Hari Terburuk

1226 Words
Sean Lee, seorang pria tampan dengan rahang keras serta kekuatan tiada tandingan, baru saja menyelesaikan tugasnya. Dia melepas sarung tangan dan menyalakan sebatang rokok, memperhatikan korban di depannya dengan teliti. Lalu mata elangnya melihat cahaya di dalam saku mayat tersebut. Dilapisi oleh sarung tangan yang selalu digunakan saat bertugas, Sean mengambil ponsel yang terdapat panggilan dari nomor tanpa nama. Baru saja dia hendak menerima panggilan itu, pantulan dari lampu depan sebuah mobil menyilaukan matanya. Dia segera menyimpan ponsel tersebut ke dalam saku jasnya. Seorang pria turun dan mendekatinya. "Bagaimana?" "Sudah selesai," sahut Sean melihat sosok tak bernyawa di tanah. Dua pria lainnya turun dari mobil setelah mendapat kode dari pria pertama, mereka datang seraya membawa karung besar. Memasukkan jasad tersebut ke dalamnya, lalu menaruhnya di bagasi. "Datanglah dua jam lagi." Pria itu memberi Sean sebuah alamat, lalu kembali ke mobilnya dan meninggalkan tempat itu. Suasana hiburan malam di Dubai Mall begitu ramai ketika Sean tiba di tempat yang telah dijanjikan. Ada begitu banyak pengunjung yang memadati area. Selain bersenang-senang, kebanyakan dari mereka juga datang untuk memburu berbagai produk berkelas dalam edisi terbatas. Tidak hanya itu, sajian istimewa yang disediakan juga menjadi alasan bagi sebagian orang untuk tidak melewatkan Mall besar tersebut. Seperti tempat pada umumnya, Dubai Mall tidak hanya dikunjungi oleh kalangan tertentu, tapi terbuka untuk semua orang dengan usia tak terbatas. Di lantai empat, pada salah satu meja paling sudut, sedikit berjarak dari meja lainnya, Sean menemukan orang yang dicarinya. Dia mendekat dan duduk berhadapan dengan seorang pria paruh baya yang selalu dikelilingi oleh beberapa anak buahnya. “Besok kau harus sudah meninggalkan kota ini," perintah pria paruh baya dengan sebelah mata yang tertutup. “Baik,” sahut Sean seraya menganggukkan sedikit kepala. Kemudian pria paruh baya mencondongkan badannya ke depan. “Urusan kita hanya sampai di sini,” ucapnya tegas dengan sorot mata yang tajam. Namun, tetap tidak bisa menyembunyikan rasa was-was di wajahnya. “Saya mengerti. Anda tidak perlu khawatir.” Lantas pria paruh baya dan orang-orangnya mulai bergerak dan meninggalkan tempat itu. Tidak lama kemudian, ponsel milik Sean bergetar. Dia menyunggingkan seulas senyum setelah melihat sederet angka dengan jumlah besar yang baru saja masuk ke rekeningnya. Lalu ikut meninggalkan tempat itu. Selanjutnya Sean pergi ke sebuah klub yang tidak seberapa jauh. Tidak ada tujuan khusus untuk dirinya datang ke tempat ini. Hanya saja, Sean ingin menghabiskan sisa waktu yang ada sebelum akhirnya harus meninggalkan kota Dubai. Sebagai seorang pria yang bekerja keras tanpa mengenal waktu, saat senggang seperti ini sangat langka didapatkan. Karena itu, Sean memanfaatkannya untuk menikmati sejenak waktu yang berharga tersebut. Ketika baru saja menapakkan kaki dalam tempat yang penuh gemerlapan lampu, alunan musik, hiruk pikuk suasana kebebasan langsung terasa. Tidak disangka, kedatangan Sean sudah berhasil mencuri pandang beberapa pasang mata. Mereka melihat takjub sosok Sean yang memiliki gambaran kesempurnaan dengan postur tubuh tinggi dan tegap. Wajahnya benar-benar memiliki aura campuran Negara yang khas. Sean menuju sofa kosong. Tubuhnya yang sedikit lelah langsung terasa nyaman ketika dihempaskan ke atas busa empuk tersebut. Tidak seberapa lama ia duduk, beberapa gadis sudah datang tanpa diundang. Mereka mendekat dan menawarkan diri sebagai bentuk kerja keras dalam menghasilkan uang. Tidak tanggung-tanggung, mereka juga menggerakkan tangan untuk mengusap wajah tampan milik Sean. Mengelus lengan kekar di balik kemeja ketatnya juga tak luput dari aksi tangan nakal mereka semua. “Hai tampan, aku akan menemanimu malam ini.” “Ayo Sayang, habiskan waktumu denganku malam ini. Aku tidak akan membuatmu menyesal.” Mereka menggunakan banyak kalimat sebagai jurus andalan dalam mengajak mangsa. Namun, apa yang terjadi? Sean sama sekali mengabaikan mereka. Bahkan sekedar melirik pun dia tidak berminat. Hal itu membuat semua gadis merasa sedikit malu dan hampir putus asa. Untuk menghilangkan rasa sesak yang mulai melanda akibat mencium aneka parfum berbeda yang menyeruak dari tubuh gadis-gadis itu, Sean mengambil segelas minuman yang kebetulan sedang dibawa oleh seorang pelayan pria. “Kenapa tidak bilang jika kamu butuh minuman. Kami akan membawamu yang paling spesial dari tempat ini.” Begitulah para gadis itu yang ternyata masih belum menyerah. Tapi Sean masih belum peduli pada mereka yang sama sekali tidak menarik perhatiannya. Karena tidak mendapat respons setelah sekian menit, gadis itu mulai tidak sabar. Akhirnya mereka menyerah untuk merayu Sean dan mulai pergi mencari target lain. Sean tersenyum melirik kepergian mereka. Kemudian dia mulai menikmati minumannya. Seteguk, dua teguk, tiga teguk, dan seterusnya. Hingga entah tegukan ke berapa, tiba-tiba Sean merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Kepalanya mendadak pusing, penglihatannya rabun, tubuhnya mulai lemas, dan akhirnya dia tidak ingat apa-apa. Paginya, Sean bangun dalam keadaan yang tidak biasa. Seluruh tubuhnya terasa remuk seperti baru saja dihajar orang sekampung. Kepalanya masih sangat berat, begitu pula dengan mata yang masih sulit untuk dibuka. Masih dalam keadaan yang sama, tiba-tiba Sean merasa ada yang janggal. Itu berasal dari tubuhnya. Begitu membuka mata untuk memeriksa diri, dia hampir menjerit histeris saat mendapati keadaan tubuhnya di balik selimut. “Apa-apaan ini!” Sean berteriak dengan mata melotot dan d**a bergemuruh hebat. Dia syok. Sangat syok. Belum juga keterkejutan saat mendapati tubuhnya tanpa sehelai benang pun hilang, dia kembali tersentak dengan penampakan kamar yang sangat berantakan. “Apa yang terjadi di sini?” Keadaan itu membuatnya bingung. Tanpa sengaja, Sean memegangi bagian tengkuknya. Mata bulat dengan mulut sedikit terbuka membuatnya hampir pingsang. Sean buru-buru menunduk, memeriksa lehernya. Dan dia baru sadar jika sesuatu sudah hilang. “Sial!” Sean buru-buru bangkit dengan hanya mengandalkan selimut untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Setelah memeriksa pakaian yang berserakan di lantai dan tidak menemukan yang dicari, dia menjadi sangat murka. Kepanikan menguasai dirinya. Sean kebingungan dan mondar mandir seperti orang gila. “Arg!” Sean memecahkan kaca jendela dengan amarah yang tidak bisa lagi ia tahan. Dengan tangan berdarah, Sean meremas rambutnya frustrasi, mengusap wajahnya kasar, dan tidak berhenti mengutuk segalanya. “Bagaimana ini bisa terjadi. Bagaimana bisa!” Sean panik luar biasa. Bahkan tidak sempat memikirkan apa saja yang telah terjadi pada dirinya semalam, selain miliknya yang hilang. Bagi Sean, ini lebih mengerikan daripada seorang gadis yang mendapati dirinya dalam keadaan yang sama persis. Persetan dengan penampakan diri di pagi hari, dia tidak mementingkan itu sama sekali. Beberapa detik berlalu, Sean tidak lagi mengamuk seperti tadi. Dia menduduki ranjang dan mulai menenangkan diri, memberikan waktu untuk otaknya berpikir. Meskipun sudah berpikir keras dan mengingat sederetan kejadian semalam, tapi dia tetap tidak menemukan apa-apa. Hanya ingatan buntu. Dalam suasana yang masih diliputi berbagai rasa, tiba-tiba Sean mendengar sirine mobil polisi. Sean bergegas ke jendela untuk memeriksa. Bisa dia lihat, ada begitu banyak mobil polisi di bawah sana, terlihat juga beberapa dari mereka yang mulai memasuki hotel. Sean mulai menghitung waktu, memperkirakan berapa lama waktu yang polisi itu butuhkan untuk bisa sampai ke kamarnya. Kemudian Sean bergegas, mencari keperluannya dalam keadaan kamar yang sangat berantakan. Dia segera memakai pakaian seadanya, mengambil ponsel, dan juga dompet, lalu kemudian mencari jalan keluar melalui jendela dan melarikan diri secepat mungkin. Susah payah Sean menghindari diri dari penglihatan polisi dan kamera CCTV. Dia menggunakan kamar lain untuk mencapai kamar selanjutnya. Dia terus melompat seperti tupai dengan gerakan yang terlatih. Seterusnya sampai ke bawah, hingga dia tiba di ruang paling bawah yang entah tempat apa. Karena saat ini polisi sudah mengepung di berbagai penjuru, terpaksa Sean mencari jalan lain agar tidak tertangkap. Yaitu menggunakan pipa pembuangan yang menghubungkan jalan menuju luar hotel. Mungkin ini akan menjadi satu-satunya hari terburuk selama dirinya bertugas sejauh ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD