1. Welcome Linckia

1660 Words
Suara teriakan menggema mengisi seluruh gua tak berujung sebuah dungeon. Hentakan kaki menjadi salah satu suara yang terus terdengar. Helaan napas juga terus terdengar. "Awas!!" Suara ledakan menyusul setelah teriakan tersebut. Seketika semua orang merunduk. Melindungi diri mereka. Cahaya terang membuat mata mereka terpejam sejenak. "Heal, cepat!!" Sebuah perintah bagi para healer untuk segera bertugas. Termasuk Kinry. Kinry yang merupakan seorang mage mengasah kemampuannya di bidang penyembuhan. Skill Heal tersebut menjadi andalan baginya. Hanya saja, sehebat apapun sebuah skill tetap memiliki sebuah batasan. "Potion, aku butuh potion! Bagaimana ini, MP habis!!" teriak Kinry saat ia menyadari jika MP yang ia miliki kini tinggal sedikit. MP atau bisa dibilang sebagai Magic Point digunakan untuk memberikan energi pada skill yang digunakan. Setiap skill memerlukan nilai MP yang berbeda. Sehingga tak jarang jika seorang player bisa saja kehabisan MP mereka. Meskipun MP bisa pulih dengan sendirinya, akan tetapi membutuhkan waktu yang tidak sebentar agar MP benar-benar bisa pulih. Tapi, semua itu bisa teratasi jika kita menggunakan potion. Potion selayaknya minuman berenergi yang akan menambah nilai MP dalam seketika. Semakin besar nilai potion semakin besar pula MP yang pulih pada seorang player. Terlebih bagi seorang mage, MP bisa dibilang sesuatu yang sangat penting. Tanpa MP, seorang Mage nyaris tidak bisa melakukan apapun. Skill yang mereka miliki menguras banyak MP. Sehingga kini mereka benar-benar dalam keadaan terpuruk. Akan tetapi, ditengah keadaan genting tersebut. Ternyata tidak ada lagi di antara mereka yang memiliki potion. Menjadikan kemampuan pemulihan mereka sendirilah yang kini menjadi andalan. "Lari ...." Tidak ada pilihan lain bagi mereka selain berlari dan menghindari serangan yang datang. Tanpa kemampuan Heal, artinya mereka bisa kapan saja mati. Beberapa orang kini sudah luka parah, Mereka terseok-seok di dalam gua tersebut. Tak heran sebab mereka terjebak dalam sebuah dungeon yang jauh dari kelas mereka. Seluruh monster yang berada di sana sangat kuat. Jarak level mereka yang jauh membuat serangan mereka nyaris tak ada artinya. Akan tetapi, dari semua hal yang mengerikan itu. Satu hal yang jelas sangat menganggu tim mereka. "Sialan, kenapa kita terjebak di dungeon ini?" "Apa tidak ada cara agar kita bisa keluar selain menyelesaikan dungeon?" "Jika begini terus, kita benar-benar bisa mati." Semua mengeluhkan hal yang sama. Tentang mereka yang berada pada tempat yang tidak seharusnya. "Kita benar-benar tertipu!"sentak Kinry yang juga disetujui oleh semuanya. Sejak awal tawaran tersebut sudah sangat janggal. Meskipun yang merekrut mereka adalah para player dengan level tinggi. Rasanya tidak masuk akal jika mereka juga membutuhkan beberapa player kelas rendah. "Mereka bilang kita hanya perlu memungut item drop dari monster. Jika begini terus nyawa kita yang dipungut." Bagaikan sebuah kutukan. Perkataan tersebut kini benar-benar menjadi nyata. Mereka semua terpojok. Jalan tersebut merupakan jalan buntu. Mereka sama sekali tidak ada pilihan selain melawan monster yang sudah sedari tadi mengejar mereka dan kemudian mencari jalan lain. Dungeon yang kali ini mereka hadapi adalah sebuah sarang semut. Memiliki banyak lorong yang tak bisa diketahui ujungnya. Terlebih para semut yang hidup berkelompok. Membuat mereka benar-benar kalah jumlah. "Kyaaa!!!" "Tidak!!" "Tolong!!" Suara teriakan terus menggema, satu persatu dari mereka kini lenyap. Tewas dalam serangan pada semut tersebut. "Tidak, ini tidak mungkin. Kita benar-benar akan mati di sini." Saat itu, Kinry mulai menyadari betapa gentingnya kondisi tersebut. Orang-orang yang merekrut mereka, meninggalkan mereka di dalam dungeon begitu saja. Bagaikan sebuah kesengajaan. Terlebih ada satu hal yang sangat menganggu bagi Kinry. Jika sekarang mereka benar-benar terjebak. Kematian adalah satu hal yang kini menanti mereka. "Sial!" Selayaknya yang sudah Kinry duga. Kini mereka benar-benar terpojok. Mereka sudah terpencar tanpa tahu kabar satu dan lainnya. Sementara kini Kinry juga sudah terpojok. Tubuhnya gemetar hebat. Bukan karena takut mati, tapi karena tekadnya yang besar untuk bertahan hidup. "Selama ini aku sudah berjuang mati-matian untuk tetap bertahan di dunia yang menyesakkan ini. Jika sekarang aku tidak mengerahkan segalanya. Lalu, untuk apa segala perjuanganku selama ini?" Kinry berteriak dan mulai menyerang para semut yang terus berdatangan. Sihirnya sudah tak mau keluar, belatinya sudah tumpul, dan tubuhnya sudah penuh dengan luka. Kakinya kesulitan bertumpu. Ia berjuang sampai seluruh energinya habis. Bruaaaaak .... Tubuh Kinry terpelanting ke dinding gua. Darah sudah keluar dari ujung bibirnya. Tatapannya mulai samar. Telinganya ikut berdengung. Ia benar-benar sudah pada batasannya. "Apakah ini akhirnya?" Kinry menatap bar status miliknya. Ia memiliki cukup MP untuk membuat sedikit pelindung. Itu sudah cukup untuk membuatnya bisa bertahan sedikit lagi. Sebuah kubah pun terbentuk saat Kinry mengunakan sihir terakhir yang bisa ia gunakan. Membiarkan para semut itu mengerumuninya. Kinry yang sudah terkapar di lantai dungeeon itu hanya bisa menghela napas dengan segala pikiran yang ada di benaknya. "Ah, padahal aku ingin melakukan banyak hal." "Aku juga ingin jalan-jalan dan liburan." "Aku juga belum pamit dengan keluargaku? Apa mereka akan cemas?" Napas Kinry semakin berat, pikirannya kini semakin melayang. Air mata pun kini mulai menetes pelan. Meski tekadnya yang besar untuk hidup. Namun, Kinry menyadari jelas keterbatasannya. Ia menyadari jika ia tidak bisa berbuat apapun. Dunia memang selalu seperti itu. Jika ada yang di atas maka akan ada juga mereka yang selalu di bawah, untuk diinjak. Meski mereka terus meronta dan mengerang. Mereka akan selalu diinjak dengan kejam. Semakin mereka diam mereka akan semakin terinjak. Tak akan pernah berubah. Mereka yang menginjak dan mereka yang terinjak. Pada akhirnya mereka tidak akan mengerti satu dan lainnya. Alasan kenapa mereka menginjak atau alasan kenapa mereka diinjak. Selayaknya hukum rimba, Rusa yang hanya memakan rumput dengan tenang selalu menjadi buruan empuk para predator atau para hewan yang dirawat sepenuh hati dan kemudian dipotong dan dimakan dengan lahap. Semua memang berjalan seperti itu. Kinry menyadari itu. Tapi, meskipun perbuatan itu tak dapat dimengerti. Tapi, ia tidak bisa menerima kenyataan kali ini. "Sial, ini semua karena mereka. Meskipun hewan ternak layak disembelih tapi aku manusia. Aku punya hati dan pikiran. Aku tidak bisa memaafkan mereka yang mempermainkan nyawa manusia!" teriak Kinry dengan sisa tenaganya. Akan tetapi, sebuah suara kini terdengar menggema oleh Kinry. Suara yang tidak asing di telinganya. "Ha-ha-ha, memangnya jika kamu tidak bisa memaafkan kami. Kamu bisa apa?" Begitu mendengar suara tersebut, Kinry tampak senang. Ia merasa masih memiliki harapan. Ia bangkit dan berusaha mencari sosok tersebut dari celah kerumunan semut yang terus berdatangan. Harapan tersebut sirna begitu Kinry menyadari sumber dari suara tersebut. Semua berasal dari sebuah item sihir yang sedari tadi mengikuti mereka. "A-apa maksudnya?" Kinry bertanya-tanya. "Ha-ha-ha, kamu memang menunjukkan pertunjukan yang menyenangkan!" Suara tawa terus menggema. Kini Kinry semakin yakin jika mereka benar-benar sudah dijebak. Emosi Kinry memuncak, tapi ia sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya telah mencapai batas. Creaaaack ... "Aku tidak akan memaafkan kalian!" Seiring dengan retaknya pelindung yang ia buat. Teriakan Kinry disambut gelak tawa meriah dari benda sihir misterius tersebut. Tanpa bisa melawan lagi, Kinry diserbu oleh para semut tersebut. Tubuhnya tercabik. Kinry berteriak keras, ia mengerang kesakitan. "Aaaarh ..." Semua terasa samar bagi Kinry, bahkan sampai dipenghujung hidupnya Kinry hanya bisa menjadi sosok yang selalu terinjak. Segala kenangan bertebaran, terputar bagaikan sebuah film dokumenter yang tak bisa ia hentikan. Semua terlihat jelas dan begitu cepat. Amarah, dendam, kepedihan serta kebahagiaan. Seluruh emosinya meluap. Semua kenangan itu bertebaran dan kemudian menghilang satu persatu. Menyisakan kenangan indah yang mengalun pelan. Kinry bahkan tidak menyadari jika sebelumnya ia ternyata juga pernah merasakan kebahagiaan seindah itu. Senyumnya merekah bersamaan dengan darah yang sudah memenuhi isi mulutnya. "Ternyata aku pernah bahagia," benak Kinry untuk terakhir kalinya. Tepat saat Kinry nyaris kehilangan kesadarannya. Ia mengingat dengan jelas jika suasana dunia ini sangat mirip dengan sebuah game yang pernah ia mainkan. "Tunggu, ini pernah ..." Ngiiiiiiiiiing .... Telinga Kinry berdenging ia kini berada tepat di akhir kehidupannya. Bar status Kinry mulai berkedip dan menandakan jika ia terkena satu serangan lagi. Maka ia akan mati. "Huft ...."Kinry menghela napasnya kasar. "Aku akan mati!" Ting ... Ting ... Ting ... Peringatan jika ia akan mati terus terdengar di telinga Kinry. Peringatan yang muncul dari bar status. "Aku tidak mau mati!!!!!"Kinry berteriak lantang bersamaan dengan kematiannya. Ting ... Kamu berada pada ruang kematian. Tunggu hingga waktu yang ditentukan Baru saja Kinry merasa ganjil dengan situasi dunia. Dia malah mati begitu saja. "Aku mati konyol. Apa gunanya tadi aku mengancam mereka!" Helaan napas Kinry semakin kasar. Tawa renyah orang-orang di penghujung kematiannya membuat Kinry geram. "Sialan!!"umpat Kinry kasar. Akan tetapi, bukan itu yang saat ini menjadi beban pikiran Kinry. Ingatan terakhirnya sebelum mati benar-benar membuatnya penasaran. "Benar. Semuanya sama. Ini benar-benar sama. Kenapa aku baru menyadarinya sekarang!" Apa yang Kinry maksud adalah fakta jika dunia yang tiba-tiba berubah menjadi aneh tersebut bisa sama persis dengan sebuah game yang sempat ia mainkan. Hal itulah yang membuat Kinry kini semakin penasaran. "Semua sama. Manusia yang bisa membaca bar status, menjadi player, para monster, menara itu dan bahkan tempat ini." Ada sebuah game yang sebelumnya Kinry mainkan sebelum dunia mengalami fenomena aneh. Game tersebut hanya dirilis dalam bentuk beta. Peminat dari game tersebut sangat rendah. Tapi, Kinry sangat menikmati game tersebut. Ia baru menyadari jika semua yang ada pada game itu sama dengan fenomena yang tengah melanda dunia. Akan tetapi, kini semua sudah terlambat. Ia sudah kehilangan nyawanya. Kinry menatap sekitar. Ia yakin jika semuanya sama. "Tapi, bagaimana mungkin bisa?" Ting ... Waktu tunggu habis. Seiring dengan peringatan tersebut. Sebuah penawaran muncul pada bar status Kinry. Apakah anda akan mengunakan Telur Kehidupan? Senyum Kinry merekah. "Tak salah lagi," ucapnya dengan girang. Sejak Kinry menyadari jika dunia saat ini sama dengan game tersebut. Ia sudah tak ragu lagi. Telur Kehidupan juga adalah item yang pernah ia dapatkan semasa bermain game. Namun, saat ia menjadi player. Item tersebut juga sudah melekat di statusnya bagaikan sebuah bug. "Gunakan Telur Kehidupan!" Sang NPC (non-controllable player) Naya tiba-tiba muncul membawa Telur Kehidupan. Telur tersebut tiba-tiba retak dan terbelah. Memunculkan cahaya yang menyilaukan mata. Anda akan dihidupkan kembali dalam 3 ... 2 ... 1 ... Silakan Login ulang "Login, ID Name : Kinry , Star!" Ting ... ID tidak ditemukan Kinry terdiam sesaat ia memutar otaknya dan akhirnya ia mulai menyadari satu hal. Ia masih memiliki ID lainnya. "Login, ID Name : Linckia, Star!" Ting ... Welcome Linckia
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD