Aalisha Saresya

1167 Words
Aku ingin hidup seperti ulat. Meskipun ia tertusuk duri saat merayap, tapi ia bisa berubah menjadi kupu-kupu yang indah dan dapat terbang dengan bebas kemana pun ia inginkan. *** Hari minggu telah berlalu sekarang berganti hari senin, dimana akan dilaksanakanya upacara bendera merah putih di halaman sekolah SMA Harapan Bangsa 1. Cuaca hari ini sangat cerah mungkin karena kemarin malam langit sudah puas menurunkan air hujan ke bumi.    Segerombolan siswa siswi SMA Harapan bangsa mulai memasuki halaman sekolah untuk melaksanakan upacara bendera. Semua datang dengan gengnya masing-masing, mereka terlihat cantik dan fashionable, kecuali Aalisha. Aalisha berjalan lemas sendirian. Tubuhnya masih sakit akibat cambukan dari bibinya, namun ia harus tetap pergi sekolah karena tidak mau tertinggal pelajaran. Aalisha adalah murid yang pintar namun sayangnya ia tidak mempunyai teman sama sekali, ia lebih suka menyendiri dan membaca buku dipojokan dimana tempat duduknya berada.    Pernah sekali Aalisha mencoba menyapa teman sekelasnya, namun temanya itu langsung pergi dan tidak menggubris sapaan Aalisha. Sejak saat itulah ia lebih memilih diam dan mengasingkan diri dari kelas. Ia juga kerap mendengar bisikan-bisikan tentang dirinya. Aalisha sadar ia tak mempunyai handphone dan ia sadar dirinya sangat kudet maka dari itu ia sulit bergaul dengan yang lainya. Uang saku yang diberikan Halena saja terkadang sedikit, bagaimana Aalisha bisa menyisakan uang untuk membeli hp sendiri, kecuali ia bekerja dan mendapat penghasilan sendiri.    Setelah upacara bendera selesai Aalisha berjalan dengan tertatih meninggalkan lapangan upacara, ia sangat lapar dan haus namun bibinya tidak memberinya uang saku sepeserpun. Ia mencoba merogoh saku seragamnya dan ternyata ada uang 1000 rupiah di sana.    “Yah Cuma ada 1000 Rupiah,’” ucapnya dengan sedih.    Aalisha berpikir dua kali, apakah ia harus ke kantin atau menahannya saja. Uangnya hanya 1000 rupiah, malu sekali rasanya jika membeli barang di kantin yang banyak orang dan hanya membeli 1000 rupiah. Namun di lain sisi dirinya sangat haus.    ‘Ya sudahlah aku beli saja,’ batin Aalisha bergumam.    Setelah beberapa detik hanya memandangi uang 1000 itu, akhirnya ia pergi ke kantin. Suasana kantin begitu ramai karena semua siswa kelelahan setelah upacara tadi. Aalisha melangkahkan kaki masuk ke kantin. Banyak mata julid yang tertuju pada Aalisha yang berjalan aneh seperti itu.    “Eh lihat, itu si cemplon kenapa jalanya kayak orang habis melahirkan hahaha,” ucap salah satu gadis di kantin.    Semua mata yang ada di kerumunan gadis itu seketika memandang Aalisha yang sedang berjalan dengan tertatih-tatih menuju meja kasir.    “Eh iya loh, jangan-jangan dia habis…” ucap gadis berambut pendek. “HAHAHAHAHA.” “Ayo kita kerjai cemplon, hahahaha.” Gelak tawa dari segerombolan siswi itu pecah. Mereka berempat mendekat kearah Aalisha dengan wajah meremehkan. Sementara itu Aalisha mulai memesan apa yang ingin ia beli di kantin. “Anu bu, saya beli es marimas satu,” ucap Aalisha dengan nada pelan agar tidak terdengar siapa-siapa. “Apa? Yang keras kalau ngomong, saya nggak kedengeran,” ucap penjual kantin sambil menunjukan ekspresi yang kebingungan. “Es marimas satu bu,” ucap Aalisha dengan nada agak keras dari yang pertama. “Oh es marimas satu, yang di plastik atau yang di gelas dikasih toping?” Tanya ibu kantin. “Yang di plastik,” jawab alisha. Raut wajah ibu kantin seketika berubah masam ketika mendengar pesanan Aalisha yang hanya es marimas seharga 1000 rupiah. Sedangkan Aalisha ingin sekali cepat-cepat pergi dari kerumunan orang di kantin. “Ini,” ucap ibu kantin sambil menyodorkan pesanan Aalisha. “Makasih bu.” Aalisha segera pergi dari kantin, namun saat ia membalikkan badan ingin berjalan kearah pintu keluar ada gerombolan siswi menabrak Aalisha dan membuat esnya jatuh ke lantai. “ADUH LANTAIKU BASAH!” Ibu kantin berteriak saat melihat Aalisha menjatuhkan es yang membuat lantainya menjadi kotor. Seluruh mata memandang Aalisha, ada yang memandangnya dengan pandangan jijik, ada yang memandang dengan pandangan mengejek dan juga yang tertawa. “Ya ampun cemplon! Liat tuh kamu harus tanggung jawab. Ibu kantin sampai marah loh, dasar plon cemplon hahahahah,” ucap salah satu gadis dalam gerombolan yang telah menabrak Aalisha tadi. Aalisha bingung, ia tak suka ada diposisi seperti ini. Ingin sekali dirinya menghilang sekarang juga. Ia tak suka dipandang seperti saat ini. “Ada apa ini?” ucap seseorang yang baru saja masuk ke kantin. Seseorang tersebut heran karena orang di dalam kantin memandangi satu orang siswi yang di bawahnya terdapat genangan es yang jatuh. “Ini pak Derry siswi ga punya adab, lantai saya jadi basah.” Ibu kantin menjelaskan kepada pak Derry sambil menunjuk Aalisha yang tengah tertunduk. Pak Derry adalah guru muda di sekolahan ini, ia sebenarnya orang kaya anak pemilik perusahaan terbesar di kota ini. Namun dia memilih menjadi guru karena ingin mencoba bagaimana rasanya. “Mungkin dia nggak sengaja, kayaknya tadi juga disenggol sama sekumpulan anak ini” ucap Derry sambil menunjuk segerombol siswa di depan Aalisha. “Iya pak memang benar mereka yang nyenggol, tapi seharusnya anak aneh ini bisa memegangi plastiknya dengan erat,” ucap bu kantin. “Ternyata benar ya. Jika kita tidak suka dengan seseorang apapun kebenaranya orang tersebut akan tetap salah dimata orang yang tidak menyukainya.” jelas Derry panjang lebar. “biar tukang bersih-bersih nanti yang membersihkan.” Ibu kantin seketika diam karena ada benarnya juga omongan pak Derry tadi. Semua mata yan tadinya tertuju ke Aalisha sekarang sudah tidak memandangnya lagi. Dan empat gadis yang menabrak Aalisha langsung pergi dengan kesal. Aalisha memandang Derry dan mengucapkan sesuatu. “Terimakasih pak” ucap Aalisha dengan nada yang pelan namun masih terdengar di telinga Derry. Aalisha langsung pergi dari kantin, rasanya ingin sekali ia berlari namun punggungnya sangat sakit. Alhasil ia hanya berjalan perlahan seperti nenek-nenek. Tanpa disadari aalisah Derry memandangi dirinya yang sedang berjalan dengan pelan-pelan. “Sepertinya ada yang aneh” ucap Derry. Sebenarnya Derry sudah tau Aalisha adalah siswi yang selalu menyendiri dan hanya ditemani buku-buku yang dibacanya, ia juga tak mempunyai teman satu pun di sekolah, tanpa disadari Aalisha, Derry sering sekali memandang Aalisha saat mengajar, entah kenapa Derry penasaran dengan kehidupan Aalisha yang agak aneh dimana sekarang manusia hidup di zaman yang sudah modern tapi Aalisha tidak mempunyai hp bahkan dia berjalan kaki saat menuju kesekolah. Dan lebih anehnya lagi dia ada di keluarga yang mapan. Kenpa bisa dia seperti tidak mempunyai apa-apa. Itulah yang menjadi pertanyaan isi kepala Derry. Aalisha berjalan pelan menuju kelas dan mendudukkan dirinya di bangku kesayanganya yang berada di pojok. Pelan-pelan ia membuka tasnya dan membaca buku, namum pikiranya masih mengingat hal tadi. Raut wajahnya menunjukkan bahwa dirinya ingin menangis. “Hiks.”  Isakan Aalisha berhasil lolos dari bibirnya. Air mata mulai menuruni pipi dengan deras. Ia sangat kesal, sedih, marah. Perasaanya sekarang bercampur aduk. ‘Kenapa aku tadi tidak melawan, padahal bukan salahku. Kenapa aku selemah dan sepengecut ini. Dasar bodoh,’ ucap batin Aalisha. Aalisha merutuku dirinya sendiri, ia kesal pada dirinya yang hanya bisa diam dan menangis daripada melawan. Ia ingin sekali bisa menghilang dan pindah ke suatu tempat yang penuh dengan kenyamanan. Aalisha ingin hidupnya berubah, ingin setidaknya ada satu saja yang mengerti perasaanya. Akankah keingin Aalisha bisa terwujud? Hanya tuhan yang bisa tau.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD