Dewa menatap ke arah Harmoni dengan tatapan dingin dan tajam. Pria itu mendekati Harmoni yang masih duduk di atas ranjangnya.
Tangan gadis itu sudah bersiap-siap melakukan serangan, jika Dewa berani melakukan hal yang tak sewajarnya.
Langkah Dewa semakin dekat dengan ranjangnya. Sementara jantung Harmoni sudah berdetak kencang karena raut wajah pria tampan itu semakin membuatnya bergidik ngeri.
Kaki sebelah kanan Dewa mulai naik ke atas ranjang di susul kaki sebelah kirinya.
Kaki Harmoni menekuk secara perlahan. Gadis itu sudah mempersiapkan dirinya, jika Dewa berani macam-macam.
Secepat kilat, kedua tangan Harmoni sudah menempel pada kepala ranjang dan gadis itu tak bisa bergerak dengan tangan Dewa yang memiliki tenaga sangat kuat.
Rasa dingin bagai tersentuh oleh balok es menjalar pada bagian lengan Harmoni.
"Kenapa aku tak bisa melihat pergerakannya? kenapa sangat cepat sekali? dan tangannya sangat dingin," pikir Harmoni dalam hati.
Mata keduanya saling tatap dengan tubuh yang sama dekatnya dengan jarak wajah mereka.
"Lepaskan aku!" Harmoni meminta untuk di lepaskan oleh Dewa.
"Habis manis sepah dibuang! aku akan menunjukkan seperti apa peribahasa yang kau sebutkan itu," tutur Dewa menyeringai licik.
Wajah Harmoni sudah ketakutan. Gadis itu tak ingin Dewa melakukan hal yang kelak merugikan dirinya.
"Apa yang ingin kau lakukan? jika kau terus menahanku seperti ini, maka semua tuduhanku benar! kau pria seperti yang aku pikirkan dan komplotan dari para penjahat itu," ujar Harmoni agar Dewa mau melepaskan tangannya yang sudah di kunci oleh pria tampan yang dinginnya minta ampun.
Dewa melihat rona ketakutan dari wajah gadis yang berada di hadapannya saat ini. "Aku bukan bagian dari mereka! seharusnya aku tak menyelamatkanmu saat kau akan mati di dalam jurang bersama mobil mewahmu itu," sarkas Dewa dengan tatapan dingin.
Mata Harmoni melebar kala Dewa mengucapkan kata-k********r padanya. "Jika kau bukan bagian dari mereka, kenapa kau menolongku? kenapa kau tak membiarkan aku mati dalam mobil dan jatuh ke jurang!" suara Harmoni kembali meninggi dengan napas yang sudah tak seirama menahan emosinya.
Dewa hanya tersenyum mengejek. "Karena suatu alasan dan aku tak bisa memberitahumu," sahut Dewa.
"Apa kau menginginkan uangku?" tanya Harmoni menebak-nebak mungkin Dewa menginginkan uangnya.
"Semua hal yang berhubungan dengan bumi aku sudah memilikinya!"
Harmoni di buat penasaran kenapa pria tampan itu mau menyelamatkannya.
"Katakan padaku! kenapa kau ingin menyelamatkanku?" tanya Harmoni lagi.
Dewa masih memikirkan sesuatu. Ia bingung harus jujur atau tidak terhadap gadis yang ada di hadapannya ini.
"Jika aku tak jujur, aku akan lebih lama lagi berada di bumi dan keadaan planetku akan terancam oleh para musuh yang ingin melengserkan Ayahanda!" Dewa masih menimang keputusan yang akan ia ambil di dalam lubuk hatinya.
"Apa kau akan membantuku, jika aku jujur padamu?" tanya Dewa ingin memastikan.
Harmoni masih berpikir, kemudian ia menetapkan hatinya untuk membantu Dewa. "Karena kau sudah menyelamatkan aku dari kematian, maka aku juga akan membantumu," jelas Harmoni pada Dewa.
Pria itu perlahan melepaskan genggaman tangannya pada lengan CEO cantik tersebut dan bekas genggaman tangan Dewa membuat lengan Harmoni terdapat bekas kemerahan.
Dewa sadar akan hal itu. Ia mendudukkan bokongnya tepat di samping Harmoni. "Aku butuh kalungmu agar dapat kembali ke tempat asalku," ucap Dewa dengan nada datar dan tatapan mata fokus lurus ke depan.
Harmoni masih meringis kesakitan karena lengannya yang terasa perih seperti baru lepas dari genggaman es batu,
Gadis itu menoleh ke arah Dewa. Ia masih berpikir, jika Dewa salah bicara. "Kau bisa mengulangi pernyataanmu?" tanya Harmoni dan seketika rahang kokoh itu berbalik menghadap ke arah CEO cantik tersebut. "Aku butuh kalungmu, agar aku dapat kembali ke planetku," jelas Dewa lagi dan kali ini kedua alis Harmoni hampir menyatu mendengar penuturan Dewa yang terdengar seperti bualan. "Kau itu manusia, 'kan? planetmu ya di bumi."
"Aku bukan penduduk bumi," celetuk Dewa membuat Harmoni tak bisa menahan tawanya. "Hahaha! kau pasti sedang bercanda, 'kan? kau ingin aku percaya padamu, 'kan?" tanya Harmoni yang mengira perkataan Dewa itu hanya sebuah lelucon baginya.
Tanpa izin dari pemiliknya, Dewa menarik tangan Harmoni. Pria itu menyentuh bekas genggaman tangannya yang memerah pada bagian lengan gadis yang berada di sampingnya.
Dewa menyentuh lengan yang memerah itu dan dalam hitungan detik, warna kemerahan pada lengan Harmoni hilang seketika.
Gadis itu terkejut karena rasa sakit dan bekas kemerahan tadi sudah hilang.
Harmoni menatap ke arah Dewa dengan tatapan tak bisa di bayangkan. Ada rasa takut yang kini melingkupi hatinya.
"Jangan-jangan pria ini alien dari luar angkasa yang ingin mencari manusia cantik sepertiku untuk dijadikan budaknya! dia bilang bukan dari bumi, 'kan?" cemas Harmoni dalam hati.
Harmoni bergeser menjauhkan jaraknya dari Dewa. "Ka-kau siapa sebenarnya? apa kau seorang alien seperti di drama yang pernah aku tonton?" tanya Harmoni pada Dewa dan pria itu terus saja menatap ke arah Harmoni tanpa ingin mengalihkan tatapannya.
"Aku Dewa!"
"Aku tahu kau bernama, Dewa! tapi kau berasal dari mana, jika kau bukan dari bumi?" tanya Harmoni yang masih ketakutan dengan sosok pria yang dianggapnya alien.
Dewa menghela nafas panjang. Pria itu harus menjelaskan lebih detail lagi pada gadis yang menurutnya memiliki IQ rendah.
"Dengarkan aku baik-baik! aku Dewa dari planet Amoora dan aku datang ke bumi untuk mencari kristal milikku yang hilang dan kristal yang aku cari saat ini ada padamu, Nona!"
Harmoni mengedipkan matanya berkali-kali berusaha mencerna penjelasan yang keluar dari mulut pria tampan itu.
"Di susunan tata Surya aku tak pernah mendengar yang namanya planet Amoora yang kau sebut itu?" tanya Harmoni masih tak percaya dengan penjelasan Dewa.
"Hei, Gadis! ... siapa namamu?" tanya Dewa sebelum ia melanjutkan penjelasannya pada Harmoni.
"Harmoni Citra Kirana Sudarmanto."
"Harmoni! kau dengarkan aku ya! planetku tak bisa di lihat melalui alat apapun, planetku adalah planet yang sangat spesial," jelas Dewa kembali.
"Berarti kau alien, 'kan?" tanya Harmoni lagi dan tatapan mata Dewa sudah menukik tajam. "Sekali lagi kau mengatakan aku alien, kau yang akan aku jadikan alien," ancaman Dewa dengan raut wajah serius.
"Gawat! sepertinya pria dari planet lain ini akan marah!" Hati Harmoni mulai ketar-ketir.
"Baiklah, maafkan aku! jadi apa yang bisa aku bantu?" tanya Harmoni lagi.
Dewa menatap ke arah bandul kalung yang menggantung di leher CEO cantik itu. "Aku ingin bandul kalungmu."
"Tidak boleh! ini kalung pemberian orangtuaku," tolak Harmoni sembari memasukkan bandul kalungnya ke dalam bajunya.
"Jika kau tak memberikan bandul kalung itu padaku, maka kau akan terus berurusan denganku," tutur Dewa dengan gerakan cepat sudah berada di sofa dekat jendela kamarnya.
Gerakan cepat Dewa meyakinkan Harmoni, jika pria itu bukan manusia biasa.
Harmoni masih menatap ke arah Dewa yang juga membalas tatapannya.
"Jika aku tak memberikan kristal ini padanya, dia akan terus mengganggu dan aku tak ingin pria sedingin balok es ini terus-terusan mengekori aku," pikir Harmoni dalam hati.
Harmoni beringsut dari ranjang milik Dewa yang memang bersuhu cukup dingin.
Harmoni masih diam meraba kasur milik Dewa. Keningnya mengkerut.
"Kasur yang sama seperti kasurku, tapi kenapa dingin seperti ini? apa jangan-jangan dia juga meletakkan sihir pada kasur ini?" terka Harmoni masih di dalam hatinya.
"Jangan hanya diam! bagaimana dengan tawaran yang aku ajukan padamu?" tanya Dewa berhasil memecah lamunan Harmoni.
Gadis dengan tubuh seksi itu segera menatap ke arah Dewa. Harmoni berdiri dari kasur dingin tersebut menghadap ke arah Dewa yang juga menatapnya tanpa ekspresi.
"Astaga! dia ini manusia atau alien atau apa, sih! wajahnya datar sekali seperti talenan kayu mahoni," umpat Harmoni dalam hati.
Harmoni melipat kedua tangan di dadanya. "Bagaimana, jika orangtuaku menanyakan kalung ini? aku harus menjawab apa?" tanya Harmoni dengan wajah tak kalah dinginnya.
Dewa tersenyum renyah. Pria bermata safir itu berdiri melangkah perlahan ke arah Harmoni yang saat ini sudah cemas karena takut Dewa melakukan hal yang tidak-tidak padanya.
"Berani macam-macam! dua telur berhargamu adalah senjata pamungkasku," ujar Harmoni dalam hati.
Kaki Harmoni sudah memasang ancang-ancang, jika Dewa memiliki gelagat mencurigakan. Kaki itu sudah siap menendang bagian berharga seorang pria.
Tanpa Harmoni duga, ternyata Dewa berhenti tepat di jarak lima langkah dari jaraknya berdiri.
Dewa mengulurkan tangannya yang mengepal kepada Harmoni. Saat telapak tangan itu terbuka, kalung dengan bandul kristal yang sama dengan miliknya sudah berada di tangan Dewa.
CEO cantik itu terkejut sampai menutup mulutnya karena keterkejutan yang teramat sangat.
Harmoni segera meraba kalungnya dan beruntung, kalung itu masih melingkar pada lehernya.
Harmoni melihat ke arah kalung yang berada di tangan Dewa. "Itu kalung siapa?" tanya Harmoni pada pria dingin tersebut.
"Kalung ini sebagai pengganti kalungmu yang akan aku ambil karena bandul kalung itu milikku!"
Harmoni masih diam. Ia masih berpikir untuk mengambil keputusan yang teramat sangat penting itu.
Dewa bisa tahu dari raut wajah Harmoni yang terlihat bimbang. "Bantu aku untuk menjaga planetku," imbuh Dewa lagi agar CEO cantik itu mau memberikan kristal yang selama 30 tahun ini ia cari.
Harmoni memejamkan matanya untuk menguatkan hatinya, agar ia bisa merelakan kalung itu untuk kepentingan orang lain dan pasti membantu pria es itu menyelamatkan planetnya.
Mata Harmoni terbuka dengan arah manik mata tertuju pada lensa mata safir milik Dewa. "Baiklah! aku akan memberikan kalung ini padamu!"
Senyum tampan Dewa timbul dan langkah kaki pria itu semakin dekat dengan Harmoni sampai kaki pria bertubuh jangkung tersebut berhenti tepat di depan Harmoni yang tengah berdiri.
"Kau memang perempuan yang mengerti akan keadaan seseorang yang sangat membutuhkan kristal itu," puji Dewa.
Dewa memberikan kalung yang sama persis dengan milik Harmoni pada CEO cantik tersebut. Dan gadis itu meletakkan duplikat kalungnya pada saku celananya.
Tangan Dewa mulai terangkat akan melepaskan kalung dari leher Harmoni namun, suara gadis itu terdengar, "Mau apa kau?" tanya Harmoni dengan tatapan tajam hendak menguliti Dewa.
"Aku tak akan melecehkanmu, Nona Harmoni! aku hanya ingin mengambil barangku," jelas Dewa dengan jarak yang sangat dekat menatap wajah Harmoni.
"Aku bisa membukanya sendiri! kau jangan mencari kesempatan dalam kesempitan," tuduh Harmoni mulai membuka pengait kalungnya.
Gadis itu mencoba membuka pengait kalungnya namun, tak bisa. Harmoni terus mencoba membukanya dan hasilnya tetap sama saja.
Dewa hanya tersenyum remeh karena gadis yang berada di hadapannya ini sangat keras kepala.
"Percuma! sampai kau mati, kau tak akan bisa membuka pengait itu karena kekuatan kristal biru yang menjadi bandulnya sudah menyatu dengan kalungmu," tutur Dewa dan tatapan mata Harmoni langsung tersorot pada mata safir Dewa.
Harmoni masih diam kala ia melihat secara dekat lensa mata pria es ini sangat indah dan Harmoni bisa memastikan, jika para wanita tertarik oleh lensa matanya yang terlihat seksi.
"Jangan menatapku seperti itu! nanti kau jatuh cinta padaku," cecar Dewa dan Harmoni segera memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Pria yang berpikir terlalu tinggi!" celoteh Harmoni dalam hati.
Harmoni mencoba membuka pengait kalung itu karena ia bukan tipe perempuan yang yang mudah menyerah. Tangannya sudah pegal dan mulai memerah terus berusaha membuka pengait kalungnya.
Akhirnya Harmoni mengangkat kedua tangannya. "Aku menyerah! kau bisa membuka kalung ini," pasrah Harmoni pada Dewa.
Dewa hendak menyentuh bandul kalung itu dan lagi-lagi Harmoni mengoceh, "Awas jangan macam-macam!"
Dewa tak memperlihatkan ekspresi apapun pada Harmoni. "Aku juga tak bernafsu padamu," sergah Dewa membuat mata Harmoni ingin meledak keluar.
"Baru kali ini ada pria tak bernafsu padaku! semua rekan bisnisku yang rata-rata mayoritas kaum Adam, mereka bisa mengemis ingin mengajak makan atau hanya sekedar berbincang tak penting, tapi pria aneh dan sedingin es ini, malah tak bernafsu padaku! atau jangan-jangan dia itu suka dengan sesama jenis?" tebak Harmoni dalam hati.
Harmoni bergidik ngeri dengan pikiran gila yang tiba-tiba melintas dalam otaknya.
"Kenapa kau?" tanya Dewa masih dengan tatapan dinginnya.
"Tidak apa-apa! cepat buka kalung ini! aku tak ingin berlama-lama berurusan dengan pria aneh seperti dirimu," cicit Harmoni.
Dewa mulai menyentuh bandul kalung Harmoni dan tangannya tak sengaja bersentuhan dengan kulit leher CEO cantik itu.
"Ini tangan atau balok es, sih! dingin sekali! jangan-jangan dia memiliki kelainan di planetnya." terka Harmoni dalam lubuk hatinya.
Dewa mencoba membuka pengait kalung itu namun, hal yang terjadi pada Harmoni, kini terjadi padanya.
Gadis itu tersenyum kecil karena si pria aneh yang memiliki kekuatan ajaib itu tak bisa membuka pengait kalungnya juga.
Karena sudah putus asa, akhirnya Dewa memutuskan untuk menggunakan kekuatannya, agar kristal biru miliknya cepat kembali padanya.
Dewa menyentuh bandul kalung tersebut sembari memejamkan mata. Beberapa detik kemudian, tubuh Dewa terpental dua langkah dari jarak Harmoni berdiri.
Gadis itu bingung kenapa Dewa bisa terpental ke belakang seperti itu.
"Kenapa kau? apa kalung ini tak bisa di lepas?" tanya Harmoni pada Dewa yang terlihat tak percaya karena kekuatannya tak bisa membuat kalung itu terlepas dari leher Harmoni.
"Pasti bisa! aku akan terus berusaha membukanya," tutur Dewa kembali mendekati Harmoni dengan gerakan cepat, secepat kilat.
Dewa kembali berusaha membuka kalung itu, namun hasilnya sama saja.
Pria itu menatap ke arah Harmoni. "Aku akan membukanya menggunakan tenaga level tinggiku jadi, kau harus tahan karena manusia biasa mungkin tak bisa menahan rasa sakit kekuatan murni level paling atas klan dari planetku," jelas Dewa pada Harmoni dan wajah ketakutan gadis itu mulai timbul.
"Jangan sampai tubuhku hancur karena kekuatan murninya yang sudah mencapai level paling atas," harap Harmoni berdoa dalam hatinya.
Dewa memejamkan matanya sembari membuka telapak tangannya. Dari telapak tangan kokoh itu, keluar sebuah cahaya putih. Pria itu membuka matanya melihat ke arah Harmoni yang juga menatap ke arahnya. "Kau tahan dirimu sekuat mungkin, karena tenagaku akan aku kerahkan untuk membuka kalung itu dari lehermu," ujar Dewa mulai mendekati Harmoni.
Pria itu selangkah terus maju dan kini tangan Dewa sudah bersiap menyentuh kalung yang melingkar di leher Harmoni.
Saat telapak tangan Dewa sudah menyentuh kalung itu. Ia berusaha keras menyalurkan seluruh kekuatannya untuk membuka kalung CEO cantik tersebut namun, tak ada reaksi apapun dari kalungnya maupun si pemilik kalung.
Dewa semakin mengerahkan tenaga dalamnya dan tubuh Harmoni kini ditarik semakin dekat dengan tubuh Dewa karena pria itu menambah tenaganya untuk membuka kalung Harmoni, sampai urat pada tangannya terlihat mulai menampakkan kekokohannya.
Gadis itu memejamkan matanya sembari mengumpat, "Pria aneh! lepaskan tanganmu dari kalungku! aku tak ingin berlama-lama menempel denganmu."
Dewa tak memperdulikannya, sampai pada akhirnya ia terpental ke belakang dan tangannya masih tetap menarik kalung Harmoni sehingga tubuh Harmoni ikut terjatuh menindih tubuh Dewa.
Mereka berdua kini sudah jatuh ke lantai. Harmoni berada di atas tubuh Dewa dan pria itu menatap CEO cantik tersebut dengan tatapan tajam. "Kenapa masih melihatku? jangan bilang kau sudah mulai suka padaku," tuduh Dewa pada Harmoni dan gadis itu segera bangun dari atas tubuh pria alien tersebut.
"Dasar alien gila," umpat Harmoni yang masih dapat di dengar oleh Dewa.
"Apa yang kau katakan tadi? aku alien?" tanya Dewa memastikan ucapan keliru gadis di hadapannya ini.
Harmoni melirik Dewa dengan tatapan aneh. "Siapa yang kau tuduh? aku? kau tak salah dengar, 'kan?" tanya Harmoni balik yang tak ingin terus di pojokan oleh Dewa.
Dewa mengulurkan tangannya dan menjentikkan jarinya, agar Harmoni mendekat ke arahnya.
Satu kali gerakan, tubuh Harmoni seakan ada yang mendorongnya ke arah Dewa dan pria itu dengan cepat menangkap tubuh Harmoni.
Kini tubuh Harmoni sudah menempel di tubuh Dewa dan tangan pria itu sudah bertengger di pinggang rampingnya.
Harmoni membelalakkan matanya karena ia berpikir, jika Dewa seorang pria aneh berani menyentuh pinggang wanita yang bukan apa-apanya. "Apa yang kau lakukan, Pria Alien!"
Dewa semakin kesal dijuluki alien oleh gadis cerewet macam Harmoni. Dewa tak menanggapi celotehan CEO cantik itu, ia lebih memilih mendekatkan keningnya pada kening Harmoni.
Si empunya kening terus meronta ingin dilepaskan. "Lepaskan aku, Pria Alien!"
Dewa menatap tajam manik mata Harmoni. "Jika kau tak diam! aku akan menciummu," ancam Dewa dan itu berhasil membuat Harmoni diam karena tangan gadis itu sudah dikunci oleh Dewa, agar tak bisa berontak lagi.
Harmoni melihat kelakuan Dewa bergidik ngeri dengan mata menyipit.
"Awas saja, jika dia berani menciumku! akan ku layangkan kepala ini pada kepalanya," celoteh Harmoni dalam hatinya.
Dewa mendekatkan keningnya pada kening Harmoni. Gadis itu semakin memundurkan wajahnya dan kening Dewa juga tak cepat menempel pada kening Harmoni. Dewa yang awalnya memejamkan mata, kini pria tampan sedingin balok es itu membuka matanya. "Jika kau terus memundurkan kepalamu, maka kita akan lebih lama seperti ini," ingatkan Dewa pada Harmoni.
Akhirnya Harmoni memilih diam daripada ia sungguh akan dicium oleh Dewa si pria alien.
"Sudah siap?" tanya Dewa pada Harmoni.
Wajah gadis itu merengut kesal. "Apa yang ingin kau lakukan sebenarnya, Dewa? kenapa harus dengan posisi seperti ini? aku merasa tak nyaman," cicit Harmoni.
Dewa semakin mendekatkan ujung hidungnya pada hidung Harmoni. "Aku ingin tahu masa lalumu karena kristal ini sangat menyatu dengan dirimu," jelas Dewa dengan deru napas dingin yang mulai menerpa bagian wajah Harmoni.
"Jadi kau juga bisa melihat masa lalu seseorang?" tanya Harmoni penasaran.
"Bisa, jika kening kami bersentuhan," sahut Dewa dan pria itu mulai mendekatkan keningnya dengan kening Harmoni.
Ujung hidung keduanya juga ikut menyentuh. Terpaan napas hangat Harmoni dapat di rasakan oleh Dewa.
Kini kening mereka berdua sudah menyatu dengan mata saling terpejam.
Dewa mencoba kembali menerobos ingatan masa lalu Harmoni namun, yang ada hanya ruang putih tanpa terselip ingatan apapun di dalamnya.
Dewa membuka kelopak matanya melihat ke arah mata Harmoni yang masih terpejam.
"Siapa kau sebenarnya? kenapa aku tak bisa melihat masa lalumu?" tanya Dewa di dalam hati.
Dewa melirik ujung hidungnya yang masih menempel dengan ujung hidung Harmoni.
Napas hangat Harmoni begitu terasa membelai sebagian kulit wajahnya.
Mata Dewa tak sengaja melirik bibir milik CEO seksi itu.
"Kenapa warna bibir ini mengingatkanku pada warna buah Cerry?" gumam Dewa tersembunyi.
Tanpa sadar bibir Dewa mulai mendekat ke arah bibir Harmoni dan saat itu juga manik mata Harmoni bertemu dengan manik mata berwarna safir milik pria yang dipanggilnya alien.
"Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Harmoni dengan nada datarnya.
Dewa segera memundurkan tubuhnya dengan cepat dan jarak mereka saat ini cukup jauh. "Aku tak bisa melihat masa lalumu!" masih dengan nada ketusnya.
Tubuh Harmoni terasa sakit dan seperti mati rasa pada bagian bekas genggaman tangan Dewa pada lengannya.
"Kau ini sebenarnya alien tipe apa, sih! tubuhmu itu sangat dingin dan sangat kuat," celoteh Harmoni tak kalah ketus sembari mengusap bagian tangannya yang terasa mati rasa karena ulah tangan dingin Dewa.
Secepat kilat Dewa sudah berada di hadapan CEO cantik tersebut. Pria itu menyentuh tangan Harmoni yang terasa mati rasa.
Sedetik kemudian, tangan Harmoni kembali dalam keadaan normal seperti biasanya.
"Sudah sembuh, 'kan? jadi jangan banyak bicara," ketus Dewa menatap wajah Harmoni dan gadis itu juga membalas tatapan mata Dewa tak kalah sengitnya.
"Mentang-mentang kau memiliki kekuatan jadi, kau bisa menindasku? tidak Pria Alien!" sungut Harmoni dalam hati.
"Kau ini jahat sekali pada wanita! apa istrimu betah memiliki suami super dingin seperti dirimu," cecar Harmoni tanpa henti.
"Aku masih lajang dan masih sendiri," timpal Dewa.
Harmoni hanya bisa menggerakkan bibirnya bercicit ria tanpa suara hanya gerakan mulut saja.
Dewa menatap Harmoni sengit dan gadis itu balik membalas tatapannya. "Sudah tua masih belum mempunyai istri," celetuk Harmoni dan Dewa mengerutkan keningnya dengan alis yang hampir menyatu.
"Jadi bagaimana dengan kristalku?" tanya Dewa pada Harmoni.
"Mana aku tahu! kau yang menginginkan kristal ini, bukan aku," ketus Harmoni duduk di ranjang Dewa dan gadis itu berteriak. "Aaaaaaak!"
Dewa berbalik menghadap ke arah Harmoni yang masih mengusap bagian bokongnya yang terasa dingin saat menempel pada kasur milik Dewa.
Pria itu tertawa melihat raut wajah Harmoni yang terlihat sangat lucu dengan bibir di majukan ke depan.
"Hahaha! lain kali mintalah izin pada pemiliknya, jika kau ingin duduk, Nona! itu bukan sembarang ranjang seperti milikmu," ejek Dewa masih terus tersenyum.
"Ternyata kau bisa tertawa juga ya, Pria Alien! aku kira hanya wajah datar dan dingin saja yang bisa kau perlihatkan padaku," celoteh manja Harmoni.
Dewa tak menanggapi ucapan Harmoni. Pria itu memilih duduk di sofa dekat jendela.
"Gadis yang cukup menghibur!" Dewa mencibir dalam diam.