“Apa yang ingin kamu lakukan padaku, Paman? " ucap Aisyah terperanjat kaget saat melihat sang Paman telah duduk di tepi ranjang kamar tidur miliknya.
Aisyah yang saat itu telah terlelap tiba-tiba merasakan sebuah sentuhan tangan membelai-belai pipinya, kemudian meraba anggota tubuhnya.
Begitu Aisyah membuka mata, ia melihat wajah Pamannya mendekat hendak menciumnya.
Aisyah terkesiap dan segera bangkit dari tidurnya, sementara sang Paman langsung membekap mulutnya saat ia bertanya.
“ Diam kamu. Pokoknya, malam ini kamu harus melayaniku." Ucapnya sambil mendorong tubuh Aisyah agar terbaring kembali, Aisyah meronta dengan sekuat tenaga.
“Jangan, Paman. Aku tidak mau, lepaskan aku." Jerit Aisyah menangis dengan tangan terus mendorong wajah lelaki paruh baya yang tengah berusaha menciumnya itu.
Plaaakk... Plaaakk...
Dua tamparan keras mendarat di pipi kiri dan pipi kanan Aisyah, hingga membuat tenaganya melemah karena menahan rasa sakit.
“Aaaakk... Paman, kenapa kamu lakukan ini padaku.?" Hikhik, Aisyah menangis tersedu-sedu saat tubuh lelaki paruh baya itu berhasil menindihnya.
Pamannya pun kembali membekap mulut Aisyah menggunakan tangannya.
“ Sudah ku bilang, layani aku malam ini. "
Aisyah terus meronta, saat sang Paman terus berusaha melancarkan aksinya. Tiba-tiba terdengar seseorang membuka pintu dengan paksa dari luar.
Bruuuk... Pintu pun terhempas ke dinding, kemudian nampaklah seorang wanita paruh baya menggunakan sweater rajut dan syal membalut lehernya sudah berdiri di ambang pintu dengan penuh emosi. Tubuhnya bergetar dan air matanya menggenang, wajahnya juga pucat pasi.
Ya, dia adalah Asih Bibi Aisyah, adik kandung dari Almarhumah Ibunya yang kini tengah sakit keras.
Bibi Asih memang sudah lama sakit-sakitan karena penyakit Jantung dan Gagal Ginjal yang di deritanya.
Ia dan suaminya (Agus) tidak memiliki anak semenjak 20 tahun mereka menikah. Setalah kedua orangtua Aisyah meninggal 15 tahun yang lalu akibat kecelakaan, Aisyah dirawat oleh mereka, karena hanya mereka lah keluarga Aisyah satu-satunya yang masih tertinggal.
“ Apa yang kamu lakukan pada Aisyah, Mas? " Ucapnya dengan nafas berat khas orang sakit. Begitu ia melihat suaminya menindih Aisyah, ternyata sedari tadi teriakan Aisyah sudah terdengar olehnya dari luar.
Dengan sigap Aisyah mendorong Agus dari tubuhnya, lalu ia berlari pada Bi Asih kemudian memeluk Bibinya itu.
“ Bibi, tolong Aisyah Bi. Paman ingin melakukan sesuatu pada Aisyah, Aisyah takut." Jelasnya menangis.
Tidak terima di salahkan, Agus dengan lantang mengunkapkan isi hatinya pada Asih saat itu.
“ Kamu ingin tahu apa yang akan aku lakukan pada gadis itu ? Aku ingin menidurinya, kalau kamu tanya kenapa? Itu karena kamu tidak mampu lagi memuaskanku. Tiap hari kamu hanya sakit-sakitan, aku muak mengurusmu, aku juga capek mencari uang untuk biaya pengobatanmu. Malam ini aku hanya ingin bermain-main dengan gadis itu untuk menghilangkan rasa stress di otakku karena memikirkanmu."
Air mata Asih berderai bagai hujan saat mendengar penuturan Agus suaminya.
Nafasnya semakin sesak, hingga akhirnya tubuhnya melemah dan ambruk ke lantai.
“ Bibi... Bibi, kenapa ?" Teriak Aisyah panik sambil memeluk tubuh Bibinya yang terjatuh tepat di pangkuannya.
Asih pun akhirnya pinsang tak sadarkan diri. Agus mulai panik, ia segera berlari keluar mencari pertolongan.
“ Bibi... Bangun Bi, jangan tinggalkan Aisyah, Aisyah harus kemana kalau Bibi tidak ada. Hikhikhik... Ayo Bi, bangun." Ratapnya menangis histeris.
Tidak lama kemudian, bantuan pun datang, orang-orang berbondong-bondong untuk membantu membawa Asih kerumah sakit.
“ Awas kamu, jangan dekati Istriku ! dasar, pembawa sial. " Ucap Agus mendorong Aisyah menjauh dari Asih.
Ia seakan menyalahkan Aisyah atas apa yang terjadi pada Istrinya. Aisyah hanya bisa menangis saat orang-orang membawa Asih masuk ke mobil untuk dibawah kerumah sakit. Agus melarang Aisyah ikut, dengan tubuh terkulai lemah ia terduduk menangis di ambang pintu melihat mobil Ambulance membawa Bibinya pergi.
“ Sabar Aisyah, doakan Bibimu agar segera sembuh." Ucap salah seorang ibu-ibu mencoba menenangkan Aisyah sambil mengusap punggungnya.
“ Apa Bibi saya bisa sembuh kembali bu.?" Tanya Aisyah pada ibu-ibu itu.
“ Kita doakan saja nak. " Ibu itu kemudian merangkul pundaknya, ia merasa sangat kasihan pada Aisyah saat itu.
***
Dua jam berlalu, belum juga ada yang mengabarkan tentang bagaimana keadaan Asih. Aisyah menunggu dengan sangat cemas sambil berdoa untuk kesembuhan Bibinya tanpa henti.
Hingga akhirnya terdengar lagi suara sirine Ambulance memasuki pekarangan rumahnya. Perasaan Aisyah mulai tidak enak, saat ia melihat keluar, nampak Paman Agus dipapah masuk ke dalam rumah, kemudian di susul dengan Jasad Bi Asih yang di angkat menggunakan tandu. Raga yang kini sudah tidak bernyawa itu sudah di tutup dari ujung kepala hingga ujung kaki menggunakan kain. Kali ini Allah tidak mengabulkan doanya, Bi Asih kini juga telah pergi meninggalkan Aisyah untuk selamanya, tinggallah ia sebatang kara di dunia ini.
Aisyah berpikir, kesalahan apa yang telah ia perbuat hingga Allah mengambil semua orang terkasih dari hidupnya, hilang semua semangat hidup Aisyah seketika, darahnya juga seakan hilang dari raganya, badanya terasa remuk redam tak bertulang, air matanya berderai bagai hujan, mulutnya kelu, tubuhnya bergetar. Entah apa yang ingin ia lakukan yang jelas bibirnya terus bergetar menahan tangis hingga akhirnya tubuhnya terjatuh ke lantai.
“ Bibi, kenapa kamu juga pergi meninggalkan aku sendirian di dunia ini.?" Ratapnya lirih.
Isak tangis nya pun terdengar dari orang-orang yang ikut sedih melihatnya.
Tidak lama kemudian, Agus kembali sadar dari pinsangnya, entah ia benar-benar pinsang atau tidak, hanya ia yang tau. Saat matanya terbuka, ia melihat sekeliling hingga akhirnya, pandangannya tertuju pada Aisyah yang sedang menangis di samping jasad istrinya.
Dengan wajah penuh emosi, ia berdiri dan langsung menghampiri Aisyah, ditariknya tangan Aisyah agar berdiri.
“ Anak pembawa sial."
Plaakk... Plaaak...
Dua tamparan keras mendarat lagi di pipi kiri dan pipi kanan gadis berhiijab itu, orang-orang yang ada disana mencoba melerai.
“ Anak sialan kamu, apakah ini balasanmu pada istriku yang sudah membesarkanmu selama 15 tahun, kenapa kamu tega, membunuhnya ?" ucap Agus menyalahkan Aisyah dengan memutar balik fakta seolah Aisyah lah penyebab meninggalnya Asih.
Aisyah yang terus menangis memegangi pipinya, merasa bingung dengan apa yang dikatakan Pamannya.
“ Apa maksud Paman.?
Bukankah Paman yang sudah. "
Belum selesai Aisyah menjelaskan, Agus kembali menamparnya, mungkin agar Aisyah tidak membongkar semua kejahatannya di depan semua orang.
“ Berani sekali kamu melawanku, pergi kamu dari rumahku sekarang juga."
Agus kemudian mendorong tubuh Aisyah ke arah pintu agar ia segera keluar dari rumah itu.
“Jangan, Paman " ucapnya menghentikan tindakan Agus.
Kemudian Aisyah berlutut memeluk kaki Agus.
“ Paman, Aisyah mohon, jangan usir Aisyah sekarang. Aisyah janji, setelah ini akan pergi. Tapi, tolong izinkan Aisyah dulu menemani Bibi sampai pemakaman selesai.
Aisyah mohon Paman, Hikhikhik " ujarnya memohon sambil menangis.
Orang-orang pun mencoba menghentikan Agus, mereka hanya bisa melerai karena tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi dirumah ini sebelumnya.
Sudahlah Gus, apa yang kamu lakukan pada Aisyah, kalian sekarang lagi berduka. Kasihan Asih, dia akan menangis melihat kamu mengusir keponakannya di saat hari kepergiannya.
Sekarang, biarkan dia beristirahat dengan tenang." Ucap salah seorang bapak-bapak mencoba membujuk Agus.
Hingga Agus pun membiarkan Aisyah untuk tetap tinggal sampai Asih di makamkan.
***