06. HOBI BARU FAREN

1128 Words
TADI malam Faren benar-benar tidak bisa tidur dengan tenang, pikirannya hanya melayang pada jajaran cogan-cogan di sekolahnya. Siaal, jika kemarin sekolah tidak dibubarkan, hal seperti itu pasti tidak akan terjadi. Oleh sebab itu, hari ini, tepat pagi-pagi sekali sekitar pukul enam lebih sepuluh menit. Dengan tubuh anteng, Faren duduk di kursi dekat dengan lapangan basket. Berharap dengan datang sepagi ini, ia tidak akan melihat para cogan tercintanya yang berlalu lalang. Faren mendesah kasar, memang jam di pergelangan tangannya sekarang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, tidak terasa sudah dua puluh menit Faren duduk di kursi hingga bokoongnya terasa panas. Para murid sekolah sudah seliweran di sekitarnya, dan bola mata Faren juga sebenernya sudah melihat para cogan yang sudah lewat. Tapi cogan yang satu itu belum nampak batang hidungnya. Yup betul sekali, siapa lagi kalau bukan Feron? Hal itu pula yang membuat Faren masih betah berada di tempatnya, sorot matanya semakin awas saja, penglihatannya ia tajamkan. Hatinya berkata bahwa Feron pasti akan lewat di sini seperti kemarin. "Ish lama banget sih! Padahal Faren rela-relain datang sepagi ini, tapi kok Feron ganteng itu belum nongol juga? Apa jangan-jangan sakit, ya? Atau mungkin telat? Tapi nggak mungkin terlat, Feron itu nggak pemalas!" Faren mengoceh dengan volume suara yang tidak di bilang rendah, sambil menengadah wajahnya ke sana kemari, Faren juga tidak bisa berhenti bersikap tenang. Tubuhnya lagi dan lagi bangkit dari duduknya, habis itu duduk lagi. Seperti itu seterusnya tanpa bisa dicegah. "Faren juga baru nyadar, masih tujuh cogan yang baru Faren lihat. Yang lain belum pada berangkat astaga! Cogan-cogan kebanyakan emang gitu atau gimana sih!" omelnya lagi. Dari ketujuh cogan yang tadi Faren sebut, tidak ada satu pun yang nerima cinta Faren. Banyak alasan yang Faren dapatkan dari mereka. Padahal jika dilihat dari fisik, Faren memang unggul, wajahnya tergolong cantik. Mungkin yang mendasari penolakan mereka adalah sifat Faren yang terlalu barbar. Tapi Faren tidak pernah larut dalam kesedihan, jika sudah ditolak, ia masih punya stok lebih dari cukup untuk di jadikan target selanjutnya. Meski begitu, Faren masih saja mengagumi para cowok ganteng tersebut. Dan tidak ada kata menyerah dalam kamus hidupnya. Entah kenapa, baru kali ini semangat Faren sungguh menggebu ketika ia dipertemukan dengan cowok bernama Feron. Faren langsung tertarik begitu saja, dan sebuah tekad besar sudah berada di tubuhnya untuk mendapatkan Feron, sang pangeran detak jantungnya. Bibir yang semula mengerucut ke depan, akhirnya digantikan oleh senyuman paling lebar ketika pandangannya menangkap Feron. Iya Feron, cowok ganteng yang menjadi incaran Faren. "Ya ampun! Dari sini aura cogannya aja udah kecium, gimana kalo dari dekat, ya? Jadi pengin di cocol langsung," ucap Faren sambil terkekeh. Dengan semangat empat lima, Faren bangkit dari duduknya. Kakinya semakin bertambah cepat agar ia lebih cepat sampai di samping Feron. "Itu kaki Feron dibuat pake apa sih? Jalannya kok cepet banget kayak kereta! Faren kan jadi keteteran," sungut Faren kesal, ia memilih untuk berlari agar cepat sampai. Usaha memang tidak mengkhianati hasil. Lihat saja, Faren berhasil untuk menghadang langkah Feron. Senyuman Faren terbit dengan cepat setelah ia mengatur napasnya sebentar. "Tukang angkot namanya pak Jaja, Feron kok tambah ganteng aja." Faren terkekeh kecil sehabis mengakhiri pantun recehnya. Ia memangkas jarak untuk mendekati Feron yang kini sedang memandangi Faren dengan raut wajah penuh tanya. "Feron nggak usah bingung gitu, Faren emang jago buat cari informasi tentang Feron. Makanya dari itu, sekarang Faren tahu nama Feron! Hehehe ..." Tidak ada balasan, seperti biasa. Bahkan setelah tawa kecil Faren sudah tidak terdengar, Feron masih belum buka suara. Hanya pandangan tidak suka yang ia layangkan untuk cewek gila dihadapannya itu. Faren pun mendesah kasar sambil memutar bola matanya dengan malas. "Betah amat sih diem gitu? Feron itu nggak lagi ikut kontes jadi patung. Mendingan jadi pacar Faren yuk!" Dengan satu tarikan napas, cewek cantik itu langsung menggaet tangan kekar Feron secara kuat. "Bisa lepasin nggak?!" Feron berucap dengan nada suara dingin yang terlalu kentara, sorot matanya semakin tajam dan bengis. Seberapa kuat pun Feron menyingkirkan tangan Faren, hal itu sama sekali tidak bisa terjadi. Faren begitu kencang memeluk tangan cowok tersebut. "Nggak bisa! Feron itu jodohnya Faren. Cogan macam Feron ini mah rawan digondol setan-setan kurang belaian. Ayo anterin Faren ke kelas dulu." "Gue bukan jodoh lo!" tegas Feron lagi, air mukanya bertambah dingin dan menyeramkan. Nyali Faren seketika saja menciut. Perlahan, Faren pun melepaskan tangan Feron seiring dengan ludahnya yang ia telan kembali. Tatapan Feron tajam banget kayak omongan tetangga, batin Faren dalam benaknya. Setelah itu Faren berdehem, berpura-pura agar tidak terlihat takut. Jika Feron tahu bahwa cewek itu memiliki nyali yang ciut karena ekspresi Feron barusan, sangat sudah dipastikan bahwa Feron akan selalu menggertak dan memasang raut muka yang menyeramkan agar Faren pergi. Tapi Faren kali ini lebih cerdik dari si kancil, dengan modal wajah kalemnya, Faren pun kembali bertutur kata. "Jangan dingin-dingin sama calon istri, mending kita pacaran? Gimana nih? Faren dari kemarin-kemarin udah nungguin jawabannya lho!" ujar Faren antusias, binar matanya sungguh terlihat jelas. Ia sudah mengklaim bahwa cowok ganteng satu ini adalah kekasih yang Tuhan kirimkan untuknya. Faren akan terus berjuang, mendapatkan Feron adalah hobi barunya sekarang. "ENGGAK!" gertak Feron dengan suara kencang, nyaris saja Faren mengeluarkan bola matanya dari tempatnya. "Ayah jangan gitu dong sama bunda! Nanti bunda sakit hati nih." Faren memasang gurat wajah memelas, bibirnya manyun hingga ia tampak sangat menggemaskan. Tapi reaksi Feron sungguh berbanding terbalik, justru cogan satu ini malah mendesah kasar dan memutar bola matanya dengan jengah. "Cewek aneh!" rutuk Feron, lalu ia membelokkan tubuhnya, berjalan santai menuju kelasnya, meninggalkan Faren di tempat yang sudah mencak-mencak tidak terima. Faren tidak mempunyai kata nyerah dalam kamus hidupnya. Lihat saja, cewek itu sudah berlari untuk mengejar Feron. Ia kembali mengapit tangan Feron lagi sebelum akhirnya Feron kaget, menoleh pada Faren yang main sambar aja. "Main kabur aja nih gebetan! Jangan lari dari tanggung jawab gitu dong. Calon imam yang baik harusnya bikin calon istri senang dunia akhirat. Berhubung Feron sekarang pacarnya Far—" "Gue bukan pacar lo!" ucap Feron lagi, memotong perkataan Faren. ketegasan dalam suaranya sedikit hilang karena ia sudah lelah menghadapi tingkah Faren yang sungguh aneh dan tidak jelas seperti ini. Feron pun kembali menghempaskan tangan Faren. Tapi, seperkian detik berikutnya Faren kembali menyambar tangan Feron. Susah memang menghadapi tingkah Faren seperti ini, dan alhasil Feron menyerah. Ia membiarkan Faren bersukacita. "Nggak usah bawel kayak gitu! Ayo anterin Faren ke kelas. Mulai sekarang Fegan harus nurut sama Faren, oke?" Bukanya menjawab, Feron malah menaikkan satu alisnya ke atas, "gue punya nama yang paten!" "Nggak pa-pa, sekarang Fegan adalah panggilan kesayangan Faren untuk Feron hehehe ..." Feron hanya memandangi Faren lekat-lekat, menunggu gadis itu untuk kembali membuka suara. "Fegan itu artinya Feron ganteng. Nggak boleh protes ya! Apalagi nawar segala. Ayo anterin ke kelas, setelah itu Fegan boleh pergi."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD