PROLOG

214 Words
“Apa cita-citamu dulu waktu kecil?” Tanya Cleo ke Rakka yang sedang duduk memegangi segelas jus jeruk di tangannya. Rakka diam sejenak, lalu tersenyum seperti mengingat sesuatu. “Dokter,” jawabnya singkat sambil menatap Cleo. “Hm, lalu, kenapa jadi pengusaha? Kenapa ambil jurusan kedokteran saat kuliah?” Pertanyaan Cleo kali ini membuat Rakka tersenyum singkat. Ia meletakkan gelas di tangannya, lalu menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. “Karena, sekolah kedokteran mahal.” Rakka menjawab, tatapannya menatap ke depan, seperti sedang mengingat sesuatu, “Mahal? Bukannya kamu orang kaya?” Tanya Cleo lagi, “Dulu aku hanya anak buruh cuci keliling, sekolah dan kuliah mengharapkan beasiswa.” Cleo nyaris menelan kunyahan burgernya bulat-bulat mendengar perkataan Rakka. Cleo tidak menyangka, lelaki kaya raya di hadapannya ini ternyata bukan keturunan orang kaya. “hm, mungkin kalau kamu jadi dokter juga tidak sekaya sekarang, ya kan? Ha.. ha.. ha..” Cleo tertawa terpaksa. Namun wajah Rakka datar, menganggap ucapan Cleo barusan tidak lucu. “Kaya atau tidak, tidak bisa dijadikan tolak ukur kesuksesan seseorang.” Jawab Rakka datar. Cleo tersenyum seraya menggigit kembali burger ditangannya. Ia merasa bersalah sudah mengucapkan kalimat terakhir. Cleo memaki dirinya sendiri dalam hati. Kehidupan bergelimang harta seorang Rakka Abbizahsca, CEO perusahaan properti ternama ternyata tidak ia dapatkan dengan mudah. Cleo tersadar, bahwa sikap Rakka yang sangat disiplin sekarang adalah kebiasaan baiknya yang ia pertahankan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD