akan masa depannya, putri kita itu orang yang baik dan Tuhan pasti akan memberikan jodoh yang baik pula padanya, sama halnya dengan kita, Mama orang yang baik jadi, Tuhan mengirimkan jodoh yang baik untuk Mama, yaitu Papa jadi, jangan terlalu ikut campur urusan pribadi putri kita, biarkan dia yang menjalaninya sendiri dan Papa harus bisa mengikhlaskan Harmoni untuk pria lain, Papa kelak bukan satu-satunya pria yang akan Harmoni punya, dia akan memiliki seorang suami yang akan menjaganya sampai akhir hayatnya, sama seperti Papa menjaga Mama saat ini," jelas Rose pada Jordan panjang lebar. Jordan menghela napasnya. "Mama benar, seharusnya Papa tak bersikap egois seperti tadi, karena putri kita sudah dewasa dan sudah bisa menentukan jalan hidupnya sendiri jadi, sebagai orangtua, kita berdua hanya cukup memperhatikan, jika mengharuskan untuk turun tangan, kita harus membantu," tutur Jordan mulai mengerti situasi Harmoni yang sudah beranjak dewasa, bukan Harmoni yang masih merengek padanya. Rose tersenyum pada Jordan dan pria itu balas tersenyum pada sang istri. Ketakutan yang Jordan rasakan selama ini akan kehilangan sosok anak gadisnya yang selalu menganggap dirinya pria terbaik satu-satunya di dunia, membuat keegoisan dalam dirinya seketika bangkit namun, setelah mendengar semua ucapan sang istri, ia mulai sadar, jika Harmoni juga harus menentukan masa depannya sendiri dan gadis kecilnya itu, kelak akan memiliki keluarganya sendiri jadi, pasrah adalah jalan satu-satunya, agar kehidupan terus berjalan dan menghadirkan Harmoni kecil lainnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD