Ryu terus bergerak turun di kegelapan. Di kiri dan kanannya hanya ada dinding tembok yang berlumut dan lembab. Tangga batu yang ia pijak terasa begitu kokoh namun sedikit licin. Ia memperhatikan kalau makin turun, pijakannya terasa basah. Ada bagusnya aku melepas sepatuku tadi. Tidak mungkin aku berjalan dengan sepatu sol licin. Ryu terus melangkah hingga akhirnya tiba di tangga paling bawah. Ia bisa merasakan kalau kakinya basah semata kaki. Tangannya merogoh saku celana untuk mengeluarkan ponsel dan menyalakan senternya. Ternyata tempatnya berpijak memang ditutupi air. Kenapa basah? Ia menyentuh air tersebut dan mencium aromanya. Ini air tawar, bukan air laut. Berapa meter kemiringan tangga ini? Seberapa jauh aku melangkah? Ryu lalu menoleh ke belakang utnuk mengukur

