2. Pangeran Bermobil Hitam

2921 Words
Bloem butik terlihat ramai dengan pengunjung mengingat sebentar lagi hari raya idul fitri, sebuah tradisi orang muslim yang selalu berburu baju baru untuk merayakannya. Butik bloem menjajakan pakaian, sepatu, sandal, tas hingga aksesoris bertemakan bunga. Seperti biasa saat hari raya seperti ini, selalu ada sale besar-besaran yang pasti banyak menarik minat pelanggan. Dengan iming-imingi diskon para wanita berjibun memenuhi butik, saking penuhnya sampai pemilik butik harus turun tangan menjadi pelayan sementara.           Di antara ibu-ibu dan wanita-wanita muda yang asyik memilih pakaian, aku terus tersenyum melayani mereka dengan kuping panas karena direcoki Naomi terus menerus. Dengan midi long dress beraksen bunga seperti ciri khas butik ini, aku bergerak kesana kemari. Rambut jagungku yang di cepol asal cukup menarik perhatian para pelanggan. Sudahn ku katakana wajah bule diantara pribumi selalu menjadi pusat perhatian. Dan mungkin salah satu daya tarik bloem butik juga, aku sebagai pemiliknya yang sedikit berbeda.         "Ayolah Rien mana mungkin kamu gak kasihan sama kakak perempuanmu satu-satunya ini" rengek Naomi, wanita berhijab dengan mata sipit itu terkadang memang tidak tahu situasi. Sudah tahu orang sedang ribet, masih saja riweuh.         Aku mengabaikan rengekan Naomi yang terus merengek padaku dan berjalan kesana kemari untuk menyapa pelanggan, menanyakan apa yang mereka inginkan. Bloem butik di bangun dalam ruko berlantai 3. Setiap lantai menunjukan kualitas barang-barang yang di pasarkan. Lantai 1 adalah tempat display produk dengan harga menengah. Untuk pelanggan VIP juga orang yang memesan pakaian secara ekslusif, maka tempatnya di lantai dua.Sedang lantai tiga di pakai untuk kantor dan tempat produksi. Oleh karena itu, hal yang pertama di tanyakan ketika ada pelanggan adalah kepentingan pelanggan itu. Di tengah banyaknya butik yang berjamur sekarang ini, tentu setiap pemilik usaha harus putar otak untuk menarik pelanggan. Konsep VIP dan pesanan ekslusif lumayan di minati saat ini. Memiliki pakaian berkelas yang tidak sama dengan orang lain, sepertinya sebuah proritas di zaman ini.           “Ayolah Rien, pernikahanku tinggal 1 bulan lagi, apa kamu tega melihatku menikah tanpa gaun pengantin?" tanyanya pura-pura sedih. Naomi sepertinya tidak menyerah untuk merecoki dengan keinginannya.           Aku hanya memutar bola mataku bosan dengan keluhannya setiap hari tentang itu-itu saja. Aku memilih untuk mengistirahatkan tubuhku di kursi santai dalam kantorku, dan membiarkan Naomi terus mengoceh.          “Pokoknya aku gak akan menikah tanpa gaun pernikahan rancanganmu, titik" rajuknya sambil cemberut. Meskipun aku mengacuhkannya, sepertinya wanita itu benar-benar tidak mengenal kata menyerah.          Aku menghela napas berat, menarik Naomi untuk duduk disampingku. Wanita yang berjarak 2 tahun lebih tua dariku itu, memang terkadang bersikap manja. Dia mungkin lupa, umurnya sudah ¼ abad sekarang.         " Naomi kakakku sayang, kita sudah sering bahas ini dan aku udah bosen, kita sama-sama tahu bagaimana nasib pengantin yang memakai gaun rancanganku dan aku gak mau kamu mengalami nasib yang sama seperti mereka." ucapku berusaha memberi pengertian.          " YA... Itu bukan salah gaun rancanganmu tapi itu cuma kebetulan" ucapnya ngotot.          " Gak mungkin kebetulan terjadi 2 kali ah tidak 3 kali kalau kegagalan pernikahanku dihitung"          Mendengar pembahasan kegagalan pernikahanku wajah Naomi langsung murung. Pembahasan tentang kegagalan pernikahanku memang menjadi hal yang tabu untuk diperbincangkan. Meskipun satu tahun telah berlalu, peristiwa itu masih menyebabkan luka jika dibahas. Sebenarnya aku sudah baik-baik saja ketika membahasnya, atau mungkin aku berusaha untuk baik-baik saja sehingga terbiasa untuk tidak menjadikan masalah itu sebagai sebuah luka.          " Maaf..." ucap Naomi penuh penyesalan, aku bahkan bisa melihat jika tatapan bersalah masih terlihat dari caranya menatapku.          " Tapi kamu tetep harus rancangin gaun pengantin untukku" lanjutnya tengil.           Aku menarik napas pasrah, Naomi terbiasa mendapatkan apapun yang dia inginkan. Menjadi putri seorang dokter sekaligus pemilik rumah sakit, membuat wanita tidak pernah sulit mendapatkan apa yang aku inginkan. Pak Hans yang sangat memanjakan putrinya juga menjadi salah satu alasan Naomi bisa sekeras kepala ini. Mengenal Naomi sejak kecil aku tahu dia tidak akan pernah menyerah sebelum aku setuju merancangkan gaun pernikahan untuknya.          "Okay, tapi kalau terjadi sesuatu jangan salahin aku yah, aku sudah memberi peringatan situnya yang gak mau denger" ucapku kesal.           Mata Naomi langsung berbinar seperti matahari terbit, dia berjingkrak-jingkrak bahagia seperti gadis kecil yang baru saja di belikan mainan oleh ibunya.          Aku hanya bisa mendengus melihat tingkah konyolnya, aku tak tahu kenapa orang seperti Naomi bisa di terima di universitas kedokteran dan parahnya lagi sekarang dia baru saja jadi dokter mengikuti ayah dan kakaknya.          Naomi melirik ke arahku yang memandangi kekonyolannya dari balik meja kerja.         " Tenang adikku sayang, buatkan saja aku gaun pengantin yang paling cantik masalah resiko nanti aku tanggung sendiri lagipula jika si klimis itu membatalkan pernikahannya akan aku akan menyeretnya dengan tanganku sendiri" ucapnya penuh tekad.          Aku menarik napas berat lagi dan mengangguk menyanggupi permintaannya, Naomi senang bukan kepalang dia langsung menyerangku dengan ciuman bertubi-tubi sampai akhirnya calon suaminya menelpon dan membuat dokter stres satu itu lari tunggang langgang dari ruanganku.       Gaun pengantin, sudah lama aku tak pernah mendesain gaun pengantin setelah kegagalan pernikahan dua klienku. Andrea dan Tiara dua temanku yang gagal menikah beberapa bulan setelah kegagalan pernikahanku karena memakai rancangan gaun buatanku. Andrea bersyukur pernikahannya gagal karena ternyata calon suaminya penipu. Tapi, Tiara ngamuk padaku karena pernikahannya gagal bahkan dia sampai mengobrak-abrik isi butikku. Belum lagi ibunya yang merupakan sosialita juga ikut mengamuk dan menyebar rumor tidak benar tentangku. Aku bergedik ngeri bagaimana jika Naomi seperti Tiara, mungkin bukan hanya butikku yang dia obrak-abrik isi perutku pun bisa jadi dia obrak-abrik.         Aku termenung di kantorku sendirian sampai seseorang mengetuk pintu membuatku tersadar dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang berseliweran di kepalaku. Dita mengintipku dari balik pintu,         " Waktunya jam makan siang bu bos" ucapnya.          Aku meliriknya sekilas lalu melihat jam di tanganku dan terperanjat melihat jam menunjukan jam 2 siang padahal aku punya janji makan siang dengan ibu Nayla jam 1 siang di rumah.         " Yah kenapa gak ngingetin dari tadi" omelku sambil berjalan melewatinya.         Dan Dita pasti hanya cengo menatapku. Dita adalah satu dari banyaknya orang yang tahu tentang masa terburuk dalam hidupku. Wanita itu irit bicara, tapi dia paling peka dengan perasaan orang lain. Ketika orang lain melihatku dengan tatapan kasihan bahkan berusaha menolong hal kecil apapun yang ingin aku lakukuan. Dita satu-satunya orang yang tidak menatapku dengan tatapan kasihan itu. Bahkan Dita dengan semangat mendukungku untuk mengerjakan banyak hal sebagai pengalih pikiran. **********     Hari raya semakin dekat, seisi rumah sibuk mempersiapkan segala kebutuhan hari raya, sekaligus mempersiapkan pernikahan Naomi yang dilaksanakan dua minggu setelah hari raya.Aneka kue kering sudah berjejer dalam toples dengan stok yang lumayan banyak ditambah segala jenis manisan yang menjadi ikon wajib di rumah ini mengingat bu Nayla berasal dari daerah Cianjuran menambah daftar pekerjaan di rumah ini. Aku hanya menggeleng melihat segala kesibukan menjelang hari raya di rumah ini padahal  tahun ini sudah tahun ke 12 aku tinggal bersama keluarga ini. Lihatlah aku yang berdiri di ambang pintu hendak berangkat kerjapun tak ada yang melirik, sepertinya wajah cantikku tidak lebih menarik dari buah pala yang dilumuri gula pasir.           Aku tersenyum memandangi mereka tapi senyumku berubah menjadi senyum miris ketika memori otakku memutar masa lalu. Orangtuaku meninggal 3 hari setelah hari raya karena kecelakkan saat kami akan pergi mudik ke kampung halaman bunda. Lebaran di rumahku dulu sangat sederhana,tentu saja karena ayahku berasal dari Inggris dan berstatus mualaf, jadi kami tidak memiliki tamu ataupun harus mengunjungi krabat di hari raya. Sedangkan bunda, lama tinggal di Inggris kue kering yang di beli di super market dan makanan yang di buatnya saja cukup untuk menyemarakan lebaran kami. Ayahku menjadi mualaf ketika menikah dengan bunda. Aku tidak pernah tahu bagaimana wajah ibu kandungku yang meninggal begitu melahirkanku. Hanya bunda yang aku ingat sebagai ibu sepanjang hidupku. Mungkin jika wajah bunda Laras berwajah bule seperrtiku tidak akan ada yang tahu jika bunda Laras hanyalah ibu sambung untukku. Sayang sekali orangtuaku harus pergi disaat usiaku masih sangat muda menyisakan aku sendiri dibawah asuhan orang lain. Aku juga tidak mengenal kerabat dari ibu kandungku, dan kerabat dari sisi ayahku, aku hanya mengenal beberapa orang saja dari mereka. Ketika orangtuaku kecelakaan, tidak ada satupun yang mengulurkan tangannya mau mengurusku. Hanya keluarga pak Hans dan ibu Nayla yang mengulurkan tangannyan padaku. Karena itulah, aku akan melakukan apapun untuk membahagiakan keluarga ini, sekalipun menukarnya dengan kebahagiaanku, sebagai rasa terima kasihku pada mereka. "Nona jangan menghalangi jalan"  ucap seseorang sambil menepuk pundakku.         Aku yang asyik dengan lamunanku langsung menoleh dan menggeser badanku. Aku menatap orang yang tadi bicara padaku dan celakanya jantungku kembali berdetak tak karuan melihatnya lagi. Zhoumi berdiri dihadapanku, dia masih terlihat sama seperti terakhir kali aku melihatnya setahun lalu. Badan tinggi sedikit kurusnya, mata coklatnya yang dibinkai oleh kaca mata dan senyum miring yang terukir di bibir tipisnya. Semuanya masih sama hanya saja sekarang ada tambahan bayi kecil yang meringkuk dalam dekapannya. Sejenak aku hanya memandangnya dengan detak jantung yang tak terkontrol, entahlah itu karena aku benci melihatnya lagi atau justru rasa cinta itu masih ada di hatiku untuknya.         Aku mengalihkan pandanganku darinya dan beralih melihat kearah wanita yang ada di belakangnya. Cindy berdiri dengan senyum canggungnya menatap kearahku, aku balas tersenyum padanya, dan menatap Cindy yang entah kenapa jauh berbeda dari Cindy yang terakhir kali kulihat. Cindy yang dulu selalu segar dengan lipstik merah menghiasi bibir tebalnya dan jangan lupakan badan S linenya selalu ditutupi pakain ketat yang menunjukan betapa indahnya tubuhnya. Rambutnya yang di cat kemerahan membuat wajah putihnya semakin bersinar, tapi itu semua tak terlihat di Cindy yang ada di hadapanku sekarang. Cindy sekarang terlihat pucat, badan indahnya sudah tak terlihat tertutupi baju gamis longgar dan rambutnya sekarang tertutup hijab.        "Lama tak bertemu" sapanya ramah.         Aku tersenyum sekilas dan mempersilahkan mereka masuk. Dari tempatku berdiri aku bisa melihat senyum bahagia dari keluarga pak Hans menyambut kedatangan Zhoumi dan keluarga kecilnya. Terbersit rasa sakit di hatiku melihat kebersamaan mereka, seharusnya akulah yang ada di posisi Cindy saat ini tapi kenyataannya aku hanya orang asing yang akan membuat mereka merasa canggung jika aku berada diantara mereka.          Aku melihat mereka dengan tatapan yang tak menentu, beruntung panggilan masuk datang ke smartphoneku, hingga aku bisa meninggalkan kediaman keluarga berbahagia itu, ke kehidupanku sendiri di luar sana. Sedekat apapun aku dengan keluarga itu, pada akhirnya aku tetaplah orang asing.   ************         Aku berkendara tanpa arah, tetes demi tetes air mata membasahi pipiku. Sudah lebih dari setahun sejak peristiwa itu, tapi kenapa rasa sakit ini kembali menyerang hatiku.Isakan halus kembali keluar dari mulutku padahal aku sendiri tak yakin apa sebenarnya yang aku tangisi, kebahagiaan mereka atau rasa kesepianku.          Aku terus menyetir dengan air mata yang tak kunjung surut dari mataku. Aku memacu mobilku dengan kecepatan tinggi  hingga aku kesulitan memberhentikan mobilku ketika mobil hitam didepanku tiba-tiba berhenti alhasil tabrakan tak bisa dielakan. Mobilku menghantam bamper belakang mobil di depanku cukup keras. Rasa sedih yang menyelimuti hatiku langsung sirna digantikan rasa kaget bercampur takut.         Keadaan jalan sepi, aku merutuki si pengendara mobil yang ku tabrak karena berhenti mendadak di jalan sepi seperti ini. Tapi aku juga merasa bersalah karena aku memacu mobilku terlalu cepat tadi, hingga tak menyadari mobil didepanku berhenti. Aku memang tidak apa-apa lalu bagaimana dengan pengendara yang kutabrak? seketika rasa was-was menyelimuti hatiku.          Dengan takut-takut aku keluar dari mobilku untuk melihat keadaan pengendara yang kutabrak. Seseorang memakai kemeja putih dan celana jins keluar sambil memegang tengkuknya. Aku melihat ke arah orang itu dan oh my god aku tak menyesal telah menabrakkan mobilku pada mobilnya.         Seorang pria berdiri di hadapanku sambil memegang tengkuknya tapi orang itu seperti sedang berpose iklan sebuah produk pakaian dimataku. Orang itu berbadan tinggi tegap dengan alis dan mata tajam, garis rahang yang super manly dengan kulit yang kecoklatan membuatku menganga melihatnya. Ditambah lagi bahunya yang lebar dibalut kemeja slim fit warna putih seakan menunjukan dia memilki body pria idaman dalam novel. Dan tinggi badannya oh my god dia sangat proporsional seperti model catwalk di eropa sana. Pria itu berjalan mendekat ke arahku dan berhasil membuat kerja jantungku jumpalitan.          Aku tersenyum kaku padanya, pesonanya benar-benar membiusku, otakku kembali menyadarkanku jika aku baru saja menabrak pria hot itu, dan sekarang jiwaku menjerit berharap pria hot ini tak memperpanjang masalah yang telah aku buat. Aku mengalihkan tatapanku pada mobil hitam yang baru saja aku tabrak sampai penyok. Mataku melotot melihat mobil itu bukan mobil biasa melainkan mobil mewah berharga miliyaran rupiah.          " Maaf nona, saya mengerem mendadak hingga membuat anda menabrak mobil saya" ucapnya dengan suara beratnya yang serak.          Aku menatap bengong mendengar ucapannya, aku tak habis pikir kenapa justru dia yang meminta maaf padahal aku lah yang menabraknya.          " Nona saya akan mengganti semua kerusakan yang anda alami, sekali lagi saya meminta maaf karena mengganggu kenyaman anda" ucapnya santun.         " Ah tidak apa-apa mobil saya tidak apa-apa kok" jawabku cepat.         Pria itu tersenyum dan senyumnya oh my god tolong ambilkan aku tabung oksigen. Pria itu memperhatikan mobilku  yang memang sepertinya lebih parah dibandingkan mobilnya yang hanya penyok bamper belakangnya saja.         " Apa anda yakin dengan ucapan anda? Saya rasa mobil anda perlu menginap beberapa hari di bengkel dan tak mungkin bisa di kendarai dalam keadaan seperti itu"         Aku menatap prihatin mobilku, apa yang diucapkan pria itu memang benar bamper depan mobilku rusak berat dan entah air apa yang merembes dari sana. Ya tuhan sepertinya hari ini merupakan hari sialku. Setelah bertemu dengan mantan brengseknya, terlibat kecelakaan dan sekrang mobilku yang baru saja lunas setelah 1 tahun kredit juga rusak.         " Kalau saya boleh tahu anda hendak pergi kemana? boleh saya antar anda sampai tujuan?"        Aku menatap ragu ke arahnya, terbersit rasa takut di benakku. Dia orang asing bagiku rasa-rasanya agak aneh jika dia tiba-tiba mengantarku bukan? tiba-tiba pikiran aneh berseliweran di otakku, di jalanan sepi, seorang wanita sendirian apa mungkin dia bermaksud jahat padaku?  "Tidak perlu saya bisa sendiri" tolakku sambil berjalan mundur menjauhinya.        Pria itu hanya tersenyum melihat tingkahku lalu berjalan meninggalkanku sambil menelpon sesekali dia melihat ke arahku dan tersenyum miring. Rasa takut menyelimuti kepalaku  apalagi melihatnya tersenyum miring seperti itu membuatku teringat psikopat-psikopat dalam film. Orang ganteng, sopan dengan senyum miring fix itu seperti psikopat di film yang aku tonton.        Aku bergerak cepat mengambil tasku dari dalam mobil dan berjalan menjauh dari orang asing itu. Tapi baru beberapa langkah orang itu langsung menarik lenganku dan sukses membuatku menjerit.        " Nona anda tidak apa-apa?" tanyanya heran.         Aku berbalik ke arahnya, melihat dia yang menatap bingung ke arahku, 'Malu' yap itulah yang aku rasakan, aku juga tak tahu jika aku akan bereaksi seperti itu apalagi sekarang dia malah memandang lekat ke arahku dengan wajah bingung campur khawatir.         " Apa anda memiliki trauma atau sesuatu?" tanyanya        Aku hanya diam saja memandanginya, entahlah wajahnya membuat mataku berlama-lama ingin memandangnya.Memperhatikan garis wajahnya dan ekspresi yang keluar dari wajah pahatan sempurna miliknya.        " Nona, saya baru saya menelpon mobil derek mungkin sebentar lagi mereka akan datang, jadi anda akan pergi kemana?"         Aku hanya diam masih memandanginya, masih ada keraguan untuk menjawab pertanyaannya, meskipun sebagian hatiku menilai jika mungkin dia bukan orang jahat.         Kami larut dalam keheningan hingga mobil derek datang untuk membawa mobilku. Pria asing itu menatapku dan melihat sekeliling jalan yang masih sepi.         " Nona, jalan ini tidak dilewati kendaraan umum, jadi mari saya antar ketempat tujuan anda" tawarnya.         Aku menatap ragu kepadanya, dan dia malah tersenyum manis.        " Tenang saja nona saya bukan orang jahat, saya akan mengantar nona ke tempat tujuan anda tanpa kurang satu apapun, anggap saja ini sebagai penebus rasa bersalah saya pada anda" ucapnya.          Meskipun ragu akhirnya aku mau juga diantar olehnya, selama perjalanan kami hanya diam membisu, selain mengatakan alamat tujuanku aku tidak berbicara apa-apa lagi dengannya. Aku sibuk melihat jalan yang sebenarnya sudah bosan kulihat setiap hari dan dia juga fokus menyetir meskipun dari ekor mataku aku melihat dia sering curi-curi pandang kearahku.          Setelah 20 menit akhirnya perjalanan sunyi itu berakhir, aku keluar dari mobilnya dan mengucapkan terima kasih tidak lupa dengan senyum manisku. Aku berjalan menuju butikku, baru beberapa langkah pria itu ikut keluar dari mobilnya.        " Nona" panggilnya.         Aku berbalik dan melihat pria itu mengulurkan tangannya.         " Aku Shaman" ucapnya sambil tersenyum.         " Shaman?" tanyaku ragu         " Iya Shaman, sampai jumpa lagi nona" ucapnya sambil menjabat tanganku lalu melambaikan tangannya ketika dia berjalan mundur menuju mobilnya.          Aku hanya tersenyum dan balas melambai.         " Shaman... nama yang unik" gumamku tanpa sadar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD