Chapter 16

1377 Words
Hari ketiga.. Saat ini Jenar sedang mengajarkan kepada anak anak cara membaca dengan benar. Mereka terlihat begitu antusias dengan program yang Jenar dan kawan kawan nya berikan. Bukan hanya itu, anak anak di desa memiliki keinginan tinggi untuk bisa belajar dan mengenal dunia pendidikan. Oleh karena itu, mereka semua dapat bekerja sama dengan baik. Tingkat pendidikan pada Desa Muara bisa dikatakan sangat rendah. Karena rata rata dari warga nya mengalami buta huruf. Mereka tidak bisa membaca huruf huruf. Bukan hanya itu, mereka juga tidak dapat menulis dengan benar. Bahkan para warga sebagian besar tidak bisa berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka hanya bisa satu bahasa, yaitu bahasa Jawa. Dan itu menjadi tantang untuk para mahasiswa, agar dapat memberikan cahaya baru bagi warga desa Muara. Yang untung nya saja, warga desa memiliki keinginan juga untuk belajar dan mengenal dunia luar. Setelah selesai dengan tulisan pada white board yang tersedia, Jenar kemudian menatap anak anak dengan senyum nya. "Kita mulai ya?" "I - n - i kalau di baca jadi INI.. ayo ulangi" ujar Jenar dengan suara lantang nya agar anak anak dapat mendengar suara dirinya. "I .. N.. I, sama dengan ???" "INI.." ujar semua nya dengan keras dan percaya diri. Dan tentunya hal itu membuat Jenar merasa bahagia. "A - Y - A - H kalau dibaca jadi AYAH. Jadi apa??" "AYAH.." "bagus, kita lanjut okeh" "B - U.. bu, D - I.. di ??" "BUDI.." "cakep.. kalau di sambungin jadi??" "Ini ayah Budi.." ujar anak anak itu dengan serentak. hal itu tentu nya membuat Jenar merasa bahagia. Saking bahagia nya, Jenar sampai bertepuk tangan dengan wajah ceria nya. "Kalian keren bangett" puji Jenar kepada anak anak didik nya. Usia anak didik dari desa Muara berada pada angka tujuh sampai sebelas tahun. Dan mereka semua baru satu kali ini merasakan yang nama nya dunia pendidikan. cukup miris memang, jika melihat angka pendidikan di desa desa terpencil seperti desa Muara ini. Jangkauan pemerintah, terkadang tidak bisa sampai kepada mereka karena satu dan hal lain nya. Dan para mahasiswa itu ingin, dengan ada program ini, pemerintah dapat terjun langsung dan meninjau langsung desa ini. bahkan kalau bisa, memberikan bantuan langsung kepada para warga nya. "Oh iya, adik adik.. nanti besok kakak mau kalian hafalkan satu lembar ini ya. inget, hanya lembar pertama aja" Senyum manis tercetak pada wajah Jenar, ketika anak anak yang dia ajarkan itu mengiyakan apa yang dia perintahkan. "Kalau untuk hari ini, pelajaran dari kakak sudah selesai yaa.. sekarang kalian lanjut sama kak Bella yang akan ngajarin kalian menulis, Okehh?" Pelajaran di lanjut oleh Bella yang mengajarkan anak anak menulis. sedangkan Jenar memilih untuk duduk di luar ruangan yang memang tersedia kursi plastik. Jenar menghela napas nya sembari membuka botol minum milik nya yang selalu dia bawa di dalam tas doraemon nya itu. Ait minum itu sudah tinggal setengah botol saja, dan Jenar memutuskan untuk meneguk nya hingga tandas. Dahaga nya datang setelah mengajarkan anak anak dengan suara yang cukup lantang, agar anak anak dapat mendengarkan dengan baik apa yang dia sampaikan. Setelah air itu habis, dia memasukkan kembali botol nya ke dalam tas. lalu kemudian, perhatian Jenar jatuh pada burung yang berkicau diatas pohon mangga di depan sana. Jenar tersenyum melihat hal tersebut, rasa nya jika di kota, dia tidak akan bisa mendapat pemandangan manis seperti ini. Dan dia merasa bersyukur karena masih bisa melihat hal hal indah yang sudah Tuhan ciptakan sebagai penyeimbang kehidupan di bumi. Namun tiba tiba, ingatan nya membawa diri nya kembali pada kejadian malam itu yang sangat mengerikan untuk diri nya. Lagi lagi Jenar berpikir, kenapa dia mengalami hal ini ketika dia berada di pedalaman hutan. ketika dia berada jauh dari keluarga nya dan teman yang mungkin dapat membantu diri nya. Dan kenapa juga dia isa bertemu dengan sosok hantu sepeti hantu penari itu. "Seperti nya Bagas tidak akan bisa membantu ku, tapi aku juga nggak tau harus ngapain" gumam nya. "Lagian mimpi apa coba, bisa lihat yang begituan" lanjut nya sembari memegang kening yang sudah tidak di perban lagi. "Coba aja.. aku punya teman yang bisa bantu pecahin kasus aneh ini" setelah mengucapkan hal tersebut, pandangan nya jatuh pada seorang anak laki laki yang berada tak jauh dari pohon mangga di depan nya. Anak kecil itu tersenyum sembari melambaikan tangan nya kepada Jenar. Dan Jenar yang melihat hal tersebut pun ikut tersenyum, lalu beranjak dari duduk nya. Berniat untuk menghampiri anak laki laki itu. "Dek sini" ujar Jenar dengan suara yang sedikit keras. dan ketika diri nya hendak melangkahkan kaki nya, Bella menahan pundak nya. "Je.. mau kemana? kalau pulang nanti tungguin gue dulu" ujar Bella. "Gue bukan mau pulang kok, gue cuma mau nyamperin adek adek di situ" jawab Jenar seraya menunjukkan pada posisi adek tadi tersenyum. Bella mengikuti arah yang Jenar tunjukkan, "Tapi adek nya udah nggak ada, Je. udah elu tungguin gue dulu, gue nggak lama kok" Jenar menghela napas nya kemudian dia pun menganggukkan kepala mengikuti keinginan dari Bella. Gadis ayu itu kembali duduk pada kursi yang tadi ia tinggalkan. sedangkan Bella, kembali masuk kedalam kelas dan melaksanakan tugas nya. Jenar terdiam, memikirkan tentang anak kecil itu. "Dia siapa ya? kenapa nggak ikut belajar?" Namun kemudian Jenar teringat, kalau anak anak di Desa Muara semua nya itu sudah berada di dalam kelas. Karena Jenar selalu mengecek kehadiran anak anak melalui data nama yang Pak Broto berikan. "Mungkin anak dari desa tetangga kali ya" lanjutnya mencoba untuk berpikir jernih. Lalu kemudian, ia mengeluarkan ponsel nya. mencoba mencari signal agar dapat menghubungi Mas Bryan. Namun sial nya, desa Muara tidak di masuki oleh signal sedikit pun. Dan hal itu membuat Jenar membuang napas nya sebal. Alhasil, Jenar hanya membuka room chat pada aplikasi w******p, dan membaca ulang setiap pesan singkat diri nya denga kakak kandung nya itu. Jenar sedikit terhibur, ketika membaca pesan pesan dari Bryan yang selalu panjang, sedangkan diri nya hanya membalas dengan singkat. Jenar jelas sadar bahwa kakak nya itu sangat menyayangi diri nya, dan dia merasa bersyukur akan hal itu. sejenak, Jenar terkekeh geli ketika membaca pesan Bryan yang merajuk kepada nya karena tidak menerima telpon dari nya, dan tidak memberikan kabar kepada diri nya. Namun ketika diri nya sedang asik membaca pesan pesan itu, tiba tiba dari kejauhan ada yang menimpukkan kerikil batu tepat di samping kaki nya. Dan hal itu tentu nya membuat Jenar penasaran sekaligus kesal. "Buset, siapa dah?" ujar nya seraya kembali memasukkan ponsel nya kedalam tas. kemudian, ia beranjak dari posisi nya dan menolehkan pandangan nya pada sekeliling nya, mencari siapa yang telah mengganggu diri nya itu. "Siapa?? hati hati dong! untung kaki, gimana kalau yang kena kepala?!" seru Jenar, melangkahkan kaki nya. Lagi, Jenar melihat anak kecil yang tadi melambaikan tangan kepada diri nya, anak laki laki itu sedang menatapnya dengan tatapan datar. Dan hal itu membuat kedua alis Jenar saling bertautan. "Dek.. kamu yang lempar kerikil ke kakak?" tanya Jenar dengan nada hati hati. anak itu menganggukkan kepala nya dengna pelan. Lalu kemudian, menarik lengan Jenar, meminta Jenar untuk ikut dengan nya. "Dek, mau kemana? kakak harus nunggu teman dulu" ucap Jenar sembari berusaha melepaskan tarikan tersebut. Namun tidak, tenaga anak laki laki itu tidak seperti tenaga anak kecil pada umum nya. cekalan tangan nya tidak terlepas sedikit pun, anak itu bahkan sampai mampu membuat Jenar mengikuti langkah nya. "Dek, lepas.. kakak nggak mau ikut!" terika Jenar mencoba menghentikan langkah nya. "Kamu harus ikut" Jenar seketika menelan saliva nya, mendengar suara anak itu yang terdengar begitu dalam. Benak nya mulai berpikir, bahwa anak yang saat ini berada di depan nya itu, bukanlah seorang anak kecil biasa. "Enggak mau!" "Bell... Bella.. tolongin gue" teriak nya mencoba memberitahu Bella bahwa diri nya sedang berada dalam masalah. Namun entah bagaimana, ketika dirinya menolehkan pandangan nya pada rumah belajar, bangunan sederhana itu justru menghilang, tergantikan dengan pepohonan lebat yang baru dirinya lihat. "Astaghfirullah" Jenar terkejut dengan apa yang saat ini dirinya lihat. Dan ketika dia membalikkan kembali badan nya, anak kecil itu telah menghilang. Tergantikan oleh bangunan rumah yang sudah tidak asing bagi Jenar. Napas nya mulai memburu, benak nya pun mulai berpikir bahwa semua ini adalah alur dari arwah penari itu. Dengan perasaan takut yang begitu hebat. Jenar mencoba memberanikan diri untuk masuk kedalam rumah itu dan mengikuti maksud serta tujuan dari arwah penari itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD