Informasi

1546 Words
Beberapa minggu sebelumnya, Sean kembali ke klub setelah beberapa hari bersembunyi. Dia datang untuk mencari petunjuk tentang seseorang yang berhasil mencuri sesuatu darinya. Untuk mengembalikan ingatannya malam itu, Sean duduk di tempat yang sama. Beberapa menit berlalu, tidak ada yang diingatnya selain beberapa gadis yang saat itu sedang mendekatinya. Pun tidak ada yang aneh dari gerak gerik para gadis itu. Lalu tiba-tiba, dari sofa sebelah kiri Sean melihat seorang gadis yang baru saja ditampar oleh seorang pria. "Pergi sana! Dasar tidak berguna!" hardik pria itu seraya melemparkan gelas berisi minuman keras ke tubuh gadis itu. Menahan malu dan rasa sakit, gadis itu pergi dengan deraian air mata seraya memegang pipinya yang merah. Saat gadis itu melewati tempat duduknya, Sean langsung ingat jika dia adalah salah satu dari gadis yang mendekatinya malam itu. Sean pun langsung mengikuti secara diam-diam. Gadis yang putus asa itu pergi ke sebuah jembatan hendak bunuh diri. Dia memejamkan mata serapat mungkin setelah menaiki pagar jembatan, bersiap untuk melompat yang merupakan satu-satunya jalan untuk mengakhiri semua penderitaannya. "Apa seperti ini caramu mengakhiri hidup?" Tiba-tiba Sean datang dan mengagetkan gadis itu. Ketika menoleh, mata gadis itu membulat seketika. Dia seperti melihat hantu. Sean menarik sudut bibirnya melihat reaksi gadis itu. "Kamu terkejut? Masih mengenalku rupanya." Dia tidak menyangka wajahnya akan mudah dikenal hanya dengan satu kali bertemu, membuatnya berpikir jika lain kali harus menghindar dari semua gadis. "Apa maumu? Jangan menggangguku," kata gadis itu dingin dan berusaha setenang mungkin. Meskipun saat ini hal yang paling diinginkannya sangat sulit untuk dilakukan, mengingat ancaman Reya malam itu yang mengatakan untuk tidak muncul di depan Sean, atau pria itu akan membunuhnya. "Aku datang memberi tawaran yang tidak bisa kamu tolak." Sean menghentikan langkahnya dan bersandar di pagar jembatan menghadap jalan. Gadis itu masih diam, tidak terlalu tertarik dengan tawaran Sean yang sudah pasti akan melakukan hal yang kejam. Gadis itu terus memikirkan peringatan dari Reya, dan itu cukup membuatnya merinding. Alih-alih ingin mati segera, tapi dia tidak menginginkan nyawanya melayang di tangan orang lain. "Aku bereskan para pria b******n itu, lalu beri tahu aku sesuatu." Sean mengajukan sesuatu secara tidak sabar. Jika tidak mengetahui keadaan gadis itu sekarang, maka dia akan memilih cara tercepat untuk mencapai keinginannya. Namun, sayangnya sisi kemanusiaan Sean masih memberi gadis itu harapan yang baik. "Aku tidak memiliki apa-apa untuk diberikan padamu. Sebaiknya kau pergi saja," sela gadis itu cepat dan menolak keras pemberian dan permintaan Sean. Dia sudah menebak apa yang membuat Sean datang padanya. Sean tersenyum miring dan sinis. "Setidaknya kamu bisa melahirkan dan membesarkan anakmu tanpa bayang-bayang kelam perbuatan buruk ayahnya yang tidak bertanggung jawab." Mendengar hal itu, sang gadis tersentak. Bagaimana Sean bisa mengetahui bahwa dirinya sedang mengandung, juga ayah dari anak itu. Melihat gadis itu kebingungan, Sean semakin tidak sabar untuk meneruskan. "Terlalu sempit waktu untuk berpikir banyak, karena aku datang hanya sekali," kata Sean yang tidak memberi gadis itu kesempatan untuk berpikir lama. "Aku ingin dia mendapatkan ganjaran yang setimpal." Tanpa pikir panjang, akhirnya gadis itu menerima tawaran yang Sean berikan atas dasar rasa sakit yang diakibatkan oleh pria yang tidak bertanggung jawab. Tangan gadis itu terkepal dan tidak sabar untuk melihat jasad yang sudah menghancurkan hidupnya. "Tidak sulit. Temui aku satu jam kemudian." Lantas Sean pergi untuk memberi pelajaran terhadap para pria yang sudah melecehkan gadis itu. *** "Hanya ini yang aku dapatkan." Gadis itu memberi Sean selembar foto setelah satu jam kemudian, sesuai kesepakatan setelah Sean menepati janji padanya. Tidak sulit untuknya mengambil gambar dari CCTV tersembunyi yang tak seorang pun mengetahuinya, karena dia sendiri sudah sangat dekat dengan tempat itu. "Hanya ini?" tanya Sean tidak puas setelah memperhatikan gambar seorang gadis yang sama sekali tidak memperlihatkan wajahnya lantaran tertunduk. Hanya satu hal yang bisa Sean tangkap dari indera penglihatannya, yaitu tato samar di bahu gadis itu. "Aku hanya dibayar untuk menjalankan tugas, selebihnya menerima upah. Bahkan namanya saja tidak aku ketahui," sahut gadis itu apa adanya. "Ck." Sean berdecak kesal karena informasi yang didapat tidak sesuai harapan. Tapi setidaknya Sean sudah memiliki petunjuk meskipun ada banyak gadis yang memiliki tanda yang sama di bahu mereka. "Baiklah. Urusan kita selesai," kata Sean bergerak pergi dan memasukkan foto tersebut ke dalam saku jasnya. "Mendengar dari tata cara bahasanya, sepertinya dia orang Jerman," ujar gadis itu yang membuat langkah Sean terhenti sejenak tanpa menoleh ke belakang. "Jerman?" gumam Sean dalam hati. Lalu kembali melanjutkan langkahnya. Bermodalkan selembar foto tanpa wajah, Sean mengawali pencariannya. Dia benar-benar datang ke Jerman untuk mencari petunjuk apa saja yang bisa mengarahkannya pada gadis itu. Kembali pada peristiwa sekarang. Setelah mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu untuk menguatkan dugaannya, Sean langsung mengambil kesimpulan jika itu adalah gadis yang sama. “Pantas saja dia begitu takut melihatku,” gumam Sean geram. Lantas keluar untuk mencari dan menangkap Reya. Membunuh gadis itu jika perlu. “Tunggu!” titah Sean seraya menodongkan pistol ketika Reya hendak memasuki mobil. Dia sudah bersiap untuk menembak andai Reya benar-benar kabur. "akhirnya kita bertemu." Suara tersebut membuat Reya menghembuskan nafas berat dan memejamkan matanya beberapa saat. Seluruh badannya mendadak lemas tak bertenaga. Entah rasa seperti apa yang tiba-tiba hadir, tapi untuk pertama kalinya Reya takut menghadapi lawannya. Menghadapi situasi yang memojokkannya, Reya tidak langsung menoleh ke belakang, melainkan mengamati situasi dan berpikir cara untuk melarikan diri. “Ikut aku atau-“ Belum selesai Sean berkata, Reya sudah berbalik dan melakukan gerakan mendadak. Untung saja Sean lebih gesit dari lawannya, dia menghindari pukulan tangan Reya dan berhasil mengunci tubuh gadis itu ke badan mobil. “Jika bergerak, aku bisa saja mematahkan lehermu,” ancam Sean dengan posisi yang cukup sulit untuk memuat Reya bergerak. Melihat tidak ada celah sama sekali, Reya akhirnya pasrah dan mengikuti perintah pria itu, tapi pikirannya tetap berkelana mencari jalan keluar. “Masuk!” perintah Sean setelah membuka pintu mobil untuk gadis yang belum diketahui namanya itu. Reya menurut. Memasuki mobilnya dan duduk di bagian kemudi seperti yang Sean inginkan. “Jalan!” Sean membimbing agar Reya mengikuti rute yang diarahkannya, dengan pistol yang tidak dijauhkan dari Reya. Mobil itu berhenti di depan bangunan tua yang seberapa jauh dari jalan raya, namun sangat sepi. Suasana hampir gelap ketika mereka sampai di sana. Itu artinya sudah lebih dari satu jam Reya pergi, dia hanya berharap jika Mark akan tidur lebih lama agar tidak mencarinya kemana-mana. “Katakan dimana kamu menyimpannya?” hardik Sean tanpa basa-basi. Dia masih menodongkan pistol ke kepala Reya. “Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan,” kilah Reya setenang mungkin. Dia memang pandai mengekspresikan wajahnya di depan Sean, tapi tidak dengan nyalinya yang sudah menciut sejak tadi. “Aku tidak suka orang yang membuang waktu," tegas Sean mulai muak. Bunyi ditariknya pelatuk membuat Reya sedikit gugup. Dia mengatupkan bibirnya serapat mungkin. Menarik nafas beberapa kali untuk menenangkan diri. Lawannya kali ini mungkin memang bukan orang biasa, sama seperti yang diketahuinya dari informasi yang diberikan organisasi. Jika tidak, Sean pasti tidak akan menemukannya karena tidak ada satu bukti pun yang tersisa. Bisa saja Sean lebih hebat darinya. “Aku tidak peduli kamu gadis seperti apa. Yang aku inginkan hanyalah, kembalikan apa yang sudah kamu curi dariku.” Sean mengungkit perbuatan Reya secara terang-terangan. Mengingatkan betapa buruknya perbuatan gadis itu yang tidak akan pernah ter-maafkan. “Kamu menghinaku!” teriak Reya tidak terima karena perkataan Sean seolah merendahkannya. Ketakutan Reya perlahan sirna, digantikan dengan rasa jijik setelah mendengar perkataan Sean. Sean tertawa melihat ekspresi Reya dengan mata bulat sempurna. Bukankah tatapan itu terlihat sangat indah? Andai Reya bukan gadis incarannya dalam dunia gelap, mungkin Sean akan menjadikan ratu dalam dunia nyata. Sayangnya, untuk saat ini Sean lebih merasa benci pada gadis itu ketimbang suka. Kemarahan di wajah Reya sama sekali tidak membuat Sean takut. “Bukankah kamu memang gadis rendahan yang berhasil membawaku ke ranjang,” hinanya dengan tatapan penuh kebencian manakala ia kembali mengingat keadaannya di pagi itu. Jangankan melupakannya dengan cepat, bahkan Sean tidak bisa tidur dengan tenang setelah peristiwa itu. Bayangan alan apa saja yang mereka lakukan terus mengganggu pikirannya, karena dia tidak ingat apapun. “Kau-“ Ucapan Reya terputus saat Sean sudah meletakkan pistol itu tepat di kulit kepalanya. Kini Reya kembali takut hingga tidak berani beradu tatap dengan pria mengerikan itu. “Aku tidak punya waktu untuk membahas itu denganmu. Berikan apa yang aku minta, lalu kamu boleh pergi.” Kesabaran Sean mulai hilang, tapi masih baik memberi kesempatan untuk gadis itu agar pergi dengan selamat. Mengabaikan niatnya yang sempat berpikir untuk melenyapkan gadis itu setelah mendapatkan miliknya kembali. Setelah mendapatkan penghinaan, ketakutan Reya kembali sirna dalam seketika. Sebaliknya dia malah membuat Sean kian murka dengan perkataan dan tindakannya. “Apapun yang kamu lakukan, kamu tidak akan pernah mendapatkan itu kembali.” Reya menyeringai sinis dengan kalimat yang lebih berani. “Kamu berani bermain-main denganku rupanya!” geram Sean. Reya tiba-tiba menatap Sean dengan senyum yang berbeda. “Aku harap kamu menikmati permainan itu.” Bersamaan dengan kata-katanya yang terakhir, tangan Reya menekan sebuah tombol dan menginjak gas dengan cepat. Pintu mobil terbuka otomatis dan Sean terjatuh setelah Reya melakukan putaran yang dahsyat. Sean terguling hingga beberapa meter lantaran tubuhnya yang tidak seimbang. Dia sama sekali tidak menyangka akan dilemparkan bak seekor binatang buangan oleh seorang gadis. Setelah kepungan asap mereda, mobil Reya sudah menjauh. Sean tetap melepaskan beberapa tembakan walau ia tahu itu sia-sia. “Arg. Sial!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD