Bab 1

1115 Words
Suara gelak tawa yang sedang menghiasi sebuah ruangan, tiba-tiba saja berhenti. Karena teriakan seorang gadis. "Ummi … Abi … kak Alvin jahil!" teriak Rachel. Dengan setengah berlari masuk ke rumah. Di belakang gadis itu ada seorang pria tampan, yang tengah mengejarnya. "Alvin …" tegur Adnan. Saat putra sulungnya mengejar Rachel. Membuat Rere yang sedang berbincang dengan Adara, menggelengkan kepalanya. "Pa, lihat kak Alvin! Dia selalu saja menggodaku. Aku sudah katakan padanya, aku tidak ingin menjadi istri kak Alvin. Dia itu dingin dan cuek. Tidak cocok dengan kriteria sebagai calon suamiku!" rengek Rachel. Berlari ke arah Adnan, dan memeluk pria itu. Terbiasa hidup berdampingan, tidak ada perbedaan bagi Rachel antara Marcel dan Adnan. Baginya sama saja. Bahkan Rachel lebih sering menghabiskan waktu bersama Adara dan Adnan, seandainya Alvin tidak ada di rumah. rumah mereka pun hanya dibatasi oleh satu buah dinding. "Percuma saja kamu menolak, Sayang. Kami sudah menjodohkan kalian berdua sejak kalian lahir." Marcel ikut duduk di samping Rachel. Mengacak rambut gadis cantik berlesung pipi tersebut. Rachel menghindar. "Pa … lihat abi …" rengeknya. "Kamu dengar sendiri, bukan? Kamu itu calon istriku!" Alvin menimpali. Pria bertubuh kekar tersebut duduk di sisi Marcel dan mengapit lengannya. "Abi, jadi kapan acara pernikahan kami?" kedua alis Alvin terangkat. "Secepatnya!" ucap Marcel. Mengabaikan putrinya yang sedang merajuk dan bergelayut manja kepada Adnan. "Papa … aku nggak mau!" Rachel semakin merengek dan menghentakkan kakinya ke lantai. "Tenang, sayang. Kamu dan Alvin tidak akan menikah sebelum ada cinta tumbuh di dalam hatimu!" Adnan menjepit hidung Rachel. "Papa …!" pekik Alvin. Tidak habis pikir dengan jawaban Adnan. "Pa, anak papa aku atau Rachel?" Giliran Alvin yang merajuk. Adara dan Rere hanya menggelengkan kepalanya. Mereka berdua tidak habis pikir. Adnan lebih dekat dengan Rachel dan Marcel lebih dekat dengan Alvin. "Sudah, sudah! Mama dan Ummi setuju dengan keputusan papa!" tegas Adara. Ikut duduk dengan mereka. Diikuti oleh Rere. "Ck. Abi …" Bibir Alvin mengerucut. "Maaf, Vin. Kali ini Abi angkat tangan. Lihat. Mata ummi dan mamamu nyaris keluar karena melotot kepada Abi. Jadi untuk sementara ini kita mengalah saja." Marcel menepuk bahu Alvin. "Ya … ya …!" Alvin memutar bola matanya. Membuat gelak tawa kembali terdengar di ruang tamu tersebut. Dua puluh lima tahun berlalu. Kini Alvin dan Rachel siap dijodohkan. Namun, sayang. Rachel menolak perjodohan tersebut karena ia telah memiliki kekasih Sedangkan Alvin, ia benar-benar mencintai Rachel. Namun, seandainya Alvin dan Rachel batal menikah. Masih ada anak-anak yang lainnya sebagai pengganti. Karena Adara dan Adnan memiliki lima orang anak. Rere dan Marcel empat orang anak. Akan tetapi, yang tinggal bersama mereka hanya Rachel dan Alvin. Sisanya masih menempuh pendidikan di negara orang. "Rachel kemarilah!" seru Marcel kepada putri sulungnya, yang masih duduk di sofa, dengan ponsel di tangannya. "Ada apa, Abi?" Gadis itu mendekati Marcel yang sedang duduk di tepi ranjangnya. "Abi tidak suka kamu menolak untuk menikah dengan Alvin. Kenapa? Karena keluarga mereka sudah banyak membantu Abi dan Umi. Seandainya tidak ada keluarga Alvin, Abi tidak akan ada di titik ini. Memiliki istri sebaik umi kamu dan anak-anak sebaik kalian berempat. Jadi ... Abi meminta tolong dengan sangat. Menikahlah dengan Alvin, karena dia sangat mencintaimu," pinta Marcel. Rachel tertegun. Bukannya ia tidak ingin menikah dengan Alvin, tertapi ia sendiri sudah memiliki seorang kekasih, yang amat dicintainya. Sedangkan Alvin, baginya tidak lebih dari sebatas kakak. "Aku tahu itu, Abi. Tetapi aku tidak bisa menikah dengannya, Bi. Papa berkata, kita boleh menikah dengan orang yang dicintai. Seandainya aku tidak mencintai Alvin, aku bisa menolaknya. Bagi papa, kebahagiaan harus diutamakan disini, bukan janji di masa lalu," ungkap Rachel Menyampaikan apa yang dikatakan oleh Adnan kepadanya. Memang benar Adnan ingin menjodohkannya dengan Alvin, tetapi pria paruh baya itu tahu Rachel tidak mencintai putranya. Dan Adnan tidak ingin merusak masa depan Rachel dan Alvin, hanya karena janji mereka di masa lalu. "Jangan membantah, ya, sayang. Abi mohon, memang Adnan mengatakan hal itu padamu.. Tapi tetap saja, janji adalah janji dan Abi tidak ingin gara-gara kamu semuanya batal. Abi tidak ingin Alvin kecewa karena gagal menikah denganmu." Masih berusaha memaksa agar Rachel mau menikah dengan Alvin. Bagi Marcel, melihat Alvin bahagia bersanding dengan Rachel adalah sebuah kebahagiaan yang sangat membahagiakan. Karena Alvin sudah ia anggap sebagai putranya sendiri. Alvin adalah anak yang patuh, baik, dan pekerja keras. Tidak pernah terdengar sedikitpun ia memiliki masalah. Semuanya berjalan dengan baik tanpa cela sedikitpun. Namun, ada sikap Alvin yang tidak pernah disukai oleh Rachel. Yaitu usil. Sikap usil tersebut sering membuat Rachel menangis dan jengah. Anehnya, sikap tersebut hanya ditunjukkan Alvin kepada Rachel saja. Di mata gadis lain Alvin adalah pria pendiam dan dingin. Tidak suka tersenyum serta ketus seperti ibunya Adara. "Abi, aku tidak mencintai dia..Dia itu menyebalkan. Seharusnya Abi bela aku bukan Alvin. Yang anak Abi sama umi itu aku atau dia? Atau jangan-jangan aku dan dia tertukar?" Kedua mata Rachel menyipit. "Kamu anak Abi, sayang. Tapi Alvin adalah menantu idaman Abi. Jadi ... Abi tidak mau tahu, kamu harus menikah dengan Alvin. Titik!" "Tidak mau, Abi ..." bantah Rachel. Dengan rengekannya. Berharap Marcel luluh dengan keinginannya. "Sayang sekali kali ini bujuk dan rayumu tidak berhasil untuk Abi. Dalam bulan ini kamu dan Alvin akan menikah. Abi tidak mau tahu!" ucap Marcel. Sebelum ia bangkit dan mengusap pucuk kepala Rachel. Rachel mendengus kesal. Melihat sikap Marcel yang tidak pernah peduli kepadanya. Abi-nya itu selalu saja mengikuti keinginan Alvin. Selalu saja bersikap seakan Alvin lah anaknya. Sedari kecil Alvin harus ikut kemana pun Rachel pergi. Pria itu selalu ditugaskan untuk menjaga dan mengawasinya. Sehingga ia tidak memiliki teman pria satupun. Karena Alvin selalu melarang ia bertegur sapa dengan pria lain. Tidak senang dengan penuturan Marcel, Rachel langsung kabur ke rumah Adnan. Mengadukan apa saja yang dikatakan oleh Marcel kepada pria itu. "Jadi itu kata abimu?" Rachel mengagguk cepat. "Abi tidak ingin dibantah, Pa. Tapi aku tidak mencintai Alvin, Pa. Apa yang harus aku lakukan?" "Kamu tidak perlu khawatir, sayang. Papa tidak akan membiarkan pernikahan kalian berlangsung, seandainya kamu tidak mencintai Alvin. percayalah!" Menangkup kedua pipi Rachel. "Aku takut, Pa. Kata Abi, aku dan Alvin akan menikah dalam bulan ini." "Itu tidak akan terjadi, seandainya putri Mama ini tidak mencintai Alvin," tambah Adara. Seraya menata minuman dan cemilan di atas meja. "Kamu dengar, bukan? Kalau mama kamu sudah berkata 'tidak!' Jangankan abimu, Papa saja tidak mampu untuk melawan perintahnya," sindir Adnan. Adara memutar bola matanya. Semenakutkan itukah dirinya? Sampai-sampai Adnan mengatakan hal yang demikian. Tapi benar yang dikatakan oleh Adnan. Adara adalah orang yang paling disegani. Ketegasannya dalam mengambil keputusan, membuat tidak ada yang berani membantah. Biarpun orang tersebut adalah Adnan sekalipun. "Terima kasih, Pa, Ma!" ucap Rachel. Seraya memeluk Adara. Hatinya begitu tenang mendapatkan keputusan dari Adara dan Adnan. Selaku kedua orang tua Alvin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD