Tujuan Balas Dendam

1128 Words
Prang!!! Queen sedang menikmati makan siang di kantin sekolah bersama sahabatnya, Imelda ketika sebuah pesan masuk di ponselnya. Secara refleks, gelas di tangannya jatuh dan tergelincir di bawah meja. Matanya membulat sempurna dengan genangan air mata yang tidak bisa lagi dibendung. Bibir mungilnya bergetar membuat Imelda bingung. “Ada apa, Queen?” tanya Imelda dengan wajah tak kalah terkejutnya. “Mel … kakak dibawa ke rumah sakit pusat. Aku harus ke sana,” jawab Queen yang segera bangkit dari duduknya dan berlari menuju tempat parkir. Imelda yang tidak ingin terjadi apa-apa dengan sahabatnya itu memilih mengikuti Saqueena. "Hati-hati!" teriak Imelda saat Queen melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh meninggalkan tempat parkir sekolah. Seolah tidak peduli dengan teriakan Imel untuk berhati-hati, Queen mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Hati dan perasaan gadis itu begitu gelisah sejak tadi pagi. Kemarin, sepulang sekolah ia menyempatkan diri menjenguk Abella di rumah sakit jiwa tempat kakaknya dirawat. Dokter yang merawat Abella mengatakan bahwa depresi Abella berada pada tingkat akut. Gadis itu selalu berteriak dan mengancam semua perawat yang bertugas untuk menanganinya. Hati Queen begitu sesak mendengar fakta itu. Ketakutan bahwa kakaknya tidak akan bisa pulih seperti sebelumnya membayangi pikiran gadis itu. Apakah cinta saudara perempuannya untuk sang aktor terlalu dalam? Apakah mereka terlalu jauh sehingga membuat Abella begitu depresi saat ditinggalkan? Queen menggelengkan kepalanya. Tidak! Itu tidak mungkin. Abella selalu menasihatinya untuk menjaga harga diri dan kehormatannya. Kakaknya adalah gadis yang baik, sangat baik. Pria itu pasti pria b******k. "Bastard!" Queen berteriak dengan penuh emosi yang membuat Imel yang duduk di sebelahnya terjingkat kaget. Setelah menempuh perjalanan hampir seperempat jam, mereka sampai di rumah sakit terbesar di kota Surabaya. Queen berlari menyusuri lorong rumah sakit menuju ruangan ICU seperti yang diinformasikan lewat pesan yang diterimanya. "Dokter!" panggil Queen dengan nafas tersengal-sengal seolah pasokan oksigen di paru-parunya telah habis sementara itu air mata terus mengalir di pipinya. “Apakah Anda saudara perempuan dari pasien bernama Princessa Abella?” tanya dokter pria itu untuk memastikan. "Ya, Dok. saya adiknya. Apa yang terjadi dengan kakak saya?” tanya Queen dengan jantung yang semakin berdebar. Kekhawatiran menguasainya saat dokter menarik napas dalam-dalam. "Maafkan kami, Nona. Kami sudah mencoba yang terbaik tapi ...." "Tidak!" teriak Queen histeris. Seolah mengerti apa yang akan dikatakan dokter selanjutnya, Queen berlari menuju ICU. Seluruh dunianya hancur, tubuhnya tiba-tiba lemas saat di sana, di tempat tidur pasien, sesosok tubuh terbujur kaku dengan selimut putih menutupi seluruh permukaan tubuhnya. Imelda yang mengikuti di belakang Queen menutup mulutnya dengan kedua tangan. Gadis itu mendekati sahabatnya, memeluk tubuh Queen yang gemetar saat mencium wajah pucat sang kakak. "Bangun, Kak. Kamu telah berjanji untuk menjagaku sampai aku dewasa dan menemukan kebahagiaan. Kita akan memiliki keluarga yang bahagia, Kak. Kamu harus melihat bastard itu hancur. Bangun, Kak!” Queen berteriak histeris sambil menggoyangkan tubuh Abella. “Queen ... sadarlah, sabar. Dia pasti sedih melihatmu seperti ini. Kamu memang mencintainya, tetapi Tuhan lebih mencintainya. Dia tidak ingin melihat kakakmu semakin sakit, itulah sebabnya Tuhan memanggilnya untuk kembali.” Imelda berbisik pelan. Dua perawat memasuki ruangan. "Nona, kita harus segera merawat jenazah kakak Anda," kata seorang perawat, tetapi Queen menulikan telinga. “Kakak … aku berjanji akan membalas lukamu, tapi kenapa … kenapa kau meninggalkan ku sendiri … aku mohon bangunlah. Kakak bangun!” Lagi-lagi Queen berteriak histeris hingga akhirnya gadis itu pingsan karena tekanan dan kesedihan yang ia rasakan. Imelda membantu perawat mengangkat tubuh Queen ke brankar. Gadis itu kemudian menghubungi orang tuanya. Tidak ada keluarga Queen di kota ini. Queen pernah berkata bahwa ayahnya adalah seorang yatim piatu yang diadopsi oleh seorang pengusaha, sedangkan ibunya berasal dari Venesia dan tidak pernah kembali ke negaranya. Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya bernama Handoko datang. Handoko adalah orang kepercayaan orang tua Queen. Pria itu menunjukkan kesedihan yang mendalam ketika tubuh Abella mulai dipindahkan dari ICU. Handoko mengenal Abella sebagai gadis yang sopan dan baik hati. Sejak menjadi orang kepercayaan Abella, Handoko tahu banyak tentang sifat lembut dan kasih sayang gadis itu kepada adiknya. Kini, tugas Handoko adalah merawat Queen dengan segenap jiwa dan raganya, seperti yang diperintahkan orang tua gadis itu sesaat sebelum menaiki pesawat yang merupakan kendaraan terakhir menuju kematian. Satu per satu pelayat meninggalkan pemakaman yang telah sepi pada sore hari itu. Hembusan angin sore menerpa sosok gadis yang berjongkok di depan pusara bertuliskan nama Princessa Abella. Mata bulatnya tampak bengkak setelah berjam-jam berduka atas kepergian adiknya. Setelah sadar dari pingsan, gadis itu terus berteriak memanggil nama Abella. Handoko berusaha menguatkan gadis itu. Bagaimanapun Queen adalah satu-satunya keluarga Abella sehingga kehadirannya di prosesi pemakaman sangat diharapkan. Queen terus memeluk pusara itu seolah-olah tubuh saudara perempuannya sedang berbaring di hadapannya. Semesta sepertinya sedang berduka dengan menurunkan gerimis sore ini. "Ayo, Nona. Kita harus segera pulang." Suara Handoko terdengar pelan. Queen tidak bergeming. Rasanya sungguh berat meninggalkan kakaknya di tempat ini ... sendirian. Ya … sendirian, karena jenazah orang tuanya tidak pernah ditemukan setelah kecelakaan itu terjadi. Sepertinya trauma Queen belum hilang setelah kepergian orang tuanya, dan kini kakaknya telah tiada ketika Queen belum bisa membalas kebaikannya sedikit pun. Mengapa Tuhan tega mengambil kebahagiaannya satu per satu? Gerimis berubah menjadi rintik hujan. Gadis itu berjalan dengan langkah goyah. Semua kekuatan dalam dirinya seolah menghilang dengan perginya pusat gravitasinya. Namun, sedikit keyakinan mampu menumbuhkan kekuatan yang hampir habis. Dendam. Ya. Pembalasan dendam. Satu-satunya perasaan yang tersisa saat ini adalah balas dendam, untuk seseorang bernama Arka Dewabrata. Hujan deras benar-benar menyambut kepulangan Queen dari pemakaman. Wajah para asisten rumah tangga terlihat penuh dengan kesedihan. Siapapun yang mengenal Abella dengan baik akan merasa kehilangan. Queen berjalan dengan goyah menuju kamarnya. Gadis itu tahu bahwa rasa sakit yang dia rasakan tidak akan membuat Abell kembali dari tidurnya yang damai. Ada banyak tanggung jawab yang harus dia emban, menggantikan tugas kakaknya selama ini. Perusahaan, rumah dan tanggung jawab lainnya. Dia baru berusia 18 tahun. Bisa kah dia melewati semua ini? Tangan gadis itu terulur untuk membuka laptop di meja belajarnya. Ia membuka situs pencarian populer dan mengetikkan kata kunci. Arka Dewabrata. Tak lama kemudian foto-foto pria tampan terpampang di sana. Queen mendesis. Kakak perempuannya belum lama putus dengan pria tersebut, namun Arka sudah menjalin hubungan dengan seorang model majalah dewasa bernama Raya Angelina. Semua informasi tentang Arka terekam dalam memori otaknya. Senyum tipisnya mengembang saat sebuah ide melintas di benaknya. Tidak! Abella tidak akan marah jika dia menghancurkan hidup bastard itu. Rasa sakit harus dibayar dengan lebih banyak rasa sakit, itu baru keadilan. Biarkan waktu dalam hidupnya terbuang sia-sia untuk membalas dendam. Queen tidak peduli. Lebih menyedihkan jika bastard itu hidup dengan tenang sementara ada hati yang terluka, yang rela lepas dari rasa sakit melalui kematian yang tragis. Orang tuanya memberinya nama Queen pasti dengan tujuan agar dirinya kuat dan memenangkan pertarungan. Arka Dewabrata akan menjadi tujuan hidupnya untuk pembalasan dendam, sekarang dan untuk masa depan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD