Saat ini, Athar dan Jaya sedang bersiap untuk mengantar Angga, Raja dan Imron menuju pos, karena jadwal mereka yang diberika oleh pihak kampus sudah habis, dan hari ini mereka di haruskan untuk kembli ke kota.
Jam baru saja menunjukkan pukul lima pagi lebih sembilan menit, dan diantara pria pria itu, Jenar pun ikut terbangun serta duduk di kursi bersama dengan mereka sembari menunggu Athar dan Jaya.
Sebenarnya Jenar terbangun di jam empat pagi itu di karenakan mimpi yang ia alami. Jenar bermimpi lagi tentang Nyai Lastri yang kembali mengajak dirinya mengunjungi rumah kosong yang sampai sekarang Jenar tidak tau letak asli rumah tersebut.
Namun di dalam mimpi nya, rumah itu terlihat seperti rumah biasa yang di huni dan di rawat dengan baik oleh manusia. Jenar juga melihat ketika di teras rumah, Nyai Lastri dengan merdu nya menyanyikan tembang jawa dan menggerak gerak tubuhnya dengan lihai, dengan selendang merah yang selalu mengalung di lehernya.
Wajah sumringah Nyai Lastri menambah aura kecantikan yang memancar. Sehingga Jenar dapat mengetahui bahwa Nyai Lastri sedang dalam kondisi hati yang sangat baik.
Nyai Lastri menghentikan tarian nya, namun tidak dengan tembang jawa yang ia nyanyikan. Masih dengan wajah bahagia nya, tangan yang sedari tadi menari dengan lentur itu, terangkat menuju perutnya.
Mengelus perut itu dengan senyuman bahagia, "Kita tunggu bapak ya, sayang" ujar Nyai Lastri.
Perkataan Nyai Lastri, sontak saja membuat Jenar terkejut bukan main. Namun Jenar tetap diam di tempat itu. Setelah itu, Jenar melihat Nyai Lastri berjalan menuju kursi dan duduk masih dengan tangan yang mengelus perut nya.
Wanita yang mengenakan kebaya putih dengan kain batik lilit hitam itu kembali mengalunkan tembang jawa nya sembari terus mengelus jabang bayi yang masih berada di dalam perutnya. Hingga tidak lama, seorang pria datang menghampiri Nyai Lastri.
Pada saat itu, Jenar tidak dapat melihat dengan jelas wajah pria itu. Jenar hanya dapat melihat wajah Nyai Lastri, namun tidak dengan wajah pria yang datang membawa plastika bingkisan itu.
"Eh.. Mas sudah datang" ujar Nyai Lastri dengan wajah yang bertambah bahagia.
Nyai Lastri bangun dari duduk nya, mengambil tangan pria itu untuk dia kecup, sabagau bakti seorang istri kepada suami.
"Dek.. ini loh Mas bawakan buah yang kamu mau" ujar pria itu seraya menyodorkan kresek hitam yang dia bawa.
***
… Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
O-o-o-o-o-o-oh
… Aku ingin berjalan bersamamu
Dalam hujan dan malam gelap
Tapi aku tak bisa melihat matamu
… Aku ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu
… Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
O-o-o-o-o-o-oh
O-o-o-o-o-o-oh
… Aku menunggu dengan sabar
Di atas sini melayang-layang
Tergoyang angin menantikan tubuh itu
… Aku ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu
Akuu ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu
Lagu dari Payung teduh itu sudah mengalun dua kali dirumah singgah pada saat pukul tujuh malam, dari ponsel Ucup yang sedang tergeletak diatas meja.
"Cup.. matiin lagu nya" ujar Jenar dengan segelas teh manis hangat nya.
Ucup menatap Jenar dengan kenimg yang berkerut, "Ah elu mah.. enak ini lagu"
Jenar menggelengkan kepala nya dengan cepat, "Cupp.. gue bilang matiin!!"
"Apaan sih, Je?!" seru Ucup dengan sedikit emosi.
"Gue bilang matiin atau nanti dia bakal datang!!" jawab Jenar dengan sedikit bentakan.
Jenar bukan hanya sekedar ucap, bagi Jenar lagu itu seperti memiliki daya tarik yang dapat memanggil "dia" untuk datang dan kembali bertemu dengan Jenar.
"Siapa Ra?" tanya Ayana yang baru saja berdiri di samping dirinya.
"hantu itu, Na. tolong bilangin ke dia untuk ganti atau matiin lagu nya!" ujar Jenar yang merasa ketakutan dengan menunjuk pada Ucup yang sedang menatap kedua nya dengan mulut yang menganga.
Ayana yang paham dengan segera menenangkan Jenar, dan meminta kepada Ucup untuk mengganti lagu itu.
"Ucup ganteng.. gue mohon ganti lagu nya" ujar Ayana merayu pria itu.
Ucup hanya menggelengkan kepala nya tanda bahwa dia tidak ingin menuruti ucapan Jenar dan Ayana. Melihat hal itu, mata Jenar mulai berkaca kaca, cairan bening mulai menggenang di dalam pelupuk mata nya.
"Na.. pliss" ucap Jenar dengan suara yang bergetar.
Ayana menelan saliva nya melihat sahabatnya yang sudah sangat ketakutan itu, dengan segera ia langsung merebut ponsel milik Ucup, dan mematikkan musik yang sedang mengalun itu.
"Matiin! nanti gue ganti pake makanan" ucap nya tegas, seraya menyerahkan kembali ponsel pria yang saat ini tengah melongo itu.
"Lagian kenapa sih, Je? perkara lagu doang, heboh lu!" timpal Monic yang melihat itu semua.
Ayana melirikkan mata nya kepada Monic yang sedang membawa bungkus cemilan pada tangan kanan nya. Ia juga tersenyum sinis kepada Monic, "Lagian kenapa sih, Mon? elu suka banget ngurusin hidup orang?!"
Monic terdiam, dia membuang muka dan pergi masuk kedalam kamar nya. Dan melihat hal tersebut, entah bagaimana Ucup justru tertawa dengan keras.
"Gue suka gaya elu, Ayana. Haha"
Ayana yang tadi nya terpancing emosi itu, ikut tertawa melihat Ucup yang nampak senang dengan keberanian diri nya.
"Gue keren ya Cup.. bisa bikin kicep tuh cewek" ucap Ayana yang bangga dengan diri nya.
Mereka berdua justru terlibat obrolan yang seru, dan melupakan Jenar yang masih terlihat ketakutan karena lagu yang Ucup putar itu benar dengan dugaan nya, ada arwah yang terpanggil dengan lagu itu.
Memang bukan arwah penari, namun arwah lain yang saat ini sudah datang dan berada di depan pintu rumah singgah yang tertutup.
Jenar dapat merasakan dengan jelas kehadiran arwah itu. Jenar menelan saliva nya, dia mencoba memberikan kode kepada Ayana bahwa dia merasakan sesuatu, namun Ayana tidak menyadarinya. Wajah Jenar semakin menjadi pucat pasi ketika di jendela yang terbuka itu, dia melihat ada wajah yang tersenyum dengan seramnya.
"Na.." ucap Jenar dengan suara yang bergetar.
"Na, tutup!" kali ini Jenar berteriak hingga membuat semua yang berada di dalam rumah singgah terkejut.
Ayana yang menyadari hal itu segera membawa Jenar kedalam pelukan nya. Menenangkan sahabat nya itu yang sedang menangis dengan tubuh yang bergetar.
"Ra.. kenapa?"
"Ucup... lagu itu beneran manggil"
… Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
O-o-o-o-o-o-oh
… Aku ingin berjalan bersamamu
Dalam hujan dan malam gelap
Tapi aku tak bisa melihat matamu
… Aku ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu
… Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
Pa-ra-ra-ra-ra
O-o-o-o-o-o-oh
O-o-o-o-o-o-oh
… Aku menunggu dengan sabar
Di atas sini melayang-layang
Tergoyang angin menantikan tubuh itu
… Aku ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu
Akuu ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu
Lagu dari Payung teduh itu sudah mengalun dua kali dirumah singgah pada saat pukul tujuh malam, dari ponsel Ucup yang sedang tergeletak diatas meja.
"Cup.. matiin lagu nya" ujar Jenar dengan segelas teh manis hangat nya.
Ucup menatap Jenar dengan kenimg yang berkerut, "Ah elu mah.. enak ini lagu"
Jenar menggelengkan kepala nya dengan cepat, "Cupp.. gue bilang matiin!!"
"Apaan sih, Je?!" seru Ucup dengan sedikit emosi.
"Gue bilang matiin atau nanti dia bakal datang!!" jawab Jenar dengan sedikit bentakan.
Jenar bukan hanya sekedar ucap, bagi Jenar lagu itu seperti memiliki daya tarik yang dapat memanggil "dia" untuk datang dan kembali bertemu dengan Jenar.
"Siapa Ra?" tanya Ayana yang baru saja berdiri di samping dirinya.
"hantu itu, Na. tolong bilangin ke dia untuk ganti atau matiin lagu nya!" ujar Jenar yang merasa ketakutan dengan menunjuk pada Ucup yang sedang menatap kedua nya dengan mulut yang menganga.
Ayana yang paham dengan segera menenangkan Jenar, dan meminta kepada Ucup untuk mengganti lagu itu.
"Ucup ganteng.. gue mohon ganti lagu nya" ujar Ayana merayu pria itu.
Ucup hanya menggelengkan kepala nya tanda bahwa dia tidak ingin menuruti ucapan Jenar dan Ayana. Melihat hal itu, mata Jenar mulai berkaca kaca, cairan bening mulai menggenang di dalam pelupuk mata nya.
"Na.. pliss" ucap Jenar dengan suara yang bergetar.
Ayana menelan saliva nya melihat sahabatnya yang sudah sangat ketakutan itu, dengan segera ia langsung merebut ponsel milik Ucup, dan mematikkan musik yang sedang mengalun itu.
"Matiin! nanti gue ganti pake makanan" ucap nya tegas, seraya menyerahkan kembali ponsel pria yang saat ini tengah melongo itu.
"Lagian kenapa sih, Je? perkara lagu doang, heboh lu!" timpal Monic yang melihat itu semua.
Ayana melirikkan mata nya kepada Monic yang sedang membawa bungkus cemilan pada tangan kanan nya. Ia juga tersenyum sinis kepada Monic, "Lagian kenapa sih, Mon? elu suka banget ngurusin hidup orang?!"
Monic terdiam, dia membuang muka dan pergi masuk kedalam kamar nya. Dan melihat hal tersebut, entah bagaimana Ucup justru tertawa dengan keras.
"Gue suka gaya elu, Ayana. Haha"
Ayana yang tadi nya terpancing emosi itu, ikut tertawa melihat Ucup yang nampak senang dengan keberanian diri nya.
"Gue keren ya Cup.. bisa bikin kicep tuh cewek" ucap Ayana yang bangga dengan diri nya.
Mereka berdua justru terlibat obrolan yang seru, dan melupakan Jenar yang masih terlihat ketakutan karena lagu yang Ucup putar itu benar dengan dugaan nya, ada arwah yang terpanggil dengan lagu itu.
Memang bukan arwah penari, namun arwah lain yang saat ini sudah datang dan berada di depan pintu rumah singgah yang tertutup.
Jenar dapat merasakan dengan jelas kehadiran arwah itu. Jenar menelan saliva nya, dia mencoba memberikan kode kepada Ayana bahwa dia merasakan sesuatu, namun Ayana tidak menyadarinya. Wajah Jenar semakin menjadi pucat pasi ketika di jendela yang terbuka itu, dia melihat ada wajah yang tersenyum dengan seramnya.
"Na.." ucap Jenar dengan suara yang bergetar.
"Na, tutup!" kali ini Jenar berteriak hingga membuat semua yang berada di dalam rumah singgah terkejut.
Ayana yang menyadari hal itu segera membawa Jenar kedalam pelukan nya. Menenangkan sahabat nya itu yang sedang menangis dengan tubuh yang bergetar.
"Ra.. kenapa?"
"Ucup... lagu itu beneran manggil"