4. pagi penuh luka

778 Words
Pagi ini mendung menutupi cakrawala, nafas bagi terasa begitu suram terlebih dahulu aku tidak sepenuhnya membuka tirai jendela kaca. Aku masih terduduk setelah habis salat subuh, tidak mengerjakan apapun hanya sibuk menatap cakrawala sambil merangkum luka di hatiku. Bayangan dan kelebatan kejadian semalam membuatku nyaris menggila, aku tidak bisa memejamkan mata barang sedikitpun karena selalu ingat bagaimana seringai dan senyum wanita itu padaku. Dia melecehkanku, dia tersenyum padaku seakan-akan dia memenangkan sesuatu yang besar, seakan-akan dia ingin bilang : "Lihatlah suamimu sangat mencintaiku dan dia rela melakukan apapun untukku termasuk menggadaikan kehormatan dan harga dirinya di tempat kerja." Aku benar-benar stres memikirkan itu. "Bunda...." Sapaan dari Alexa Putri terakhirku membuyarkan diri ini. "Bunda sedang apa duduk berjam-jam menatap jendela?" "Hanya menatap langit yang tadinya cerah lalu berubah mendung?" "Apa ada yang aneh? Biasanya jam segini makanan sudah siap di atas meja kok tumben Bunda belum masak ya?" "Benarkah? Emangnya sekarang jam berapa?" Aku seakan dibangunkan dari mimpi panjang tersentak diri ini melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 07.00 aku buyar dan langsung berlari ke dapur. "Ada apa dengan bunda?" Alexa menyusulku ke dapur dan menatap diri ini dengan penuh keheranan. "Apa bunda sedang kehilangan akal atau tidak menyadari sesuatu?" "Tidak tidak ...." Aku menggeleng cepat sambil buru-buru mengambil roti dan selai. Gawat, anak-anakku akan terlambat jika aku tidak segera menyiapkan sarapan dan bekal mereka. Alexa putriku yang duduk di kelas 2 SMA langsung datang dan menarik tangan ini yang masih memegang pisau dan toples selai. "Jika bunda sedang sakit kita bisa mengerjakan sendiri, jangan khawatir." "Tidak, bunda akan siapkan!" Ucapku dengan tangan gemetar. Nampaknya gelombang kejut dan kejadian semalam membuatku kehilangan konsentrasi dan kesehatanku menurun. Aku merasa badanku mulai panas dan perutku kembung, juga ada sensasi pusing yang kini membuatku sedikit oleng. "Ada apa ini?" Suamiku turun dari kamar utama lalu mendapati Kami sedang berbincang di dapur dia yang masih mengenakan piyama mengambil segelas air lalu meneguknya dengan cepat. "Sepertinya Bunda sakit Ayah." "Benarkah?" Suamiku mendekat dengan wajah cemas seperti biasa selalu gercep dan pura pura cemas. Dia meraba keningku dengan ekspresi khawatir lalu buru-buru mengajak diri ini menepi dari dapur. "Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu sakit. Kenapa tidak bangunkan aku, biar aku yang siapkan makanan untuk anak-anak." "Aku baik baik saja." Aku menghindari tatapan matanya karena setiap kali aku menatap bola mata itu aku ingin sekali marah dan mencakarnya. Beraninya dia menipu istrinya sendiri. Dan tentang diriku yang masih terus membungkam serta tidak banyak bertanya, sengaja kulakukan, agar aku bisa menguak tabir yang sebenarnya dan tahu sudah berapa lama suamiku b******a dengan wanita bernama Niken itu. Teng. Bel pintu rumah berdentang, Alexa sebelah berlari ke depan pintu utama lalu membukanya. "Siapa ya?" "Aku bawahan ayahmu, ada tuan Farid ada?" Selamat selamat aku mendengar suara lembut seorang wanita di depan pintu. Tiba-tiba jantungku berdegup dengan kencang seakan-akan berlomba dengan nafasku yang mulai memburu. "Siapa itu?" Saat aku menyusul ke ruang tamu bola mataku kembali terbelalak karena di depan pintu Niken sudah menunggu. Dia mengenakan seragam khusus proyek dan sepatu boot, wanita itu nampak bergaya dan dia sungguh mempesona. "Permisi Nyonya Apakah Pak Farid ada di rumah?" "Iya." "Maaf karena saya mampir tanpa memberitahu anda... Kebetulan saya lewat ke sini Jadi saya ada berkas yang ingin saya sampaikan ke Pak Farid. Untuk untuk menghemat waktu dan jarak karena saya harus pergi ke proyek, sebaiknya saya drop berkasnya di sini." Aku tidak langsung menerimanya aku pernah tak punya dengan tajam sementara wanita itu mengulang senyumannya, senyuman licik yang semalam. Tanpa aba-aba lagi aku langsung menjambak rambutnya yang panjang, lembut hitam kemilau yang memancarkan wangi sampo, aku mencampaknya, dia menjerit, aku menyeret dan membenturkan kepalanya ke pintu. Aku murka, menjatuhkan dirinya ke lantai lalu aku duduk di atas perutnya dan memukulnya bertubi-tubi. Suamiku yang datang dari dalam panik dan langsung memisahkan diri ini, tapi dia tidak mampu mengimbangi kekuatanku, karena aku yang sudah melukai wanita itu dengan pukulan dan cakaranku. "Hentikan!!!!!" Tok! Aku kembali pada kenyataanku! Aku tersadar dalam angan angan barusan, aku tersentak saat wanita itu mengetuk kusen pintu yang ada di dekatku. "Maaf Nyonya, Apa Anda mendengar saya?" Wanita itu kembali tersenyum dengan wajah yang dia miringkan seakan-akan dia benar-benar menantangku. Tapi sikapnya yang polos membuat seseorang yang baru bertemu pasti merasa tidak curiga. "Oh i-ya, baiklah," balasku sambil menerima berkas dari wanita itu. Tanganku gemetar, andai aku melaksanakan apa yang terlintas di benakku, pasti wanita itu akan masuk UGD sekarang juga. "Terima kasih banyak. Saya pergi dulu." Wanita itu beranjak dari hadapanku. Anehnya dia tidak memaksa untuk bertemu dengan suamiku, hanya menitipkan berkas itu lalu tersenyum penuh makna dan pergi begitu saja. Dengan sikapnya yang seperti itu hatiku semakin merasa panas seakan aku di tantang-tantang olehnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD