Chapter 1.

1040 Words
Pagi hari di awal tahun 2019, seorang gadis dan wanita tua terlihat sedang berkutat dengan alat masak mereka masing-masing. Beberapa menu makanan bahkan sudah tersaji rapih diatas meja makan, walaupun jarum jam masih menunjukkan pukul enam pagi. "Mbok, ini yang terakhirkan?" tanya gadis manis itu kepada wanita tua yang dia panggil dengan sebutan mbok. "Iya non, memang nya non Jenar mau masak apalagi toh? ini sudah banyak loh" Jenar Mahiswara, gadis dengan kaos polos berwarna abu-abu yang berukuran besar itu memiliki rambut pendek pirang, berkulit putih, dan dengan kaki jenjang yang mulus itu terlihat sangat lihai ketika sedang berada di dapur rumah nya yang terbilang mewah. Jenar, begitu lah panggilan nya. Adalah anak kedua dari keluarga pembisnis sukses di kota Jakarta. Gadis modern yang memiliki keturunan jawa, gadis modern dengan berbagai barang branded milik nya itu tidak menjadikan Jenar menjadi sosok yang angkuh dan manja. Kenyataan nya Jenar terbiasa dengan didikan yang baik dan mandiri dari kedua orang tua nya. Papih Pradipta dan Mamih Ratna. Selain itu, Jenar juga memiliki seorang kakak pria yang begitu menyayangi diri nya. Bryan Reya Pradita, pria yang usia nya lebih tua empat tahun dari Jenar. Pria yang selalu menemani Jenar, ketika kedua orang tua nya pergi jauh untuk perjalanan bisnis mereka. Sedangkan Mbok yang Jenar maksud ialah Mbok Narti, assisten rumah tangga yang sudah Jenar kenal sejak diri nya masih sangat kecil. "Sudah, Mbok. lagian dirumah kan cuma ada aku, Mas Bryan dan Mbok saja" jawab Jenar seraya mematikan kompor nya. "Mbok, tolong bersihkan ya. Aku mau naruh ini dan bangunin Mas Bryan" lanjut Jenar dengan sopan. Dan membawa piring terakhir untuk ditaruh di meja makan bersama lauk pauk lain nya. Dan kemudian, dia melangkahkan kaki nya menaiki anak tangga untuk sampai dikamar kakak nya, Bryan. BRP atau Bryan Reya Pradita, nama itu tertulis pada papan yang tergantung di depan pintu kamar pria itu. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, Jenar masuk kedalam kamar kakak nya begitu saja, dan segera melangkah menuju jendela untuk membuka gordyn kamar yang memiliki nuansa gelap itu. Cahaya matahari perlahan masuk kedalam kamar gelap itu dan memberikan penerangan di dalam nya. Ditengah ranjang berukuran besar itu, Jenar melihat sosok pria tampan yang masih memejamkan mata nya. "Dasar pemalas" dumel Jenar ketika melihat kakak nya itu masih asik dengan mimpi nya. Jenar berjalan mendekat kearah ranjang, dan duduk pada tepian ranjang nya. Memperhatikan sesaat kakak nya itu. Pria yang menjadi pelindung nya sejak Jenar kecil itu memang memilik wajah yang tampan, dengan hidung yang mancung, alis yang tebal, dan ketika mata itu terbuka, bola mata berwarna hazel akan terlihat indah dan nyaman untuk di pandang. "Ganteng doang, tapi pemalas" ejek nya. "Mas bangun..." ujar Jenar seraya menggoyangkan lengan kakak nya. "Masss bangun dong" akan tetapi, mata Bryan masih tetapi terpejam. "Masss bangun ih" ujar nya dengan goyangan yang lebih kencang pada lengna Bryan. "Mas, Aaaaaa" kali ini Jenar berteriak karena dirinya berhasil di jahili oleh kakak nya yang langsung menarik lengan nya dan membawa diri nya ke dalam pelukan Bryan. "Ihhh.. Mas lepas" "Gamau" jawab Bryan dengan suara khas bangun tidur nya. "Mas.. Mas bau iihh" "Mbokkk... Tolongin Jenarrr" Berhasil, teriakan Jenar yang meminta tolong kepada mbok Nar itu berhasil membuat dekapan Bryan terlepas. Dan tanpa membuang waktu, Jenar segera menjauh dan berlari menuju arah pintu. Mbok Nar yang sudah Jenar dan Bryan anggap seperti ibu pengganti nya itu sebetulnya sangat baik dan sangat menyayangi mereka. Akan tetapi jika mbok Nar sudah mengomel, jangan harap akan selesai dalam waktu dekat. Oleh karena itu, Bryan lebih memilih melepaskan Jenar, dari pada diri nya harus mendengar omelan dari mbok Nar tersayang. "Curang" ujar Bryan seraya mengacak rambut nya, kebiasaan Bryan jika bangun tidur. "Biarin, wlee..." ejek Jenar di ambang pintu. "Buruan turun, makanan sudah siap" lanjut Jenar, sesaat sebelum dia menutup pintu kamar Bryan dan masuk kedalam kamar nya untuk mandi dan bersiap. ^^^ Sebuah mini cooper terparkir rapih pada parkiran mahasiswa salah satu perguruan tinggi yang ada di Jakarta. Dan ketika pintu itu terbuka, Jenar keluar dari dalam nya dengan style khas diri nya, celana baggy pants, Blouse dan sneakers berwarna grey favorite nya. "Ra.." Seperti hari-hari biasa nya, setiap kali Jenar Maheswara keluar dari mobil nya. Akan ada seseorang yang selalu setia menyapa diri nya. Ayana Lestari, sahabat Jenar dan salah satu orang terdekat Jenar yang memanggilnya dengan nama Ara, karena menurut Ayana, nama Jenar itu terlalu aneh dan kuno untuk zaman modern seperti saat ini. Terlebih mengingat ini adalah kota Jakarta, kota metropolitan. "Hai, Na" sapa Jenar kepada sahabat nya yang kebetulan satu jurusan dengan diri nya, jurusan sastra Indonesia. Memang sejak dulu, Jenar sangat mencintai sastra Indonesia. Bahkan sejak Jenar masih duduk di sekolah dasar, ia sudah mulai mengikuti berbagai lomba yang berkaitan dengan sastra Indonesia. Yang paling Jenar sukai dari sastra Indonesia itu puisi dan novel. Jenar juga sangat menyukai puisi-puisi indah milik bapak Sapardi Djoko Damono, dan puisi-puisi lain nya. Jenar pun memiliki keinginan untuk dapat menciptakan puisi nya sendiri, dan berharap dapat terkenal seperti idola nya. "Si Mas Bryan, apa kabar?" tanya Ayana dengan senyum genit nya. "Dih, kenapa nanyain Mas Bryan?" ujar Jenar seraya menatap sahabat nya aneh. Bukan nya menjawab, Ayana justru tertawa malu karena dilihat oleh Jenar dengan tatapan seperti itu. "Enggak usah aneh-aneh, Na!" ujar Jenar lalu kemudian melangkah meninggalkan Ayana yang saat ini sedang tertawa terbahak-bahak karena Jenar yang marah. memang seperti itu, sejak dulu Jenar akan selalu marah jika teman-teman nya ada yang bertanya tentang kakak nya, dengan maksud tujuan tertentu. Entah kenapa Jenar pun tidak tau alasan nya kenapa dia marah, akan tetapi dia hanya merasa tidak suka akan hal tersebut. "JENAR MAHESWARAAAA, tungguin gue" teriak Ayana seraya berlari mengejar sahabat nya yang sudah jauh di depan sana. "Apaan sih, Na? berisik tau!" ujar Jenar ketika Ayana tepat berada disamping nya dengan napas tersenggal-senggal. "Lagian elu gitu aja marah. Gue 'kan cuma nanya kabar Mas Bryan" jawab Ayana masih berusaha mengatur napas dan detak jantung nya agar kembali normal. Jenar berdecak seraya menghentikan langkah nya, lalu menghadap penuh pada Ayana yang berada di samping nya. Dengan wajah datar dan satu alis nya terangkat, Jenar menatap diam sahabat nya yang sedang menahan senyum nya itu. "Iya elah, ampun. Gue cuma becanda, sayangggg" ujar Ayana seraya memeluk sahabat nya itu dengan erat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD