58. Syarat Dari Rio

1660 Words
Sudah dua menit Ify menunggu Rio menjawab pertanyaannya, tetapi bibir lelaki itu masih bungkam. Ify yang tidak memiliki banyak stok kesabaran, dia semakin kesal dibuatnya. Bahkan Ify sampai beberapa kali menarik napas panjang agar dia tidak lepas kendali lagi. "Jangan sampai gue nanya dua kali." akhirnya Ify kembali bersuara, membuat Via yang duduk di sampingnya langsung memukul bahu Rio sampai lelaki itu berjingkat kaget. "Ya?" Rio sontak tersadar ke dunia nyata, hanya saja pandangannya sekarang beralih ke arah Via dengan penuh tanda tanya. Via memberikan kode lewat ekspresi wajah dan kedipan matanya pada Rio agar segera menjawab dan merespons Ify sebelum gadis iblis itu semakin marah. Untung saja, Rio langsung tanggap. Jadi dia segera menoleh ke arah Ify yang sudah menatapnya tajam. "Oh, tentang itu?" Rio malah kembali bertanya sambil terkekeh. Dalam hati, Via benar-benar mengumpati Rio karena dia pikir bahwa Rio tidak memiliki rasa takut barang setitik pun pada Ify. Padahal sudah jelas-jelas, raut wajah Ify sangat tidak ramah padanya. "Aku nggak ngasih tahu Raga kok, aku cuma tanya ke dia." jawab Rio sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Kening Ify mengerut sebentar lalu dia kembali ke mode wajah semula, raut wajah tanpa ekspresi dan dingin. Siapa saja yang melihat Ify sekarang, pasti mereka akan bergidik ngeri. Bahkan Via saja, yang sudah berteman lama dengan Ify pun masih suka ngeri kalau melihat ekspresi Ify yang seperti ini. Meskipun setiap hari wajahnya selalu judes dan tanpa ekspresi, tapi auranya terasa jauh berbeda saat Ify sedang mode biasa dan mode marah. Bayangkan saja, ketika Ify lagi mode biasa saja dia sudah membuat banyak orang takut padanya. Apalagi kalau Ify pasang wajah mode marah, singa jantan pun tidak akan berani mendekat padanya. "Nanya, tapi lo cerita dulu 'kan ke dia?" lagi, Ify kembali bertanya dengan nada sinisnya. Rio tak bisa mengelak, dia menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Tak lama, kepala Rio mengangguk beberapa kali disertai cengiran kuda di wajahnya yang membuat Ify semakin kesal. "Lo denger baik-baik ya!" Perkataan Ify barusan membuat Via menelan ludahnya susah payah. Raga juga kaget tapi dia penasaran ingin mendengar apa yang akan Ify katakan selanjutnya. "Aku dari tadi udah denger baik-baik kok, Fy." entah Rio memang sengaja menggoda Ify, atau memang dia tidak tahu kalau Ify marah padanya, tapi yang pasti Rio dari tadi memasang wajah tanpa dosa seakan tidak terjadi apa-apa. "Jangan pernah lo mikir, kalau gue suka sama lo! Asal lo tahu aja, gue punya alasan sendiri buat ketemu sama lo! Dan itu bukan tentang perasaan cinta!" Ify sengaja menekankan setiap katanya agar Rio paham apa yang dia ucapkan, itulah tujuannya. Raga menarik tangan Via seketika dan mengajak gadis itu pergi dari sana karena takut mengganggu perdebatan Rio dan Ify yang masih berlangsung. Walaupun sebenarnya Via tidak rela kalau tidak mendengar apa yang mereka berdua ributkan. "Apa nggak papa kalau kita ninggalin mereka berdua?" tanyanya pada Raga karena Via takut nanti Ify akan berbuat hal-hal yang tidak diinginkan kepada Rio. "Udah, nggak apa-apa kok. Biarin mereka nyelesaiin masalah itu berdua aja." sebisa mungkin Raga berusaha meyakinkan Via bahwa ini pilihan yang tepat untuk meninggalkan mereka. Kembali ke Ify dan Rio, mereka berdua masih saling adu pandang. Cuma bedanya, Rio menatap Ify dengan tatapan biasa. Sementara Ify, jelas dia penuh dengan raut wajah emosionalnya. "Apa alasan kamu pengen ketemu sama aku?" nada suara Rio sekarang berubah jadi serius, tidak ada lagi kekehan tawa seperti tadi. Ify terdiam, dia serasa tak sanggup untuk menjawabnya. Tetapi, Ify jelas-jelas menatap Rio dengan sorot mata yang berbeda dari biasanya. Ini adalah sorot mata yang Rio lihat saat dia pertama kali bertemu dengan Ify di depan gerbang rumahnya. Tampak penuh kesedihan dan harapan yang tak pernah putus. Keadaan sekarang jadi berbalik, Ify yang kesulitan menjawab pertanyaan Rio. Dan itu membuat d**a Ify merasa semakin sesak. "Kamu tidak mau menjawab?" Rio kembali menyela lamunan Ify karena tak kunjung mendapat jawaban. Dengan cepat, Ify langsung mengontrol perasaannya sendiri karena agar tidak terlihat menyedihkan di depan Rio. "Jangan berlama-lama, aku juga tidak bisa terlalu lama menunggu jawaban dari kamu." Rio masih mendesak, bahkan sekarang nada suaranya berubah menjadi serius. Ify yang selama ini hanya tahu tentang Rio yang suka menolong, tertawa dan sangat ramah, sekarang dia jadi dibuat kaget saat melihat wajah Rio tanpa senyuman. "Gue udah cerita semuanya waktu itu." akhirnya Ify bisa menjawabnya. Rio menatap ke arah jendela rumah, dia memberi kode kepada Raga agar membawa Via pergi dari sana karena dia tidak ingin Via melihat apa yang sedang dia bahas dengan Ify. Padahal Via juga tidak akan bisa mendengar perbincangan mereka karena terhalang kaca jendela. "Lalu?" Kedua pasang bola mata mereka kini bertemu satu sama lain setelah tadi Ify merasa enggan buat bertatap wajah dengan Rio. Gadis itu sudah mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat karena sekarang ini, Ify merasa bahwa dirinya sedang dipermainkan oleh Rio. "Setelah gue cerita ke lo tentang semua itu, terus sekarang lo masih nanya? Lo nggak peka? Ya jelas kalau gue mau minta penjelasan dari lo!" Lama-lama, Ify tidak bisa lagi menahan emosinya. Dia sudah terlanjur marah yang di atas rata-rata pada Rio. Tapi Ify berusaha menahannya agar tidak meledak semua karena dia butuh Rio. Itulah yang membuat Ify tidak bisa semena-mena lebih dari ini. "Penjelasan atau pertolongan?" Pertanyaan Rio barusan membuat Ify memejamkan matanya sebentar lalu tak lama Ify kembali membukanya. "Dua-duanya." jawabnya singkat. Rio mengambil satu buah apel di atas keranjang lalu dia lempar-lemparkan ke atas sebagai bahan mainan untuk beberapa kali lalu dia gigit apel merah itu. "Kamu tahu tata cara meminta tolong?" "Gue bakal bayar lo, berapa pun angka yang lo mau." Ify tersenyum kecut dalam hati, dia sudah menduga kalau Rio menunggu tentang masalah p********n darinya. "Tidak semua yang ada di bumi ini, harus berkaitan dengan uang, Fy. Aku tahu, kamu putri dari orang kaya dan bisa membeli apa pun yang kamu mau dalam satu kedipan mata. Tapi harus kamu tahu, tidak melulu kamu bisa menggunakan uang itu." Hati Ify tertohok mendengarnya, bukan ini yang ingin Ify dengar. Dia hanya ingin mendengar apakah Rio mau membantunya atau tidak. "Terus mau lo apa kalau bukan uang?" "Aku mau hati kamu." Seketika Ify menatap Rio lagi, kali ini lelaki itu memberikan senyuman yang biasa dia tunjukkan kepada Ify sampai membuat Ify bingung dibuatnya. "Gue udah bilang, kalau gue nggak suka sama lo." sambil menahan kekesalan serta kemarahannya, Ify menyahuti kata-kata Rio. Tiba-tiba saja, Rio malah terkekeh dan membuat Ify tak habis pikir. Dia seolah-olah sedang dipermainkan oleh Rio dan merasa seperti ditarik ulur bagai layang-layang. "Bukan perasaan kamu yang aku maksud." "Terus apa lagi? Bisa nggak sih, lo nggak usah bertele-tele dari tadi? Gue nggak punya kesabaran lebih buat lo!" Rio mengangguk-angguk lalu dia meletakkan apel yang tadi dia makan ke atas karpet. Pandangannya lurus ke arah Ify. "Maksud aku itu, aku mau kamu minta tolong pakai hati dengan tulus. Dan juga, yang namanya orang minta tolong itu harus mengawali kata-katanya dengan kata tolong. Itu lebih aku hargai, ketimbang aku harus denger kamu mau bayar aku dengan nilai berapa pun yang aku sebutkan." kata Rio panjang kali lebar. Ify terdiam, dia seakan kena sekakmat oleh kata-kata Rio. Lagi pula, selama ini Ify merasa kalau dirinya benar. Terlebih lagi, tidak pernah ada yang protes mengenai hal itu. Tapi sekarang, tiba-tiba ada yang menuntutnya buat menggunakan kata itu. "Gue nggak kenal kata tolong." jawab Ify yang masih arogan, karena memang kebiasaan tidak akan berubah semudah itu. "Ya sudah, aku tidak akan membantu." Rio berdiri dari duduknya sambil membawa buah apel yang tadi dia letakkan di atas karpet. Begitu pula dengan Ify yang langsung mengikuti Rio berdiri. "Oke! Gue ngalah." kata Ify cepat. Langkah kaki Rio terhenti seketika, dia masih menunggu apa yang bakal Ify katakan selanjutnya. "Gu-gue, gue, gu-gue...." Ify tampak terbata-bata saat ingin mengucapkan kata tolong pada Rio. Rio membalikkan badan, dia melangkah mendekat ke arah Ify. Dengan kedua bola matanya, Rio bisa melihat Ify yang gelisah. "Gue minta tolong." "Coba kamu bilang begitu, tidak susah." lanjut Rio setelah memberi contoh pada Ify tentang apa yang harus Ify ucapkan padanya kalau ingin Rio membantunya. "Gue, gu-gue... Gue mi-minta tolong." suara Ify terdengar semakin pelan ketika dia mengucapkan kata tolong, tapi Rio sudah bisa mendengarnya dan menurutnya itu tidak perlu lagi dipermasalahkan. Kepala Rio mengangguk, dia mengulurkan tangannya kepada Ify. Sedangkan Ify, dia mau tak mau langsung menyalami tangan Rio sebagai bentuk peresmian mereka bahwa Rio akan membantu Ify menemukan jawaban yang dia inginkan. "Oke, aku akan menolongmu. Tapi ada syarat yang harus kamu setujui." Ify memutar bola matanya, dia saja sebenernya sudah enggan untuk mengucapkan tolong. Sekarang malah Rio mengatakan tentang syarat. "Syarat apaan?" "Kamu harus berani jalan sendirian di jalan yang menghubungkan rumah ke gerbang dalam kondisi membuka mata." "Kamu harus berani berjalan dengan dikelilingi bunga mawar." lanjut Rio. Seketika Ify susah bernapas, padahal hanya mendengar namanya disebutkan. Keringat dingin merembes keluar dari pelipisnya. Tiba-tiba saja, Ify merasa kepalanya pusing dan dia terhuyung ke belakang. Untung saja Rio sigap menahan tubuh Ify, hingga Ify tidak sampai terjatuh. Rio tidak menyangka kalau reaksinya akan sampai begini. Rio kira, trauma Ify hanya akan kambuh jika melihat bunganya saja. Terapi ternyata, mendengar namanya pun sudah bisa membuat trauma Ify kembali. "Fy, sadar! Kamu harus melawannya, kamu harus kuat." Rio langsung mengajak Ify kembali duduk di atas karpet agar Ify tidak pingsan. Mereka terdiam lumayan lama, ada sekitar lima belas menit untuk menunggu kondisi Ify membaik. "Apa tidak ada syarat lain?" sorot mata Ify yang tadi bercahaya berubah menjadi sayu seketika. "Tidak ada! Karena kamu bilang, di jalan itu kamu bertemu dengan Mamamu. Jadi, kamu harus melawan trauma yang kamu miliki agar aku juga bisa membantumu." Untuk yang ke sekian kalinya, Ify membenarkan perkataan Rio walau hanya bisa dalam hati saja. "Oke, gue bakal nurutin syarat yang lo ajuin." angguk Ify mengiyakan. "Itu pilihan yang tepat. Kamu tenang saja, aku akan membantu kamu sampai kamu bisa melewatinya tanpa rasa takut." Ify mengangguk-anggukkan kepalanya. Walau tadinya Ify sempat ragu, tapi dia sudah bertekad untuk melakukannya demi Kalina. Lagi pula Ify tahu, kalau dia tidak bisa dengan mudah mendapatkan apa yang dia inginkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD