Keakraban Yang Palsu

1061 Words
Suasana sarapan keluarga Hendrawan ramai oleh perdebatan Jamine dan Aska. Kedua bersaudara memperebutkan telor gulung terakhir buatan mama mereka. Tapi dengan santainya Panji malah mengambil telor itu lalu memasukkannya ke dalam mulut tanpa merasa bersalah sedikit pun. Posisi Panji yang berada di tengah-tengah antara Jasmine dan Aska jelas mempermudah dirinya untuk bisa menyelinap mengambil hal yang selalu membuat sarapan mereka meriah. Meriah oleh perang mulut si sulung dan si bungsu, sedangkan si tengah yang memang pendiam cuma melihat dengan tenang. Telor gulung buatan Jane adalah yang paling disukai Jasmine, Panji dan Aska. Kalau yang membuat makanan itu orang lain, mereka tidak akan sampai rebutan seperti ini. Entah bumbu apa yang membuat masakan mama mereka itu sangatttt enak. “Elo… wah…,” Aska menganga tak percaya. Dia lalu membuka jas almamater kampusnya yang sedang dia gunakan kemudian meraih kerah baju Panji. “Kok elo makan telor gue sih, bang?!” Jasmine pun ikut-ikutan, dia mengapit kepala Panji lalu menjambak jambang adiknya itu hingga menjerit kesakitan. Rambutnya yang juga gondrong ikut perasakan pedih karena tertarik-tarik. “Nggak ada akhlak! Itu punya gue, Panji!” Satya dan Jane yang melihat anak-anaknya itu cuma bisa geleng-geleng kepala. Jane menyesal membuat telor gulung untuk sarapan pagi ini. Harusnya tadi membuat bubur ayam saja. “Udah! Udah!” Satya mulai bersuara karena anak sulung dan bungsunya tidak juga melepaskan Panji. “Aska! Uang jajan kamu papa potong kalo masih dilanjutin!” akhirnya ancaman Satya keluar dan Aska pun segera mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. “Ampun, papa… anakmu ini masih ingin hidup.” Aska segera berdiri membungkukan tubuhnya 90 derajat disertai kedua tangannya yang menyatu di depan dadanya. Jane terkekeh melihat kelakuan Aska yang memang absurd sekali. “Kamu juga Jasmine, mau papa cancel jadwal terbang kamu?” Jasmine langsung cemberut Ketika papanya mulai mengancam soal jadwal terbangnya sebagai pramugari. Papanya yang posesif itu masih belum rela Jasmine memilih profesi ini. Bukannya Satya tidak mendukung, tapi tentu seorang ayah akan selalu merasa khawatir Ketika putrinya harus pergi jauh hampir setiap hari. Berpindah tempat dari satu negara ke negara lainnya. Kasih sayang Satya itu sampai membuatnya membeli saham maskapai penerbangan yang menaungi Jasmine saat ini. Nilainya bahkan bukan main-main, Jasmine hanya bisa pasrah saja Ketika tahu papanya melakukan hal itu hanya demi untuk melindungi dirinya. “Kamu nginep lagi di kampus, dek?” tanya Jane pada Aska yang sedang menggigit dua lapis roti tawar dengan keju di dalamnya, padahal bocah itu baru saja menghabiskan sarapan berupa nasi goreng. Aska mengunyah rotinya dengan cepat lalu menelannya. “Enggak, ma. Nanti kalo adek nginep mama ngambek lagi. Kita bakal dikira pacaran karena ngambek-ngambekan terus lho, Ma...,” selorohnya yang kemudian dihadiahi pukulan sendok di kepalanya oleh papanya sendiri. “Astaga! Sakit, Pa!!” Aska merengek sambil mengusap rambutnya. “Makanya nggak usah godain mama kamu.” Bibir Aska langsung manyun. Ya mana mungkin dia godain mamanya sendiri. Papanya ini udah tua masih aja posesif! Aska mencibir dalam hati. Iya lah cuma dalam hati, mana berani dia mengatakannya langsung di depan papanya. “Kamu jadi ikut papa ke kantor, Bang?” kini Jane gantian bertanya pada anak tengahnya, Panji yang mendapat julukan Abang. “Jadi, Ma. Tapi aku nggak bareng sama papa, aku pakai mobil sendiri aja karena mau ketemu temen.” “Temen apa temen...,” Jasmine menyeletuk. Dia tahu sekali Panji sedang dekat dengan teman masa SMA nya setelah reunian dengan teman-teman SMA nya beberapa hari lalu. “Siapa lagi kali ini, Nji?” Satya ikut bersuara, gara-gara Panji suka gonta-ganti pacar, pria berusia 50 tahun ini akhirnya jadi hapal dengan kelakuan anaknya. Panji menghela nafas. Kini perhatian keluarganya terpusat padanya. “Cuma temen, Pa.. ini kumpul rame-rame, kok,” kata Panji. Lalu dia menoleh pada Jasmine. “Lagi pula aku masih suka sama orang yang sama meski pacarku banyak.” Jasmine langsung membuang wajahnya, dia pura-pura meminum s**u untuk menetralisir wajah terkejutnya karena kalimat Panji yang jelas ditujukan untuknya. Adiknya ini benar-benar gila! Susah payah dia dan Aska menyembunyikan fakta tentang Panji yang menyukainya, kini malah Panji dengan nekat mengatakan hal itu meski cuma tersirat dan ornag tua mereka tidak akan menemukan petunjuk apa pun. Tapi kalau Panji terus melakukannya, Jasmine takut ini akan mengecewakan kedua orang tuanya. Perasaan memang tidak bisa dikontrol, tapi kenapa Panji harus menyukai dirinya yang notabennya kakak dari satu ayah yang sama? Aska langsung berekspresi datar. Kalimat Panji tadi sukses membuat mood di pagi harinya hancur. Padahal tadi dia sudah mencoba bersikap akrab, karena dia sadar mereka ini bersaudara apalagi dia dan Panji mempunyai orang tua yang sama tidak seperti Jamine yang berbeda ibu. Tapi sepertinya Panji tidak sepemikiran dengan Aska. Karena kesal dia pun bangkit dari kursi untuk berpamitan pada papa dan mamanya. Tapi ketika akan mencium tangan mamanya, ponsel Aska berdering. Aska kemudian melanjutkan pamitannya dengan Jane baru kemudian mengangkat panggilan telepon yang ternyata dari sahabat mamanya. Jane yang melihat nama Sandra ada di ponsel Aska pun meminta panggilan itu untuk me-loudspreaker. “Halo, tante?” “Halo, Aska.” “Iya, tante.. ada apa nih pagi-pagi telepon?” tanya Aska, sambil tangannya meraih satu lagi roti tawar di meja tapi dengan jahil Jamine menjauhkannya dari jangkauan tangan adik bungsunya itu. “Kamu mau ke kampus hari ini?” “Iya, tante. Ini mau berangkat.” “Aduh kebetulan banget... ini sekalian berangkat sama anak tante, ya?” “Anak tante... maksudnya Fania?” “Iya, Aska! Memangnya siapa lagi anak tante, hm?” Aska tertawa kikuk. Dia mendadak bodoh kalau sudah berkaitan dengan Fania. Dan gelagat bocah remaja itu diperhatikan oleh 4 anggota keluarga lain yang sudah tahu kalau Aska menaruh rasa suka pada Fania. Bagaimana tidak, wajah Aska itu seperti buku terbuka yang bisa dibaca oleh siapa pun kalau sudah menyangkut Fania. Dan entah ke mana perginya otak cemerlangnya itu. “Oke, tante.. nanti aku mampir ke situ jemput Fania.” “Oke siap. Makasih ya anak gantengnya mama Jane.. salam buat yang lain!” Setelah sambungan telepon terputus, Aska langsung salah tingkah begitu menyadari keluarganya sedang menatapnya. “Apa?” celetuknya dengan salah tingkah. “Nggak.. cuma tadi ada lalet bertelor di rambut kamu.” Itu suara Jasmine. “Ngawur!” cibir Aska. Dia kemudian menghadap pada papa dan mamanya. “Aku berangkat ya, Ma.. Pa...,” Tapi baru beberapa langkah dia meningalkan meja makan, namanya kemudian dipanggil oleh Jane. “Aska!” “Apa, Ma?” Aska berbalik menuju ruang makan lagi. Siapa tahu barangnya ada yang tertinggal. Tapi dia malah menyesali keputusannya untuk kembali ke mari. “Ada yang ketinggalan?” tanyanya. Jane menggelengkan kepalanya. “Enggak ada, dek. Mama cuma mau bilang... Jangan salah tingkah kalau ada Fania. Dijagain itu anak orang. Sama semangat PDKT nya.” Aska terbengong mendapati mamanya malah memberi nasehat seperti itu. “Mamaaaaa....” Aska yang kesal pun pergi menjauh dari meja makan dengan kaki menghentak-hentak. “Nyebelin semua!” Aska sudah dalam mode merajuk. Tapi malah disambut suara tawa keluarganya. “Pepet terus pantang mundur ya, dekkk!!” dan Jasmine malah semakin mengomporinya. “Gue gembesin ban mobil elo, kak!” teriak Aska yang sudah mencapai ruang tamu. . /// Instagram: Gorjesso Purwokerto, 2 Agustus 2020 Tertanda, . Orang yang sedang negemil seriping pisang. . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD