Chapter 3.

1065 Words
Jenar memasuki kamarnya dan langsung menaruh nampan tersebut diatas meja belajar miliknya. Berjalan kearah lemari untuk menyimpan tasnya, sekaligus mengambil kaos polos dengan ukuran besar dan celana pants pendek miliknya. "Na, diminum, gue ganti baju dulu" ujar Jenar seraya berjalan memasuki kamar mandinya. Ayana tidak menjawab apapun, gadis itu tetap fokus pada layar pipihnya yang mengeluarkan suara-suara yang mengerikan. Hingga pada saat pintu kamar mandi itu terbuka, Jenar menghelakan napas nya, melihat sahabatnya masih asik dengan dunia mistisnya. "Na, elu kenapa sih liat begituan terus??" ujar Jenar dengan nada kesalnya. Bagaimana tidak, dari saat pagi tadi hingga sekarang, Ayana terus saja menonton vidio-vidio mistis pada akun youtube nya. Ayana yang mendengar keluhan sahabatnya itu, segera menjeda vidio yang sedang dia lihat. Lalu kemudian merubah posisi nya menjadi duduk sila dengan bantal diatas kedua paha nya. "Kenapa sih, Ra? komen mulu kayak netizen" ujar Ayana dengan senyum geli nya. "Elu!! asik banget lihat setan-setan begitu" "Kan sahabat gue juga kayak setan" goda Ayana dengan tawa nya. Jenar yang mendengar hal tersebut dengan reflek melempar boneka panda, langsung ke arah muka Ayana. "Bangcat" Ayana menerima boneka itu dengan tawa yang semakin keras. Lalu setelahnya, turun dari ranjang Jenar, dan bergerak untuk mengambil minum serta cemilan yang sudah Jenar siapkan. "Lagian ya, elu heboh banget. Ganggu gue lagi nonton aja" ujar Ayana seraya memakan snak yang sudah dia pindahkan di atas ranjang Jenar. "Lah elu, jaman sekarang masih percaya sama hantu? kuno banget sih, Na" "Hati-hati lu kalau ngomog. Mau dijaman atau abad berapapun, yang nama nya hantu mah tetap ada" Jenar merotasikan bola matanya, jengah dengan sahabatnya itu yang sedari pagi selalu membahas hantu. "Serah, Na. Serah" "Yehh, yaudah kalau enggak percaya. Gue doain, nanti elu bisa temanan juga sama hantu" "By the way, gue lapar deh" ujar Jenar menghiraukan ucapan Ayana. Terjadi keheningan di antara Jenar dan Ayana untuk beberapa saat, kedua gadis manis itu sama-sama terfokus pada layar pipih mereka masing-masing. "Gue lagi pesan ayam geprek" ucap Jenar setelah hampir sepuluh menit terdiam dengan tangan yang berselancar pada ponselnya. Ayana mengalihkan pandangan nya, menatap Jenar yang berada di sampingnya. "Pas banget, gue lagi ngidam ayam geprek" ujarnya dengan mata berbinar dan senyum lebarnya. "Siapa yang hamilin?" "Mas Bryan" Dan kemudian, sebuah bantal melayang mengenai kepala bagian kanan nya. Yang selanjutnya Ayana dengar ialah rentetan makian yang keluar dari muluh sahabatnya untuk dirinya. Akan tetapi, Ayana justru tertawa dengan keras, merasa bahagia karena selalu berhasil menggoda Jenar. ^^ Setelah menunggu selama kurang lebih tiga puluh menit. Pesanan Ayam geprek yang Jenar pesan sudah sampai rumah, dan sudah diterima oleh Mbok Nar. Maka dari itu, Jenar segera mengajak Ayana untuk ikut turun ke lantai bawah. "Mbok.. pesanan nya mana?" ujar Jenar dengan sedikit teriak, ketika gadis itu menuruni anak tangga. "Enggak usah teriak, dek" bukan Mbok Nar lah yang menjawab dirinya, namun teguran halus dari kakak tercinta lah yang menyambut dirinya tepat di anak tangga paling bawah. "Loh, Mas? kok pulang?" ujar Jenar berhenti tepat dihadapan Bang Bryan. "Kenapa? kan ini juga rumah orangtua Mas" "Ak-" "Haii Mass" sapaan Ayana lengkap dengan senyum lebarnya, memotong ucapan yang hendak keluar dari mulut Jenar. Mas Bryan pun, memgalihkan pandangan nya, menatap Ayana yanh bediri dibelakang Jenar. "Hai, Na.. ayo makan" ujar Mas Bryan, mengajak Ayana dan meninggalkan Jenar dengan wajah kesalnya. "Dasar kakak siαlan" gumam Jenar masih berdiri di tempatnya. "Dekkk.. gausah ngedumel. Buruan makan" teriak Bryan itu membuat Jenar memghentakkan kaki nya karena kesal. Namun kemudian, gadis manis itu tetap berjalan menuju meja makan yang dimana sudah duduk dengan rapih, kakak nya dan juga sahabatnya yang saat ini sedang tersenyum memandang wajah bang Bryan. "Ubah tatapan lu! atau gue cuci mata lu, pake sambal geprek" Bryan yang mendengar hal tersebut tertawa geli dengan adiknya yang merasa cemburu dan tidak suka kalau kakaknya di ganggu bahkan di dekati oleh gadis lainnya. Sedangkan Ayana, gadis itu seketika melunturkan senyuman nya dan menatap tajam Jenar. "Sirik lu!" "Dihh.. abang gue itu" Jenar dan Ayana saling sahut-sahutan dengan sangat sengitnya. "Lahh.. dia calon gue kali" "Hehhh!!" gadis itu berteriak tidak terima dengan ucapan Ayana. Entah kenapa, Jenar sangat tidak suka jika kakaknya itu dekat dan akrab dengan wanita lain selain dirinya. ada rasa cemburu dan takut, jika nanti nya Bryan tidak lagi menyayangi dirinya, seperti biasanya. Dan setelah mendapatkan teriakan dari Jenar itu, Ayana tidaklah marah. Gadis itu justru tertawa dengan sangat kencang, melihat tingkah possesif dari sahabatnya terhadap sang kakak. "Ra.. Ra. Gimana Mas Bryan mau punya cewek, kalau elu nya begini mulu" ujar nya masih dengan tawa nya. Lalu kemudian Ayana menatap bang Bryan dengan tatapan geli nya. "Mas, sabar yaa.. kayak nya elu bakal lama dapat cewek" Bryan mencebikkan bibirnya dan meluruhkan pundak nya, menyandarkan punggung lemas nya pada sandaran kursi makan. "Sedih banget. Gue mau uwu-uwu an, kayak teman-teman gue yang lain" ujar Bryan dengan lemas. Dan hal tersebut membuat tawa Ayana semakin menggelegar, memenuhi ruangan tersebut. Namun tak lama, tawa Ayana terhenti ketika Mbok Nar menghampiri mereka, dengan minuman dingin di atas nampahnya. "Mbok.." sapa Ayana lengkap dengan senyum nya. Dan begitupun dengan mbok Nar, menyapa dirinya dengan senyuman manisnya. "Mbok, ayo makan" ajak Jenar, dia memang sengaja membeli banyak pesanan nya, karena dia tahu mbok Nar dan bang Bryan juga pasti belum makan. "Iya, mbok. ayo duduk" kali ini Bryan lah yang berbicara dan itu sudah tidak bisa dibantah lagi. Alhasil, mbok Nar ikut duduk disamping Jenar. "Non, punya mbok jangan yang pedas" ujar mbok Nar, meminta Jenar agar memberinya kotak ayam yang tidak pedas. "Yahh.. mbok. Aku beli nya level sepuluh semua" ujar Jenar, berusaha menahan senyum nya. Bryan yang mengetahui bahwa adiknya itu ingin menjahili mbok Nar pun, memberi peringatan dengan mata tajam nya. "Dekk.. kasian ih si Mbok" tegur Bryan pada Jenar. "ih Mas mah.. kan aku bercanda" "Parah lu, Ra. orangtua di ajak bercanda" kali ini Ayana menjadi kompor yang memancing bang Bryan agar bisa memarahi sahabatnya itu. Karena yang Ayana tau, Mas Bryan tidak pernah tega memarahi bahkan membentak adik satu-satunya itu. Ayana sebenarnya kagum dengan hubungan kakak-adik antar Jenar dan Bryan yang bisa di katakan Sibling goals. Dan Ayana mengingkan hal tersebut. Maka nya, berada di antara Jenar dan Bryan membuat Ayana merasa bersyukur. Karema mereka berdua juga menyalurkan rasa sayang nya kepada diri nya. Ayana tersenyum diantara makan nya, merasa bahagia bisa menghabiskan waktu dengan makan bersama, dengan Jenar, Mas Bryan dan Mbok Nar yang penuh dengan kasih sayang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD