30. Kamu Yakin?

1125 Words
"Kamu yakin?" setelah bertanya, Raga menggerakkan badannya jadi menghadap ke arah Rio karena dia ingin lebih jelas saat melihat raut wajah Rio. Kepala Rio mengangguk lalu dia menoleh ke arah Raga. Kini, Rio pun mengikuti Raga. Lelaki satu itu, beralih posisi ke kiri agar bisa berhadapan dengan Raga. Mereka berdua kini saling tatap dan wajah Rio memancarkan aura keseriusan. "Aku sangat yakin." angguk Rio lagi sambil mengingat-ingat apa yang dia rasakan tadi siang. "Kamu tidak salah 'kan? Jangan-jangan memang karena kamu sudah sembuh." Raga terkekeh, dia seperti meragukan apa yang Rio katakan. Lebih tepatnya lagi, Raga sedang berada di tengah-tengah antara percaya dan tidak. Maka dari itu, Raga hanya bisa terkekeh sambil menunggu Rio meyakinkannya. Raut wajah Rio tidak berubah, dia masih menunjukkan keseriusan di balik ketampanannya. Hal itu membuat Raga jadi mulai percaya, hingga akhirnya Raga pun berhenti tertawa. Sorot mata Raga kini tidak beralih dari Rio. "Kamu tidak sedang bercanda? Ini bener? Seriusan?" entah ini sudah yang ke berapa kalinya Raga bertanya dengan dalih ingin memastikan. "Bilang saja kalau kamu ragu? Iya 'kan?" Rio mencibir Raga sebelum akhirnya dia kembali fokus ke depan seperti semula. Cengiran kuda menghiasi wajah tampan Raga. Dia mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V sebagai tanda perdamaian karena sempat meragukan Rio. "Mulanya, aku juga tidak percaya. Tapi itu beneran terjadi." desah Rio. "Memang, tadi awalnya gimana? Aku penasaran." Pertanyaan Raga membuat Rio jadi teringat bagaimana rasanya tadi saat dia menggenggam tangan Ify. Rio bisa langsung merasakan energinya terisi, seolah-olah dia mendapatkan tambahan yang bisa dibilang tidak mungkin dia dapatkan selain beristirahat dan meminum obat khusus yang hanya diperuntukkan padanya. "Kamu tahu rasanya orang lagi capek banget, lemes dan badan sakit semua dalam waktu bersamaan? Terus tiba-tiba semua rasa itu perlahan hilang dan tergantikan oleh energi baru." Rio berusaha keras mendeskripsikan apa yang dia rasakan tadi ketika tangannya bersentuhan dengan tangan Ify. "Itu yang aku rasakan pas aku genggam tangannya Ify. Seakan-akan dia itu mentransferkan energi positif ke aku." Rio sangat percaya diri, kalau yang dia rasakan tadi siang memang seperti itu. Bahkan, sekarang pun Rio masih merasa badannya segar dan tidak ada rasa sakit yang tersisa. "Bentar, kamu tadi minum obat nggak?" "Aku sengaja nggak minum, karena aku ingin tahu apakah energi tadi benar-benar efektif untuk menyembuhkan sakitku atau tidak." Cerita Rio kali ini, membuat Raga benar-benar tidak bisa banyak bicara. Karena setahu Raga maupun Rio sendiri, belum pernah mereka menemukan kasus seperti ini. Biasanya, Rio akan merasa mendingan kalau habis minum obat dan istirahat. Tapi itu juga bertahap, tidak langsung hilang rasa sakitnya setelah dia minum obat. "Wah, kalau beneran cuma pegangan tangan bisa bikin sakit kamu hilang, berarti Ify itu bukan sembarang orang. Dia juga punya sesuatu yang belum kita ketahui." gumam Raga sambil menerka-nerka, sebenarnya apa yang disembunyikan Ify darinya dan Rio. Raga benar-benar percaya pada Rio sekarang. Dia tidak lagi meragukan apa yang Rio rasakan karena selama ini Rio tidak pernah berbohong padanya. Entah kalau kepada yang lain, Raga tidak tahu tentang itu. "Bagaimana kalau besok aku ajak Ify lagi ke sini?" Kening Rio mengerut, dia menggelengkan kepalanya karena Rio tidak ingin terkesan buru-buru dalam melakukan misinya. "Aku tidak mau kalau kelihatan terlalu mencolok. Biar saja semuanya mengalir perlahan, sesuai arus yang sudah seharusnya." kata Rio yang membuat Raga sampai takjub ketika mendengarnya. "Mau apa pun alasan kamu dalam melakukan ini semua. Entah itu karena kamu kasihan, peduli atau simpati kepada Ify, aku tidak mempermasalahkannya. Yang terpenting, setelah misi kamu selesai nanti, kamu akan bisa kembali menjadi Malaikat dan tidak akan ada sejarah yang namanya Malaikat Rio lenyap begitu saja." Raga menepuk bahu Rio tiga kali, hanya sebuah ungkapan dari rasa bangganya atas keputusan yang Rio ambil. Rio ikut tersenyum. Dia pun senang karena akhirnya dia kembali memiliki tujuan setelah belasan tahun hidup bagai malaikat yang tidak memiliki semangat dan masa depan. Langit menyaksikan tawa dan senyuman mereka dari atas sana. Bahkan semester alam pun turut merestui dan berbahagia akan keputusan yang diambil oleh Rio. Pohon pepaya buah yang tumbuh di samping rumah Rio juga ikut tersenyum. "Kalau Malaikat Rio kembali, kehidupan tumbuhan berbuah tidak akan menderita lagi dan itu juga bagus untuk kesejahteraan hidup manusia." gumam pohon pepaya yang ada di sekitar sana. Beberapa tumbuhan berbuah di sekitar yang mendengar pun jadi kegirangan dan tertawa riang di malam ini. Bahkan pohon-pohon mawar yang tidak berbuah pun ikut senang mendengarnya, meski mereka juga merasa sedikit sedih karena harus ditinggal Rio nantinya. "Oh ya, apa misi yang diberikan Tuhan kemarin? Kenapa Tuhan tidak marah melihat kamu terus ada di Bumi?" Rio jadi balik penasaran pada tugas yang Raga katakan kemarin. Saat Raga mendapatkan panggilan dari Tuhan lewat suara loncengnya saat itu, Raga bilang bahwa dia mendapatkan misi penting dari Tuhan dan waktu yang diberikan juga tidak terhitung lamanya, alias Tuhan mempercayakan semuanya kepada Raga dan tidak akan menuntut Raga untuk cepat-cepat menyelesaikannya. "Bukan apa-apa." sebuah gelengan kepala menjadi penguat atas jawaban Raga barusan, tapi sayangnya Rio sudah terlanjur tidak percaya. Rio pun persis seperti Raga, dia juga tidak semudah itu percaya pada jawaban Raga. Rio yakin, pasti Raga mendapat tugas yang serius. "Jangan malu-malu, bilang saja apa misi yang diberikan Tuhan kemarin itu? Siapa tahu, aku bisa membantu." Rio masih mendesak walau dia tidak yakin akan mendapatkan jawaban saat ini juga. Raga menghela napas panjang. Malaikat laki-laki itu kembali ke posisi duduknya seperti semula dan dia menyesap kopinya yang sudah setengah dingin karena cuaca. "Kamu sudah banyak membantu misiku." kata Raga usai dia menghabiskan kopi dalam cangkir miliknya. "Memangnya, apa misi itu sebenarnya?" Raga berdiri sambil membawa cangkirnya di tangan kanan, sementara tangan kirinya dia masukkan ke dalam saku celana. Wajah Raga tampak amat bahagia, bahkan Raga tidak berhenti memberikan senyuman dan tawa di malam hari ini. "Yang pasti, Tuhan memberiku misi di Bumi. Dan kamu sudah banyak membantu dengan cara menampungku di sini. Pokoknya, selama aku menjalankan tugas dari Tuhan, aku akan tetap tinggal di sini." katanya sebelum akhirnya Raga lebih dulu masuk ke rumah dan meninggalkan Rio seorang diri di teras depan rumah. "Aish, anak itu." kekeh Rio menertawakan gaya Raga yang sok-sokan menutupi misinya kali ini. Rio tidak lagi memedulikan Raga, lagi pula kalau nanti Raga sudah ingin bercerita pasti akan menceritakan semuanya pada dirinya tanpa diminta. "Aku rasa, semuanya akan adil kalau aku membantu Ify keluar dari phobia yang dia alami dan aku mendapatkan energi positif yang dia transferkan dari berpegangan tangan." gumam Rio pelan seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. Saat sedang fokus melihat ke arah pemandangan indah dari perkebunan mawar, Rio dikagetkan oleh gerakan Kova tiba-tiba mengusap-usapkan kepalanya ke kaki Rio. "Kenapa? Kamu lapar?" tanya Rio seraya mengangkat tubuh mungil Kova lalu dia dekap erat agar Kova merasa lebih hangat. Bola mata Kova membulat sempurna, dan itu membuat Kova jadi semakin terlihat menggemaskan. Rio bahkan beberapa kali terlihat mencium makhluk berbulu halus itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD