12 - Ingkar janji - √

2033 Words
  Sebelumnya Inez memberi tahu Arsa kalau ia ingin di jemput sebelum pukul 12 siang, atau sebelum jam makan siang tiba, karena itulah sebelum pukul 11 tiba, Inez sudah bersiap-siap.    Setelah Arsa pergi, Imez berniat untuk kembali istirahat, pada kenyataannya, Inez tidak bisa lagi kembali tidur. Alasannya tidak bisa kembali tidur karena ucapan sang Ibu terus menganggunya.   Sekarang Inez hanya bisa berdoa, semoga saja Ibunya tidak benar-benar berencana untuk menjodohkannya dengan anak dari rekan bisnis sang Ayah.   Saat ini Inez sudah duduk di sofa yang berada di loby apartemennya. Inez sedang menunggu Arsa yang katanya akan datang menjemputnya. Inez sudah menunggu Arsa selama hampir 1 jam lamanya, tapi Arsa tidak kunjung menunjukkan batang hidungnya.   Inez sudah berkali-kali mengirim pesan dan juga menghubungi Arsa, tapi ternyata ponsel Arsa dalam keadaan tidak aktif. Jadi apa yang Inez lakukan sia-sia.    Inez meraih ponselnya dari dalam tas, kemudian menghubungi Arsa untuk yang kesekian kalinya.   Harapan Inez masih sama, berharap kalau ponsel Arsa dalam keadaan aktif. Inez menempelkan ponselnya di telinga kanan, dengan fokus mata yang terus tertuju ke depan, berharap ia melihat mobil Arsa memasuki loby apartemen.    "Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan."   Inez menekan ikon merah agar sambungan teleponnya dengan Arsa berakhir. Rasa kesal Inez sudah tak lagi terbendung, kini raut wajahnya berubah menjadi sangat kesal. "Seharusnya kalau memang enggak bisa jemput, bilang. Kasih kabar, biar gue enggak nungguin dia selama ini. Dia yang maksa buat jemput gue, tapi dia sendiri yang enggak jemput gue."   Inez beranjak dari duduknya, lalu keluar dari loby apartemen. Inez akan pergi menuju jalan raya dan mencari taksi.   Mobil pribadinya masih ada di Malik, dan mobil pribadi yang lainnya ada di rumah orang tuanya, jadi ia tidak bisa pergi mengendarai sendiri mobilnya.    Sebelum pergi ke rumah sakit, Inez terlebih dahulu mampir ke restoran miliknya untuk mengambil makanan yang tadi pagi ia pesan.   Inez memesan banyak sekali makanan, karena ia dan teman-temannya memang akan makan siang di rumah sakit, tentu saja sudah ijin pada Reno dan Nesya. Malah sebenarnya Reno dan Nesyalah yang meminta agar mereka makan siang di rumah sakit.    Saat dalam perjalanan menuju rumah sakit, Keysa menghubungi Inez, ingin tahu di mana posisi Inez. Tadi pagi, tepatnya 1 jam setelah Arsa pulang, Keysa menghubungi Inez, mengajak Inez untuk menjenguk Nesya di rumah sakit. Inez setuju, lalu mereka akan bertemu di rumah sakit.    Keysa tentu saja tidak sendiri, tapi bersama dengan Asyifa, Arion, juga Reifan.    Awalnya Keysa menawarkan diri untuk menjemput Inez, tapi Inez menolak halus tawaran Keysa. Inez juga memberi tahu Keysa apa alasan ia menolak tawaran tersebut. Inez memberi tahu Keysa kalau Arsalah yang akan menjemputnya, meskipun pada kenyataannya, Arsa tidak datang menjemput Inez.   Seandainya saja Inez tahu kalau Arsa tidak akan datang menjemputnya, maka Inez pasti tidak akan menolak tawaran Keysa yang akan datang menjemputnya.    "Nez, lo di mana? Masih jauh atau udah dekat?'    "Gue masih di jalan, sebentar gue lagi sampai." Kurang lebih 5 menit lagi ia sampai di rumah sakit tujuannya.   "Lo sama Arsa kan?" Jika Keysa amati dari nada bicara Inez, sepertinya Inez sedang kesal. Keysa seketika berpikir kalau Inez dan Arsa sedang bertengkar.   "Enggak, gue pergi naik taksi."    "Loh, katanya mau berangkat sama Arsa?" Keysa sontak kebingungan begitu tahu kalau Inez pergi menggunakan taksi, tidak pergi bersama dengan Arsa.    Padahal tadi pagi Inez jelas-jelas mengatakan kalau Arsa akan datang menjemputnya. Beberapa menit yang lalu, saat ia datang, Nesya bilang padanya kalau Arsa sudah keluar dari rumah sakit selama 2 jam. Jika Arsa tidak menjemput Inez, lalu ke mana perginya pria itu?   "Lo tahu, gue udah nungguin Arsa selama 1 jam lebih, dan dia sama sekali enggak datang jemput gue, makanya gue telat." Inez berkata dengan penuh emosi.   Keysa sontak mengumpat, dan semua oarng yang berada di samping Keysa sontak saja menatap Keysa dengan raut wajah bingung sekaligus penasaran. Mereka semua penasaran, apa alasan Keysa mengumpat? "Dia enggak ada di sini loh."    "Gue pikir dia ada di rumah sakit." Ya, Inez berpikir Arsa ada di rumah sakit, mungkin sedang menangani pasien darurat atau keadaan genting lainnya.   "Enggak ada. Kata Nesya, Arsa udah keluar sejak 2 jam yang lalu."    "Keluar sejak 2 jam yang lalu?" ucap Inez, memperjelas.  "Iya, Arsa udah keluar dari rumah sakit sejak 2 jam yang lalu." Keysa memperjelas. "Lo udah coba hubungi dia?"    "Udah berkali-kali, bukan hanya 1 atau 2 kali. Tapi ponselnya enggak aktif." Inez menyahut ketus. Saat tahu kalau Arsa sudah tidak ada di rumah sakit sejak 2 jam yang lalu, Inez luar biasa kesal, dan rasanya ia ingin sekali berteriak guna menyalurkan amarahnya. "Ya udah, udah dulu ya, ini udah mau sampai."    "Apa perlu gue samperin di loby? Pasti lo bawa banyak barangkan."   "Iya sih, gue bawa banyak makanan. Kalau lo mau bantu gue, lo tunggu aja di loby, dan gue akan sangat berterima kasih."   "Ok, kita ketemu di loby."    Obrolan antara Inez dan Keysa berakhir.   Saat ini, Inez sudah sampai di rumah sakit. Begitu turun dari taksi, Keysa, dan Asyifa segera menghampiri Inez, lalu membantu Inez menurunkan barang-barangnya.    Inez bukan hanya membawa makanan untuk makan siang mereka, tapi Inez juga membawa oleh-oleh yang kemarin ia beli di Bandung. Oleh-oleh tersebut tentu saja untuk para sahabatnya. Sekarang mereka sedang berkumpul, jadi lebih baik membagikannya sekarang.   Ketika tahu kalau Keysa akan pergi ke loby untuk membantu Inez, Asyifa memilih untuk ikut.   Sekarang mereka bertiga sudah ada di dalam lift, dan tentu saja mereka bertiga mengobrol, bertanya tentang kegiatan masing-masing.    Lift terbuka, Inez, Keysa, dan Asyifa segera keluar, lalu pergi menuju kamar inap Nesya.   Sebelum memasuki kamar inap Nesya, Inez terlebih dahulu mengetuk pintu, begitu mendapatkan ijin, barulah Inez membuka pintu kamar.    "Kak Inez!" Nesya memekik kegirangan begitu melihat siapa yang datang berkunjung. Tadi Kesya bilang padanya kalau Inez tidak jadi datang, dan hanya mengirimkan makanan yang akan Keysa dan Asyifa ambil, tapi ternyata Keysa berbohong.   "Hai, kalian belum makan siang, kan?"    "Belum, kita semua setia menunggu lo datang." Renolah yang menyahut.    "Maaf ya, karena gue datangnya telat." Inez menyesal, seharusnya tadi ia tidak menunggu kedatangan Arsa sampai 1 jam lebih. Seharusnya, setelah ia tahu kalau Arsa sulit untuk ia hubungi, ia segera pergi ke rumah sakit. Bodohnya ia karena mengharapkan kedatangan Arsa.    "Santai aja." Kali ini giliran Arion yang bersuara.   Semua orang, kecuali Nesya segera berkumpul di meja untuk mengambil makanan mereka. Nesya sudah makan, dan tentu saja makan, makanan yang disediakan oleh pihak rumah sakit.    1 jam sudah berlalu, semua orang baru saja selesai menikmati makan siang yang Inez bawa.   Saat ini mereka semua sedang mengobrol, mulai dari membahas tentang persalinan Nesya yang hanya tinggal menunggu jam, lalu tentang Inez yang pergi ke Bandung, dan juga tentang hal lainnya.     Inez juga sudah membagikan oleh-oleh yang ia bawa dari Bandung. Semua orang tanpa terkecuali mendapatkannya.   Suara ketukan pintu yang cukup nyaring membuat obrolan mereka terhenti, mereka semua kecuali Inez menoleh pada pintu kamar inap Nesya yang mulai terbuka.   "Hai semuanya." Erlina menyapa semua orang dengan penuh semangat, dan ternyata Erlina tidak datang sendiri, tapi bersama dengan Arsa. Arsa masuk setelah Erlina masuk.    Semua orang kecuali Inez tentu saja terkejut begitu tahu kalau Erlina datang bersama dengan Arsa, sedangkan Inez sama sekali tidak terkejut, karena ia tahu kalau Arsa memang pergi bersama dengan adiknya.   Dari mana Inez tahu kalau Arsa pergi bersama dengan adiknya?   Inez tahu dari status yang Erlina buat di akun social medianya, dan status tersebut baru saja Inez lihat 15 menit yang lalu.   Inez juga tahu kalau Arsa mengantar Erlina membeli kado untuk Ayahnya, karena memang Erlina memberi tahu apa yang sedang di lakukannya dengan Arsa di mall tersebut, melalui caption di poto yang di unggahnya.   Inez tidak memberi tahu semua orang kalau Arsa sedang pergi bersama dengan adiknya, karena ia merasa tak perlu melakukan hal itu.    Para pria membalas sapaan Erlina, kecuali Reifan. Sementara Keysa, Inez, dan Asyifa memilih kembali mengobrol, mengabaikan kedatangan Arsa juga Erlina.   Inez yang sejak awal duduk membelakangi pintu kamar juga sama sekali tidak menoleh untuk menyapa Arsa ataupun Erlina, adiknya.    Inez sedang marah, marah ketika mengetahui fakta kalau Arsa pergi bersama dengan Erlina, di saat Arsa sudah berjanji padanya. Ia mungkin tidak akan marah kalau Arsa memberi tahunya, karena yang memang ia sesalkan adalah, Arsa yang tidak memberi tahunya dan sulit sekali ia hubungi.   "Abang habis dari mana?" Nesya bertanya dengan raut wajah dingin, tapi tatapan matanya begitu tajam.    "Kak Arsa habis temani aku beli kado buat Ayah." Yang ditanya Arsa, tapi yang memberi jawaban Erlina. Erlina menjawab dengan penuh semangat.   Nesya seketika mengalihkan pandangannya dari Arsa pada Erlina. "Gue tanya sama Abang gue, bukan sama lo!" Nesya menyahut dengan ketus, setelah itu atensi Nesya kembali tertuju pada Arsa. "Abang, Nesya tadi tanya, Abang habis dari mana?"    "Abang habis antar Erlina beli kado buat Ayahnya." Arsa akhirnya menjawab pertanyaan Nesya.    "Hebat ya, sampai lupa kalau lo punya janji sama orang lain. Seenggaknya kalau lo memang ada acara sama orang lain, bilang dong, jangan diam aja, hilang gak ada kabar. Apa gunanya ponsel? Ponsel itu gunanya untuk melakukan komunikasi." Kesyalah yang bersuara, berucap dengan sangat ketus, bahkan menatap Arsa dengan sangat sinis.    Arsa baru saja akan membalas ucapan Keysa saat mendapatkan isyarat dari Arion.   Arion meminta agar Arsa tidak melakukan pembelaan, karena pada kenyataannya, Arsa memang salah.   Arsa menarik dalam nafasnya, lalu duduk di sofa yang sama dengan Erlina, karena ia merasa malu untuk bergabung dengan sahabatnya yang lain.   Inez sontak melirik ponselnya yang baru saja bergetar sekaligus berdering di saat yang bersamaan. Inez meraih ponselnya, senyum di wajahnya mengembang sempurna begitu tahu siapa orang yang baru saja menghubunginya.   Semua orang, termasuk Arsa melihat senyuman Inez. Mereka semua seketika merasa penasaran, siapa yang menghubungi Inez sampai Inez tersenyum dengan sangat lebar.    "Hai, Om Al." Inez terlebih dahulu menyapa.   Begitu mendengar siapa orang yang Inez sapa, mereka akhirnya tahu kalau orang yang saat ini menghubungi Inez adalah adik dari Ayahnya Inez.    "Kamu di mana?"   "Aku di rumah sakit, sedang menjenguk Nesya. Om di mana?"    "Coba tebak, Om ada di mana?"    "Om di Indonesia?" Ya, Inez berharap kalau Arsa ada di Indonesia. Ia sudah sangat merindukan Omnya tersebut.   "Iya sayang, Om di Indonesia."    Senyum di wajah Inez semakin merekah begitu tahu kalau Omnya ada di Indonesia. "Om di mana? Sudah di rumah atau baru mendarat?" tanyanya tidak sabaran. "Om baru saja mendarat, kamu mau jemput Om?" "Mau, Inez akan ke bandara sekarang juga." "Baiklah, Om tunggu ya." "Ok, sampai jumpa di bandara." Setelah saling mengucap salam, panggilan antara keduanya pun berakhir..   "Kak, itu Om Alex?" Nesya mengenal Om Alex.   "Iya, yang barusan menghubungi Kakak itu Om Alex." Inez segera merapihkan tasnya, lalu menghampiri Nesya. "Nes, Kak Inez pergi dulu ya. Kakak mau jemput Om Alex di bandara."    "Ok, hati-hati ya Kak."    "Iya." Setelah pamit pada Nesya, Inez lalu pamit pada sahabat-sahabatnya yang.   "Lo mau gue antar?" Arionlah yang menawari Inez.   Inez menggeleng, lantas menolak tawaran Arion. "Enggak usah, gue mau naik taksi aja."    "Yakin?" Kali ini Asyifa yang bertanya. Sebenarnya ia merasa tidak tega kalau harus membiarkan Inez pergi ke bandara menggunakan taksi..   "Iya, Syifa. Gue mau naik taksi aja, kalian enggak usah khawatir."    Sekali lagi Inez pamit, menolak dengan halus saat Keysa dan Asyifa akan mengantarnya sampai bawah.   Inez sudah berada di luar kamar inap Nesya, dan kini sedang melangkah menuju lift.   "Inez, tunggu!"   Langkah Inez sontak terhenti begitu mendengar teriakan Arsa. Inez memejamkan matanya sambil menarik dalam nafasnya. Inez kembali membuka matanya, lalu berbalik menghadap Arsa "Ada apa, Ar?" Inez bertanya dengan sangat santai, sama sekali tidak terlihat marah.   "Maaf ya, tadi aku enggak bisa jemput kamu."   "Enggak masalah, tapi lain kali kalau kamu memang enggak bisa jemput aku, kamu sebaiknya bilang, biar aku enggak nungguin kamu sampai berjam-jam."    Rasa bersalah Arsa semakin besar begitu ia tahu kalau Inez menunggunya sampai berjam-jam. "Maaf, tadi ponsel aku mati karena kehabisan daya. Jadi aku bisa menghubungi kamu," lirih Arsa menyesal, benar-benar menyesal.    "Kenapa tidak minta tolong pada Erlina?" Inez ingin sekali mengajukan pertanyaan tersebut, tapi ia yakin kalau Arsa pasti akan terus mencari alasan yang lain.   Inez hanya mengangguk, lalu berlalu pergi begitu saja dari hadapan Arsa tanpa mengatakan apapun lagi.   Inez memasuki lift, begitu lift tertutup, Inez segera menyandarkan punggungnya pada dinding lift dengan perasaan yang luar biasa lega. "Akhirnya aku punya alasan untuk pergi dari sini, terima kasih Om karena sudah menghubungi Inez di waktu yang tepat."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD