Slot Machine

2961 Words
“Apa yang salah sebenarnya?” Setelah Anne akhirnya menutup pintu dan apa yang dikatakan oleh July itu tidak terbukti, ia pun merasa keheranan. Ia sudah melakukan hal yang sama seperti kemarin malam, sebelum akhirnya ia masuk ke dalam dunia yang baginya adalah bukan dunia nyata yang saat ini ia pijaki. Seperti sebuah dimensi lain, antara nyata dan sebuah mimpi. July berpikir kalau apa yang ia lakukan sudah sesuai dengan apa yang juga ia lakukan kemarin. Lelaki itu membuka laptopnya, menyalakan video game yang juga ia mainkan sejak tadi. Tapi pada kenyataannya, tidak ada yang terjadi. “Seharusnya aku menikmati hari lliburku,” ujarnya sebelum ia benar-benar terlelap. Terhitung beberapa waktu, belum lama sejak ia memejamkan matanya, perempuan itu mendengar sesuatu. Seperti seseorang sedang memanggil namanya. Dengan mata yang masih tertutup, ia mendengkus kesal. “Siapa lagi sekarang?” Ia menghela napas, lalu membuka matanya. Namun, ia mendadak linglung. Perempuan itu terbangun dari tidurnya, tapi bukan di tempat di mana seharusnya ia membuka mata. Tidak ada lagi atap apartemen yang selalu ia temui saat ia terjaga. Semua berubah. Ia berada di tempat asing. Sekelilingnya di penuhi dengan ilalang yang tinggi. Ia seorang diri, terduduk di hamparan ilalang dengan jalan setapak. Dengan langit yang mendung seakan hendak hujan, perempuan itu merasa kebingungan. Perempuan itu mengucek matanya berkali-kali. Anne berpikir kalau ada yang salah dengan penglihatannya. Namun, semakin lama, kesadarannya kembali. Ia benar-benar terjebak di tempat yang ia bahkan tidak mengetahuinya. “Di mana aku?” Ia mencoba menyemai ilalang yang menghalangi pandangan matanya. Kiri kanan yang kini terlihat seperti gang sempit karena ilalang menjadi pembatas di kedua sisian. Perempuan itu mencoba untuk melangkahkan kakinya. Berharap di depan sana, ia dapat menemukan jalan keluar. “Halo? Apakah ada seseorang?” Hening. Tidak ada jawaban sama sekali. Ia terus berjalan. Semakin mempercepat langkahnya. Langit sudah semakin gelap sementara perempuan itu masih belum menemukan jalan keluar. Ia ingat sesuatu. Ponsel. Perempuan itu meraba sekujur tubuhnya. Kesialan memang sedang menimpanya hari ini. Ia ingat bahwa ponselnya berada di meja dekat lampu tidur. “Apakah aku ada di alam mimpi?” Perempuan itu mencoba untuk melompat, berharap ia dapat melihat sesuatu. Berkali-kali, yang ia temui hanya hamparan ilalang yang begitu luas. Perempuan itu mulai ketakutan. Sementara langit sudah sepenuhnya gelap. Cukup lama ia berjalan dan belum menemukan cara untuk keluar dari ilalang tersebut. Sampai ia akhirnya memutuskan untuk berlari. Ia benar-benar putus asa untuk terus berdiam diri di tempat yang asing ini. Rupanya, pelarian itu membuahkan hasil. Ia sampai di sebuah jalan yang lebih besar di banding sebelumnya. Meskipun masih terlihat sepi, setidaknya ia bersyukur karena tidak lagi terjebak dalam ilalang yang hampir membuatnya gila. Ia terduduk di pinggiran jalan. Mengatur napas yang terengah-engah lantaran berlari. Perempuan itu terlihat kembali bersemangat begitu melihat sesuatu dari kejauhan. Seperti segerombolan orang yang sedang berjalan ke arahnya. Semakin lama, mereka semakin dekat. Ini adalah langkah yang bagus untuk meminta pertolongan. Anne berpikir bahwa mereka bisa membawa perempuan itu pergi dari tempat yang aneh ini. Senyuman di wajah perempuan itu semakin lama semakin memudar saat mereka berjalan semakin dekat. Ia lagi-lagi menemukan kejanggalan. Orang-orang itu berjalan dengan lurus. Namun, semua matanya ditutup oleh kain hitam. Anne menelan ludah. Ia tidak berpikir kalau meminta bantuan mereka adalah hal yang bisa ia pertimbangkan, tapi setidaknya ia harus mencoba. Ragu-ragu, perempuan itu melangkahkan kakinya mendekati gerombolan. Ia bertanya pada salah satu dari mereka, “Permisi, apa kau tahu tempat apa ini? Aku sepertinya tersesat.” Bagai makhluk tak kasat mata, mereka berlalu tanpa menjawab sepatah kata pun. Mereka bahkan tidak menoleh begitu mendengar suara Anne. Mereka hanya berjalan lurus dengan irama yang sama. Tidak menyerah, perempuan itu berlari mengejar mereka. Ia terus mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang masih tak terbalas. Sampai akhirnya, ia menyerah dan membiarkan tubuhnya ambruk di jalanan. “Sebenarnya tempat sialan apa ini!” Merasa frustrasi, perempuan itu bahkan terus mengumpat dengan air mata yang menerobos dan mengalir di pipi. “Aku tahu, ini pasti mimpi. Cepatlah bangun, bodoh!” Perempuan itu memukul-mukul dirinya sendiri. Ia mencubit, bahkan menampar pipinya agar ia segera sadar dan terjaga dari mimpi mengerikan ini. Namun, hanya rasa perih yang ia dapatkan. Perempuan itu masih di sana. Di jalanan sunyi yang ia pun tak tahu di mana letaknya. Anne membiarkan tubuhnya telentang di atas jalan aspal setelah ia lelah dengan segala usahanya yang sia-sia. Sudah lelah dengan air mata dan segala u*****n yang keluar dari bibirnya. Perempuan itu mencoba untuk memejamkan mata sejenak, mengatur napas, dan memenangkan diri agar ia bisa berpikir jernih. Namun, ia mendengar suara itu lagi. ‘Anne!’ Ia membuka mata. Suara yang sama, seperti yang ia dengar sebelum terjebak di tempat antah berantah ini. ‘Anne!’ *** “Aku pikir, aku sudah melakukannya dengan benar.” July bahkan kembali memeragakan apa yang terjadi. Ia memetakan tangannya, membuat alur yang ia lakukan baru saja. “Aku hanya perlu menyalakan laptopku, memainkan permainan dan tertidur di atasnya kan? Tapi, kenapa ini tidak berhasil?” Ia ingat betul bagaimana akhirnya suara bantingan pintu yang dilakukan oleh Anne akhirnya membuatnya terbangun dan tidak terjadi apapun. Yang ada hanya kepalanya yang terasa pusing karena terbangun secara paksa dengan d**a yang bergemuruh saking terkejutnya. July hanya merasakan sakit di kepalanya karena tersentak oleh suara pintu yang dibuat Anne. Ia tidak masuk ke dalam dunia video game itu. Masih di dunianya, tidak ada yang berubah sama sekali. Kasurnya, interior kamarnya, bahkan game yang masih berputar di dalam laptopnya. Bukankah sekarang Anne akan berpikir kalau terjadi sesuatu pada kepala lelaki itu? Anne pasti berpikir kalau July benar-benar tidak waras sekarang. Tapi, July masih tetap penasaran, kenapa ia tidak dapat masuk ke dalam dunia permainan itu, seperti sebelumnya dibanding memikirkan Anne yang bisa saja berpikiran buruk tentang July sekarang. “Apa ada hal yang aku lewatkan? Aku tidak benar-benar kehilangan akal sehat kan?” Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kemudian kembali meneriaki Anne dari dalam kamar beberapa saat setelahnya, “Anne aku tidak berbohong, aku mengatakan yang sebenarnya padamu!” Ia yakin betul, kalau apa yang ia alami memang benar-benar terjadi. Ia pasti bisa membuktikan pada Anne kalau apa yang ia katakan padanya memang benar-benar terjadi. Sayangnya, perempuan itu telah menutup kedua telinganya dengan airbuds. Ia memutar musik dan menyalakannya dengan volume yang cukup keras, setidaknya mampu meredam teriakan-teriakan tidak masuk akal dari kamar July. Setelah melihat apa yang July lakukan, perempuan itu hanya dapat satu kesimpulan. Lelaki itu benar-benar kurang waras sekarang ini. Ia merasa kalau July benar-benar sedang tidak sehat sekarang. Ada yang salah dengan isi kepala lelaki itu sehingga ia melakukan hal yang konyol. ‘Kenapa juga aku harus melihatnya tidur siang? Hanya buang-buang waktu. Bukankah lebih baik aku yang tidur siang? Aku lebih butuh banyak waktu istirahat dibanding July yang bisa merebahkan diri di kasur seharian,’ batin perempuan itu, tepat sebelum ia menutup mata dan membiarkan alunan musik yang lembut mengantarkannya pada mimpi yang indah di tengah panas terik hari ini. Akhirnya, July bangun dan berjalan keluar. Lelaki itu kemudian mengambil segelas air putih dari dapur, ia tiba-tiba saja merasa haus karena kesal demi mengetahui bahwa apa yang ia lakukan hanyalah sebuah ke sia-siaan. July kemudian mengambil sebuah apel berwarna merah yang ada di dalam lemari es, yang baru saja ia beli pagi tadi. Ia melirik ke arah kamar Anne, hening. Perempuan itu pasti sudah tertidur. Sebelum kembali ke kamar, ia masih merasa penasaran, mengapa hal itu tidak terjadi lagi padanya. Apakah benar itu hanya sebuah mimpi dan halusinasinya setelah sepanjang waktu memainkan permainan itu? Atau mungkin, apakah ini efek dari virus yang perlahan menggerogoti kepalanya? Namun, kenapa uang yang nyata masuk ke dalam akun banknya? Dari mana uang-uang itu berasal? Siapa juga yang akan mengirimkan uang-uang itu? Bosnya yang kikir dan perhitungan? Jangan bermimpi! Bila benar Welt b******n itu yang mengirimkannya, dunia pasti akan hujan badai selama tujuh hari ke depan! Ia teringat sesuatu sebelum kembali ke dalam kamarnya. July berlari ke pintu belakang, menyibak tirai yang menutupi jendela di sebelah pintu, mengintip ke arah halaman melewati jendela kaca yang kecil. Masih seperti tadi, ketika ia terbangun dari mimpinya yang aneh. Tidak ada yang berubah, sama sekali. Semua masih pada tempatnya. Pagar belakang, rerumputan, halaman kosong. Semuanya masih terlihat normal. “Terserah lah, akan kuanggap aku baru saja menang lotre atas bayaranku karena telah bermimpi aneh.” Akhirnya July kembali ke kamar dan mulai duduk di depan laptopnya lagi. Tidak banyak kegiatan yang bisa lelaki itu lakukan. Ia tidak suka merajut seperti Nenek May, tetangga sebelah rumahnya. Ia juga tidak suka menggambar sesuatu atau melukis sesuatu, seperti Uncle Jo yang tinggal di seberang rumah. July bukan seseorang yang memiliki jiwa seni yang tinggi dan ia pun tidak tertarik sama sekali akan hal itu. Yang lelaki itu dapat lakukan hanyalah menonton televisi dan bermain game seharian, makan, minum, mandi, lalu kembali tidur. Hanya itu saja. Kegiatan membosankan yang harus ia ulang-ulang di setiap harinya. Benar-benar membosankan. “Baiklah, aku akan menengoki bibit-bibit tanamanku terlebih dahulu,” katanya beberapa saat kemudian. Ia mencoba untuk berbicara dengan dirinya sendiri. Setelah apa yang ia lakukan terlihat percuma saja. Lelaki itu kemudian mengklik sebuah gambar panah di ujung kiri yang kemudian membawa lelaki itu pada tempat yang sama dengan yang ia kunjungi tadi malam. Zen Garden. Tapi, di video game dalam laptopnya, tidak langsung seperti di mimpinya tadi malam. Tanaman-tanaman di sana rupanya sudah menunggu kedatangan pemiliknya. Mereka mengeluarkan gelembung bergambar tetesan air, meminta untuk July menyiram mereka. Sama seperti yang ia lihat beberapa waktu lalu secara langsung, di dunia dan dimensi yang berbeda. “Aku melihat mereka tumbuh terakhir kali, dalam mimpiku. Ternyata mereka sudah benar-benar tumbuh sekarang?” July mengklik mouse yang sedang ia genggam setelah menarik kursornya ke arah teko penyiram tanaman berwarna hijau. Kemudian, ia menyirami satu persatu tanaman miliknya sampai mereka mengeluarkan lagi kepingan emas seperti biasa. Lelaki itu melakukan beberapa permainan, melanjutkan babak yang sebelumnya ia tinggal tidur kemarin malam. Lalu, ia menghabiskan waktu berjam-jam sampai tidak sadar kalau Anne meneriakinya untuk makan malam. *** Lelaki itu terbangun lagi di tempat yang sama. Tempat terakhir kali ia bermimpi aneh tentang video game ini. Lagi-lagi, seperti pertama kalinya, July mengedarkan pandang terlebih dahulu. Ia tidak lagi melihat gelembung bergambar air di atas tanaman-tanaman itu seperti sebelumnya. Sepertinya mereka belum begitu haus karena July sudah menyiraminya tadi siang. Kemudian, lelaki itu berlari keluar. Ia sudah menebak kalau dirinya akan menemukan hal yang sama dengan sebelumnya. Begitu ia keluar dari rumah kaca itu, ia akan menemukan sebuah tembok besar dengan tiga tombol pilihan dengan tulisan yang berbeda-beda. Itu pasti. Meskipun awalnya hanya sebuah tebakan saja. Ia tidak terlalu kebingungan. July menganggapnya sedang bermain dalam versi live. Mungkin, karena ini juga bukan pertama kalinya bagi July, ia tidak begitu kaget begitu ia menemukan tembok besar ini. Lagi-lagi, July memutuskan untuk menekan tombol paling bawah yang bertuliskan hal yang sama dengan sebelumnya, yakni sebuah permainan kecil. Lalu, hal yang sama kembali terulang. Sama seperti sebelumnya. Tembok raksasa itu kemudian tenggelam ke dalam tanah yang terbelah secara perlahan. Sementara, dari balik tembok besar itu, terdapat tiga pintu putih. Benar. Hanya tiga pintu. Berbeda dengan kemarin, pintu putih dengan tulisan Walnut Bowling tidak lagi July temukan dalam jajaran pintu-pintu yang lain. Lelaki itu berpikir bahwa satu pintu yang telah ia lalui dan menang, maka ia tidak perlu mengulang lagi. Sama halnya ketika ia melalui hari-hari ujian. Jika ia gagal ia mengulang, jika tidak, ia akan naik kelas. Perlahan tapi pasti, akhirnya July melangkahkan kaki dan mendekati salah satu pintu di antara ketiganya. Ia mengulurkan tangan. Mulai membuka knop pintu putih itu dengan tulisan ‘Slot Machine', pintu yang kedua. July berpikir, dari nama yang tertulis di atas sana, ia lagi-lagi akan sedikit paham dengan cara kerja permainan yang nantinya akan ia mainkan di dalam sana. Setidaknya, ia punya gambaran tentang apa yang harus ia lakukan. Begitu pintu terbuka, seperti yang sudah ia rasakan kemarin, cahaya yang menyilaukan mata menjadi hal pertama yang dapat lelaki itu temukan dari balik pintu. Seolah ia baru saja keluar dari sebuah box kosong yang gelap. Kemudian, dari sana ia melihat halaman belakang rumahnya lagi. Dengan pagar bagian belakang, tanda untuk membatasi halaman rumahnya dengan jalanan, yang menghilang seperti kemarin. Akan tetapi, di bagian kiri dan kanan tidak ada lagi kacang-kacang kenari raksasa yang dihalangi oleh pagar kayu seperti sebelumnya. Ada yang sedikit berbeda dari halaman belakang rumahnya kali ini. Benar. Lelaki itu menemukan sebuah mesin Slot berukuran besar di sebelah kiri halaman belakang rumahnya. Ada satu buah layar besar yang terbagi menjadi tiga bagian. Di ujung mesin tersebut, terlihat sebuah gagang tuas yang juga berukuran besar, yang July yakini sebagai alat untuk memutar Slot. Seperti permainan yang ada di timezone, yang sesekali ia mainkan bila pergi dengan teman-temannya. “Jadi, permainan inikah yang harus aku mainkan sekarang?” July tersenyum. Ini sangat mudah baginya. Lelaki itu hanya perlu menarik tuas dan layar di mesin Slot itu akan berputar dan berhenti di tiga gambar secara acak. Sama seperti mesin-mesin slot pada umumnya. Kemudian, lelaki itu mencoba menghampiri tuas dan mulai menariknya. “Wow, ini... “ Kata-katanya tercekat, ia harus mengeluarkan tenaga untuk menarik tuas yang ternyata terasa cukup keras. Mungkin karena ukuran slot mesinnya juga yang cukup besar. “Lumayan berat,” tambahnya, begitu ia berhasil menarik tuas itu ke bawah dan layar di atas mesin tersebut mulai berputar dan berhenti pada tiga gambar yang sama. Gambar tiga buah kentang yang hanya terlihat sedikit muncul di permukaan tanah, dengan antena merah di atasnya. Antena berwarna merah. “Ini mirip sekali dengan bom tanam dalam permainan,” celetuk July. Tak lama, dari bawah mesin itu, keluarlah kentang-kentang dengan antena merah tersebut, dan sebuah sekop secara ajaib. Sekop bergagang cokelat. “Jadi, aku harus menanamnya sendiri?” Lelaki itu tertohok tidak menyangka. Selama ini, dalam video game yang ia mainkan, kentang tanam itu akan secara otomatis terpasang dalam rerumputan. Dan sekarang, permainan ini menginginkannya untuk menanam tanaman ini sendiri. July menggeleng-gelengkan kepala. Ini tidak masuk akal baginya. Bagaimana mungkin di hari yang terik seperti ini, ia harus berkebun? Ia tidak berpikir kalau ini adalah hal yang seru untuk ia mainkan sekarang. Lelaki itu berniat untuk kembali dan memilih pintu lain yang mungkin lebih masuk akal baginya. “Ah, aku malas! Aku ingin kembali saja!” July melangkahkan kakinya ke arah pintu dapur, tempat di mana ia keluar untuk pertama kalinya. Namun sayangnya, seperti kemarin, lagi-lagi pintu itu terkunci. Ia mencoba memutar kenopnya berkali-kali. July berpikir mungkin saja pintu tersebut macet. Tapi, tetap saja itu tidak terbuka juga. “Ayolah, aku ingin berhenti. Aku ingin quit! Tahu kan? Di mana tombol quit nya?” July berteriak teriak. Ia melemparkan pandangannya ke langit. Kiri dan kanan. Semuanya. Ia menyapu seluruh langit demi melihat di mana letak kamera sehingga ia bisa melambaikan tangan dan kembali ke tempat awal di mana ia terbangun. Tiba-tiba, tulisan muncul di atas awan. Cukup besar dan mampu mengalihkan perhatian July. Dengan jelas, di atas sana tertulis, MEREKA AKAN DATANG KETIKA DENTUMAN MULAI TERDENGAR. BUAT PERTAHANAN, SEKARANG! “Aw, s**t!” Melihat bacaan itu, July segera mendobrak pintu. Ia benar-benar ingin kabur dari tempat itu sekarang juga. Namun lagi-lagi, hanya bahunya lah yang terasa sakit. Semua yang ia lakukan benar-benar percuma. Dari kejauhan, ia samar-samar mendengar suara yang menggema. Mirip dengan apa yang ia dengar kemarin. Itu tandanya, mereka sudah berjalan menuju ke arah July. “GAME SIALAN!” July menendang pintu. Ia berlari ke arah kentang-kentang dengan antena merah itu dan mulai mengambil sekop yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri. Kemudian, July mulai membuat tiga buah lubang untuk menanam kentang yang ukurannya sebesar galon minum. Ia menyisakan sedikit permukaan kentang yang berantena ke atas. Jadi, antena tersebut menyumbul ke atas tanah. Setelah semua kentang itu tertanam, July kembali berlari untuk mendapatkan lagi tanaman. Ia memutar tuas slot dengan sepenuh tenaga. Tiga layar di atas sudah berputar. Dengan penuh harap, lelaki itu terus bergumam dalam hatinya semoga ia mendapatkan senjata yang bagus. Harap tinggalah harap, ketiga layar itu berhenti pada gambar yang ketiga-tiganya berbeda. Ia tidak mendapatkan apapun. Padahal, suara-suara dari mereka itu sudah terdengar semakin dekat. July sedikit panik. Ia kembali menarik tuas dan membiarkan layar di atas itu kembali berputar. July hampir meloncat kegirangan. Ia mendapatkan tiga buah cabai raksasa. Lelaki itu ingat, di dalam video game, cabai raksasa ini bisa ia gunakan untuk menjadi boom yang menjalar satu lintasan. Dari ujung tanah yang ia pijak, sampai ke ujung tanah di jalanan aspal. July kemudian mengamankan tiga buah cabai raksasa itu lengkap dengan korek ajaibnya, ke pojokan halaman belakang, dekat pintu. July semakin bersemangat untuk memutar tuas. Kali ini, ia mengerahkan tenaganya lebih keras. Layar itu kembali berputar lalu berhenti di tiga gambar tanaman berkepala tiga. Terlihat seperti bunga tulip yang menghadap ke depan. Dengan segera, July menanam mereka di sudut paling kiri, kemudian di tengah, dan satu lagi di sudut paling belakang, setidaknya satu kotak dari slot mesin yang sedang July mainkan. July sendiri tidak tahu pasti apa yang dapat dilakukan tanaman ini, karena sejak tadi tanaman ini tidak bergerak sama sekali. Hanya terlihat tegak ke arah depan seolah sedang menonton sesuatu dengan bunga cabang tiganya yang kuncup dan berwarna hijau. Ia menekan tuasnya lagi. Kali ini, ia mendapatkan kacang kenari raksasa. July menggelindingkannya dan membuatnya berdiri tegak, tepat setelah kentang tanam. Kacang kenari itu berguna untuk memperlambat pergerakan para makhluk-makhluk pemakan otak itu karena mereka yang bertemu dengan kacang kenari akan teralihkan dan mencoba untuk memakan kacang kenarinya sampai habis. Disaat itulah senjata dari ketiga kuncup berwarna hijau itu mulai menembaki mereka sampai akhirnya para makhluk itu tubuhnya runtuh satu persatu dan terakhir, kepalanya akan menggelinding dan berubah menjadi abu. Sekali lagi, ia menekan tuas. Didapatkannya tiga buah Chery yang terlihat marah. Ekspresinya sangat tidak bersahabat. Jauh berbeda dengan kentang tanam yang lebih dulu didapatkan July. Ia menseuh chery-chery itu dan memutuskan untuk menggunakannya nanti, saat makhluk-makhluk itu sudah menghabiskan kenarinya dan masih bisa bertahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD