SL. 01

3003 Words
Seorang gadis cantik terbangun dari alam mimpinya, karena alarm yang ia pasang sedari malam. Hari ini, hari pertamanya di sekolah baru atas recommend dari mamah nya lebih tepat nya ia di keluarin dari sekolah lama nya karena terkenal membuat ulah. "Ana bangun," ucap sang mama dengan teriakan lantangnya. Ana menyahut dari dalam kamarnya, "Asiap bos, udeh rapih nih." Padahal ia baru saja terbangun. "Kamu mau apa?" Ucap sang mama "Roti aja mah" ucap ana, lalu duduk dihadapan mama nya "Na." " Iya mah," sahut Ana. Mamahnya berkata, "Janji sama mama ya na, jadi anak yang baik." "Iya mah," balas Ana dengan senyuman manis miliknya. "Tapi kalo ada yang kurang ajar, Ana gak bisa diemin mah," lanjut nya dengan menatap mamahnya sambil menyengir kuda. Kini ia telah sampai di gerbang sekolah barunya, gerbang yang akan merubah duniannya, merubah tatanan hatinya. "Sekolah baru, mari bersahabat," gumam gadis tersebut, sambil memegang setir sebelum ia menancapkan gas menuju parkiran. Bel masuk telah berbunyi, kelas yang tadi nya sepi kini mulai ramai dari para siswa yang masuk. Selang berapa menit, guru dengan kumis yang bertengger di atas bibir masuk kedalam kelas Ana. "Selamat pagi anak-anak," ucap pak Ben, itu sapaan akrab para siswa di sini. "Pagi pak." Semua serempak menjawab. "Bapak denger-denger ada murid baru, coba silahkan berdiri kedepan dan perkenalkan diri." Ia memejamkan matanya sebentar, dan menghembuskan nafasnya perlahan. Ia lalu maju ke depan untuk memperkenalkan diri. "Hai, kenalin nama saya–" Ucapan Anaterpotong karena bisik-bisikan sekelas yang lalu menoleh ke arah keluar jendela. Ya Allah ganteng banget. Ih gila gemes banget. Makin makin deh. Most wanted boy gila si. Yaallah nikmat mana lagi yang di dustai. Rekal ganteng banget dongggg. Bimo maniss banget. Riki cool banget. Dan ketika ketiga cowok tersebu melewati kelas yang Ana tempati, Ana ikut menoleh apa yang sedang di bisikkan seisi kelas. "Kal tali sepatu lu tuh," ucap Seseorang cowok yang menurut Ana manis. Sedangkan cowok yang berada ditengah, berjongkok setengah untuk membenarkan tali sepatunya, tentu membuat para perempuan di kelas menjerit histeris karena menambah kesan gantengnya menambah. Ya Allah meleleh banget si hati. Dari samping aja ganteng banget. Yaallah makin gantengg. Ganteng nya nambah dong. Gila gila Rekaaaallll. Leleh banget hati adek bang. Dan Ana melihat ke arah cowok yang sedang mengikat tali sepatunya. Tanpa sadar Ana dan cowok yang mempunyai manik mata yang sangat sendu namun indah saling menatap berapa detik, sebelum sang cowok memutuskan kontak karena ia telah selesai membenarkan tali sepatunya. "Udeh udeh malah heboh kalian ini," ujar pak Ben yang baru menyadari kelas ramai karena juga ikut menonton Rekal. "Silahkan kamu lanjutkan." "Siapa si tuu?" Batin Ana bertanya , lalu mengangguk untuk melanjutkan perkenalan. "Hai, kenalan lagi nih. Tadi ada iklan. Nama gue Anastasia zevinia, semoga bisa berteman baik. Panggil aja Ana." Singkat dan jelas itu awal Ana masuk ke sekolah barunya, dan memperkenalkan diri, ia jelas masih ingat betul kisah itu. -- "Heran kan? Setega itu mereka menuduh aku padahal aku sudah jelas kan, itu kecelakaan yang di lakuin sama ibu kandung aku, tapi ayah aku gak percaya dan ibu aku juga malah menuduh aku," ujar Rekal, ia lalu menghel nafasnya perlahan sebelum melanjutkan bercerita. "Waktu itu, aku gak sengaja menjatuhkan vas bunga kesayangan ibu ku, dan aku di hukum , aku menerima, saat itu adik aku berada di belakang ibu ku yang sedang memarahi ku, dan tak sengaja adik ku terjatuh karena terdorong oleh ibu ku," jelas Rekal melanjutkan. Ana yang mendengarnya langsung menatap Rekal dengan lekat, dengan perasaan yang campur aduk. "Dia?" Batin Ana bertanya apa selama ini benar dugaannya kalau dia orang yang ia cari. Ana bertanya, "Lalu ayah kamu?" Rekal menatap lekat ke arah Ana dan berkata, "Ayah ku salah paham, ia datang di saat adik ku sudah bersimba darah dengan aku yang sedang berlari dari tangga, ayah menatap ku dengan tatapan kecewa dan rasa amarah, di tambah ibu ku yang menangis lalu menuduh ku." "Kamu pasti heran, ko bisa ibu kandung bisa menuduh sebegitu tega nya padahal ia tahu kejadian yang tidak sengaja itu." Sedangkan Ana hanya mengangguk, ia tak mau memotong cerita dari Rekal. Rekal kembali berkata, "Tapi nyatanya itu yang terjadi, hanya karena ia takut di benci sama ayah." "Kalo aku boleh nanya, apa kamu tau sekarang gimana keadaan orang tua kamu?" tanya Ana, lalu Rekal tertawa hambar. Sedangkan Ana hanya mengerutkan keningnya, seolah menanyai kenapa laki-laki di sampingnya tertawa. "Aku udeh gak peduli na, sakit hati aku sudah terlalu dalam. Mau mereka mati atau apa lah aku bener-bener gak mau tau," balas Rekal. "Kalo ternyata mereka menyesal gimana?" tanya Ana sambil menatap sendu ke arah laki-laki tersebut. "Menyesal? Nyatanya sampai saat ini merekan gak nyari aku, mereka juga gak tau kan sakit hati aku saat di usir di usia 10 tahun, aku kehilangan adik ku dan juga di buang oleh keluarga kandung ku," jelas Rekal. Sesak ketika ia berbicara seperti itu, ia merindu namun juga membenci. "Biarlah aku di bilang anak durhaka, mereka sendiri yang buat aku membangun sifat durhaka ini." Ana menatap kaget ke arah rekal, sebegitu benci kah Rekal kepada orang tua kandungnya, hingga ia rela di bilang untuk di cap anak durhaka. "Sebenci itu?" tanya Ana seolah meyakinkan, lalu Rekal mengangguk lalu bersender kembali dengan menatap langit. "Untuk saat ini iya." Jawaban singmat dari Rekal seolah membuat Ana sesak, lalu bagaimana nanti ketika ia mengetahui kebenarannya Ana menatap sendu lalu kembali bertanya, "Kalo mereka tiba-tiba kembali gimana?" "Kembali saja, tapi jangan mengubah apapun dari ku, dan jangan berharap lebih dari ku," jawab Rekal dengan senyuma tipis. Ana menggeser duduknya untuk mendekat ke arah Rekal, ia merangkul lengan Rekal. Ana tahu Rekal sangat terpukul , bahkan menceritakan hal menyedihkan dan suram baginya sudah membuat sesak. "Eh k*****t ke bawah lu, mojok mulu berdua." Mereka berdua jelas langsung menoleh ke arah sumber suara, yang tiba-tiba sudah berada di belakang mereka. Sedangkan Rekal hanya menatap tajam dan kesal ke arah Riki yang kini menyengir kuda. "Iya Ki." "Jangan lama," ujar Riki sambil menaikkan kedua alisnya, sedangkan Rekal kembali menatap tajam dan Riki hanya tertawa sambil menuruni tangga ia memang senang sekali membuat orang kesal terlebih Rekal. "Apa kamu udeh lega?" tanya Ana "Udah, karena udah ku ceritakan masa lalu aku yang suram sama kamu," jawab Rekal sambil menggenggam tangan Ana yang membuatnya sedikit terkejut. Ana berkata, "Kal, belajar memaafkan itu penting. Enggak sekarang, tapi nanti kalau kamu sudah siap." Rekal lalu menatap lekat ke arah gadisnya dan tersenyum, ia mengangguk seolah menurut kata Ana. "Besok ke rumah ku yuk." "Boleh, aku juga mau kenal mamah kamu," ujar Rekal. Ana sempat terdiam hingga tangan Rekal menyadari diamnya Ana. Rekal bertanya, "Ih kamu kok diam si, kenapa?" "Engga kok, kamu emang harus kenal mamah." Ia lalu tersenyum getir ke arah rekal, ada harapan untuk Rekal di dalam hati ana walau ia tahu resikonya akan sangat besar terhadap hubungan mereka. Rekal bertanya, "Ajak Bimo sama Riki boleh?" "Boleh dong, soalnya Mila Heni juga mau ke rumah," jawab Ana. "Aku sayang kamu Na, aku harap kamu enggak menorehkan luka seperri masa lalu aku, " ungkap Rekal, ia lalu mengeratkan genggaman tangan kepada sang gadis, lalu mencium punggung tangan Ana. Ana yang mendapat perlakuan itu, tersipu malu, jantung nya berdegup kencang, hatinya bersorak senang, namun dalam hati ia juga khawatir kalau ia akan menaruh luka kepada Rekal kembali. "Yaallah jantung gue dugem." Rekal lalu mengusap pipinya dengan punggung tangan ana yang masih berpegangan erat dengannya, angin berhembus pelan, langit memunculkan bintang nya, seolah menandakan alam merestui mereka berdua, namun entah apa yang akan terjadi esok harinya. Waktu cepat berlalu, bulan demi bulan terlewati, sejak kejadian yang di pensi dua bulan lalu semua masih menatap heran kepada Rekal dan Ana yang saling menjauh, tidak! Itu hanya Rekal. Ana mendekatkan diri ke Rekal untuk maaf atau sekedar menjelaskan kepada nya namun nihil laki-laki tersebut benar-benar menjauh dari nya, Rekal menepis setiap pegangan tangannya, memutuskan kontak mata secepat mungkin. Semua berjalan seperti biasa memang, namun yang membedakan hanya Rekal tak lagi bersama Ana. Rekal semakin terkenal dingin, bahkan lebih dingin dari yang mereka tahu, ia sekarang tak perduli kan soal cewek atau cowok jika sudah menganggu ia tak akan segan-segan menghabisi lewat pukulan atau ucapan pedas nya, Rekal semakin tak percaya soal cinta apalagi soal wanita sejak kejujuran Ana yang semakin membuat Rekal merasakan sakit hati yang dalam. "Kal lu mau lanjut kemana ntar?" tanya Riki. Rekal menjawab, "Langsung urusin perusahaan bokap paling." Bimo mengerutkan kening lalu bertanya, "Emang lu ngerti bisnis?" "Gue di ajarin sejak dulu," balas Rekal, sedangkan Bimo dan Riki hanya ber Oh ria. Lalu mereka melanjutkan langkah mereka ke kantin, laki-laki tersebut menatap ke satu meja yang ada ketiga wanita yang tentu mereka kenal. "Babe!" panggil Riki, dan melambaikan ke arah Heni pacarnya. Lalu ia menghampiri meja sang gadis dengan senyum bahagia, tapi tidak dengan Rekal. "Hai Kal." Ana menyapa, ketika Rekal sudah berada di hadapannya, sedangkan Rekal tak menggubris. Ia diam, dan mengabaikan, Ana mengendorkan senyum di wajahnya tadi dan kini terlihat sendu di raut wajahnya. "Ki gue duluan." Lalu ia berjalan tanpa berbicara lagi. Semua yang berada di meja sana sudah tak heran. Riki, Bimo pun sudah capek untuk bilang agar tidak sedingin itu namun sahabatnya tetap seperti itu. Sedangkan Heni dan Mila langsung mengusap punggung Ana, seolah memberi semangat. Ana tersenyum tipis menatap mereka yang kini menatap sendu kasihan terhadapnya. "Na, maafin rekal ya," ucap Bimo Riki menimbrung, "Iya Na, lu tau lah dia kek gimana." "Emang kamu udeh bilangin?" tanya Heni menatap sang pacar. Riki menjawab, "Udeh sampe berbusa mulut aku ama Bimo, cuman Rekal kan gitu, batu kalau di bilangin." Sedangkan gadis tersebut hanya menghela nafasnya dengan pasrah ia menatap ke arah Rekal yang sudah duduk di bangku pojok kantin. "Ki ayuk," ujar Bimo mengajak. "Babe, aku ke sana dulu ya." Heeni hanya mengangguk dan tersenyum. Ana yang melihatnya, begitu sesak ada rasa rindu kepada Rekal, walau Rekal tak seromantis Riki dengan terang-terangan berucap sayang, babe atau panggilan sayang lainnya tapi laki-laki itu manis dengan caranya sendiri. "Na?" Ana menoleh sambil menaikkan kedua alisnya seraya bertanya. "Are you okey?" Lanjut Mila bertanya, Ana diam ia malah mengaduk-ngaduk minuman yang ada di hadapannya. "Na," panggil Heni, lalu menepuk bahu sahabatnya hingga Ana sedikit terlonjak kaget. Ia melamun! "Eh iya hen, kenapa?" tanya Ana dengan linglung. Heni menghela nafasnya lalu menjawab, "Harus nya gue yang nanya lu kenapa? Bengong aja." "Enggak ko." Singkat Ana, jelas ia berbohong. "Mikirin rekal?" tanya Mila, sambil melirik kearah rekal dan diikuti juga oleh sorot pandang Ana dan Heni, Ana diam sejenak, matanya tak bisa membohongi kedua temannya kalo ia sedih di posisi seperti ini, ia lebih baik melihat Rekal marah besar di banding harus diam bahkan menjauh seperti orang asing. "Enggak," ujarnya sambil menggelengkan kepala dengan senyuman tipis, jelas ia berbohong kembali kepada kedua sahabatnya "Udeh tuh makan dulu." Ana menurut perkatan sahabatnya, Heni dan Mila saling menatap dan menatap Ana dengan tatapan sendu. Sedangkan di sisi lain, Riki dan Bimo berjalan ke arah Rekal yang sudah terduduk di meja pojok biasa. Bimo menepuk bahu Rekal dan bertanya, "Lu kenapa si?" "Kenapa apa nya?" Riki menjawab, "Si ana nyapa kenapa enggak lu sapa balik." "Gak penting," balas Rekal singkat, yang membuat kedua sahabatnya hanya menggelengkan kepala nya sambil menatap jengah, sedangkan Rekal mengernyitkan dahi bertanya-tanya. Rekal bertanya, "Sakit lu berdua?" "Enggak," balas Bimo. "Apa lagi disco?" tanya Rekal, kedua sahabatnya jelas di buat bingung atas perkataan laki-laki tersebut. Riki menyahut, "Enggak. Gila lu, orang lagi di sekolah masa disco." "Itu geleng-geleng," balas Rekal sambil tertawa. Tanpa sadar dua mata menatap lekat fan tersenyum tipis melihat ketawa dari Rekal. "Bodo amad Kal." Riki memutar bola matanya dengan malas mendengar pernyataan sahabatnya. Hari ini, hari kelulusan semua siswa-siswi kelas 3. Pengumuman yang menggembirakan, semua di nyatakan lulus dan semua bersorak gembira, begitu juga Rekal, Riki dan Bimo. Mereka berpelukan seolah mereka berhasil melewati masa SMA. "Kal, kita lulus woii!" ucap Bimo berteriak senang, ia lalu memeluk sahabatnya tanpa izin. "Kita lulus brooo," ungkap Riki, ia juga ikut menimbrung memeluk sahabatnya. Rekal hanya tertawa simpul, yang jelas itu ketawa tulus untuk kedua sahabat nya yang menemani masa SMA-nya. "Selamat kelulusan nya," batin Rekal, ketika menatap dari jauh sosok gadis yang sedang tertawa. "Kal," panggil Bimo. "Deh bengong, mikirin siapa lu," ujar Riki, Rekal yang tersadar sedang menatap Ana lalu mengalihkan pandangan nya, sedangkan kedua sahabatnya hanya tersenyum sambil menyenggol sikut satu sama lain melihat Rekal yang seperti itu. "Eh apa?" Ucap rekal Riki menyelanya, "Apa-apa, lu liatin Ana ya." "Enggak," sangkal Rekal. Sedangkan kedua sahabatnya yang mendengar jawaban bohong daei Rekal hanya menggelengkan kepalanya sambil tertawa kecil. "Kita liburan lah yuk," ajak Riki Rekal langsung menjawab, "Boleh." "Gas keun," ucap Bimo. "Gue boleh aja heni gak?" tanya Riki, Rekal hanya terdiam. Ia memikirkan di mana ada Heni pasti akan ada gadis tersebut. Pasti akan terjadi ke canggung'an yang amad, namun ia tak mungkin menolak jika itu permintaan sahabat nya. "Bebas," jawab Rekal, jelas Riki bersorak bilang 'Yes!!!' ketika secara tak langsung di perbolehkan. "Lu bisa berdamai Kal, anggap temen. Maafin semua nya, bahkan luka terdalam lu," jelas Bimo tiba-tiba, ia tahu yang ada di pikiran Rekal rasa tak nyaman, dan tak bisa memulai nya. "Semoga," singkat Rekal, itu doa dan impian nya, namun tak bisa di pungkiri ia egois untuk rasa sakit hatinya, padahal ia juga tahu Ana tak ingin seperti ini bahkan tak mau. "Bang selamat ya atas kelulusan nya," ungkap Diki. Rekal membalasnya, "Makasih." Sambil tersenyum singkat. "Eh iya, lu jaga Branduls dik," ucap Riki, sedangkan Diki kaget dan reflek langsung menengok ke arah Rekal yang sedang duduk santai pohon rindang di sekitar sekolah, yaps! Mereka emang berkumpul di situ, tempat tongkrong mereka jika di sekolah. Rekal yang sadar atas tatapan bingung dari Diki, lalu melirik ke arahnya dan mengangguk seolah mengiyakan yang di bicarakan oleh sahabatnta. "Gue kasih kepercayaan lu buat pegang branduls di sekolah ini," jelas Rekal, Diki masih tak percaya, ia takut kalo ia salah dengar. Diki bertanya untuk memastikan, "Benaran Bang?" "Apa lu mau jadi ketua?" tanya Rekal yang membuat Diki semakin melongo atas ucapan abang kelasnya tersebut. "Ah eh." "Enggak Bang, bagi gue ketua branduls cuman lu doang," ungkap Diki, dan yang lain mengangguk seolah mengiyakan apa yang di ucapkan Diki. Rekal hanya tersenyum simpul. Bagi anggota branduls, Rekal lah yang benar-benar ketua, pemimpin sejati yang tak egois atas diri nya walau mereka tahu ia di landa sakit hati yang mendalam atas hubungan ia dengan gadisnya. "Tuh Kal, mereka gak mau lu lepas jabatan," ujar Bimo sambil menepuk bahu sahabatnya. Rekal menyelanya, "Tapi kan kita udeh lulus Bim." "Gak peduli Bang, sang serigala liar tetap lah pemimpin branduls," jelas Kikoy dengan bangga. "Iya Koy bener," balas Diki, sedangkan Riki dan Bimo hanya menaikkan kedua alis nya seolah meledek Rekal. --- Rekal pulang dengan gusar, Boby yang melihat anak nya merasa khawatir seperti ada beban yang membuat anak nya gusar dan murung seperti ini. Rekal menaiki anak tangga untuk mencapai kamar nya, ia lalu masuk ke kamar nya. Kamar mandi! itu tujuan pertama nya, tanpa mengganti baju terlebih dahulu. Ia memukul dinding kamar mandi yang terbuat dari keramik, Darah segar mengalir begitu saja tanpa aba-aba. "LU GAK BERGUNA KAL!" Teriak Rekal dengan lantang. Lalu ia kembali berteriak berkali-kali untung saja kamar mandi nya benar-benar kedap suara jika sudah keluar dari kamar nya. Sedangkan di sisi lain, Ana pulang dengan mata sembab yang sangat mengkhawatirkan. Rini yang melihat anak nya seperti itu, langsung menghampiri ana yang sudah di kamar nya. Tok Tok Tok "Mamah masuk ya," ucap Rini. Cklek Rini yang melihat anak nya seperti sedang terisak mulai mendekat ke kasur king size milik Ana, ia mengelus rambut Ana dengan pelan seolah menenangkan. "Kamu kenapa?" tanya Rini dengan khawatir. "Kalo ada masalah jangan di pendem sendiri, kamu tahu kan kamu punya mamah. Apa selama ini kamu gak anggap mamah?" Rini kembali bertanya lembut, Ana yang mendengar langsung terduduk dan menatap mamah nya. "En..ggak gitu mah," ujar Ana di tengah isakan tangisan nya. "Aku putus Mah," lirih Ana pelan. "Gara-gara apa sayang?" tanya Rini, ia kembali mengusap lembut rambut sang Anak. "Karena aku jujur," jelas Ana, sedangkan Rini menatap heran ke arah sang anak , hanya karena jujur cowok tersebut membuat anak nya murung seperti ini. Ya, Rini tahu sejak beberapa bulan ini anak nya sering melamun, nafsu makan yang kurang, namun ia tak mau menanyakan detail nya. "Loh ko kamu jujur, dia malah menjauh. Kamu jujur apa emang nak?" Ucap Rini, Ana menatap lekat ke arah mamah nya dengan tatapan sendu penuh kesedihan. "Mah, dia yang kita cari," jelas Ana, Rini mengerutkan keningnya bingung atas apa yang di bicarakan anaknya. "Maksud kamu?" tanya Rini. Ana menjawab, "Dia Rekal Mah." "Iya Mamah tau pacar kamu nama nya Rekal," ungkap Rini. "Dia Rekal Zeino," jelas Ana, sang Mamah yang mendengar langsung terlonjak kaget, dadanya kini sesak mendengar penuturan anaknya. Nama itu... "Kamu jangan bercanda Ana," ujar Rini dengan sorot mata yang sedih, namun ada penyesalan yang tak bisa ia jelaskan. Tanpa sadar, air mata Mamahnya jatuh begutu saja ke arah pipi, Ana sesak! Melihat Mamahnya menangis seperti itu. "Mah maaf," lirih Ana. "Kenapa kamu gak bilang dari awal Ana?" tanya Rini dengan sesak d**a yang semakin dirasakan. Ana menjawabnya dengan lirih, "Ana juga baru tahu mah, dia menceritakan soal dia anak angkat dan kejadian masa lalu nya." "Jadi dia..." ucap Rini, sedangkan Ana hanya mengangguk walaupun sang Mamah belum berucap sepenuhnya, rasa penyesalan yang menyelimuti begitu sesak ia dapati sekarang. "Jangan nangis mah, Ana bakal berusaha buat Rekal memaafkan segala nya, itu juga pesan papah kan." Ia memeluk erat tubuh ibunya yang bergetar karena isakan tangisan. "Bawa dia, mamah mau meminta maaf," ucap Rini, Ana mengangguk dan kembali memeluk sang Mamah. "Mamah menyesal Na..., Mamah mau minta maaf," lanjut Rini mengungkapkan. "Ana bakal berusaha mah, Rekal pasti memaafkan," ujar Ana. "Maafin Mamah, karena kesalahan Mamah dulu kamu jadi kena imbasnya. Mamah bukan ibu yang baik buat kamu," ungkap Rini. "Enggak mah, ini bukan salah Mamah," ujar Ana meyakinkan, ia menggelengkan kepalanya dengan cepat seolah ucapan sang Mamah. Ia bertekad di hatinya ia akan terus Meyakinkan rekal untuk memaafkan ia dan sang Mamah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD