19 - Nasehat - √

2099 Words
Hari baru saja berganti 1 jam yang lalu, dan sejak 1 jam yang lalu juga Inez tidak bisa tertidur pulas. Padahal tubuhnya terasa sangat lelah, tapi entah mengapa ia tidak bisa tertidur. Alasan sebenarnya Inez tidak bisa tertidur karena hatinya merasa resah juga gelisah. Entah mengapa, Inez jadi teringat pada Ibunya, lebih tepatnya teringat obrolan antara dirinya dan Ibunya saat di apartemennya beberapa hari yang lalu. Inez bertanya-tanya, apa Ashila memang berencana untuk menjodohkannya? Jika memang Ibunya berniat menjodohkannya, maka ia jelas akan menolak. Tapi, apakah ada alasan kuat yang membuatnya tidak bisa menolak perjodohan tersebut? Inez sudah mencari jawaban dari pertanyaannya, tapi ia tidak kunjung menemukan jawabannya, jadi ia berpikir kalau tidak ada alasan untuk ia tidak bisa menolak rencana perjodohan tersebut. Inez melirik Keysa dan juga Asyifa yang saat ini tertidur pulas di sampingnya. Asyifa di tengah, dan Keysa di samping kiri Asyifa. Inez, Keysa, dan Asyifa memang memutuskan untuk tidur dalam 1 kamar yang sama. Awalnya mereka akan tidur di kamar masing-masing yang sudah Reno dan Nesya siapkan, tapi Asyifa malah ingin tidur bersama dengan Keysa. Akhirnya Keysa dan Asyifa malah memutuskan untuk tidrur bersama dengan Inez, tentu saja Inez sama sekali tidak keberata, toh tempat tidurnya luas, jadi mereka tidak akan berdesak-desakan. Inez menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, lalu menuruni tempat tidur secara perlahan. Asyifa itu mudah sekali terbangun, jadi sebisa mungkin Inez bergerak secara perlahan-lahan. Inez memutuskan untuk keluar dari kamar. Saat ini Inez sudah berada di luar kamar, sekilas Inez menatap pintu kamar Arsa, lalu setelah itu pergi menuju dapur. Inez akan membuat kopi atau minuman apapun yang ada di dapur, berharap setelah meminum kopi atau cokelat hangat, pikirannya bisa kembali jernih, jadi ia tidak terus memikirkan ucapan Ibunya. Saat sampai di dapur, dapur dalam keadaan gelap gulita. Dapur di kediaman Reno dan Nesya ada 2, 1 dapur kotor, dan 1 lagi dapur bersih, dan dapur yang Inez masuki adalah dapur bersih. Inez menjentikan jarinya, dan tak lama kemudian, lampu dapur menyala. Inez mulai mencari kopi, dan begitu menemukannya, ia segera menyeduhnya. Begitu kopi selesai di buat, Inez memilih untuk duduk di bar mini yang berada tepat di depan dapur. Fasilitas di kediaman Reno dan Nesya memang lengkap, dan semuanya serba canggih, Inez jadi betah berlama-lama ada di dapur. Keysa terbangun karena haus, saat itulah Keysa sadar kalau Inez tidak ada di tempat tidur. Awalnya Keysa berpikir kalau Inez sedang berada di kamar mandi, atau mungkin sedang duduk si sofa kamar, tapi ternyata Inez tidak ada di kamar mandi karena pintu kamar mandi dalam keadaan terbuka. Keysa lantas menuruni tempat tidur, lalu mengecek balkon kamar, dan ternyata Inez juga tidak ada di sana. Keysa memutuskan untuk mencari Inez di luar kamar. Keysa pergi ke dapur, saat melihat lampu dapur menyala, Keysa yakin kalau Inez ada di sana. "Hei." Inez menoleh, dan melihat Keysa yang sedang berdiri di ambang pintu dapur dengan kedua tangan bersedekap. "Mau kopi?" Inez menawarkan sambil mengangkat gelas kopi miliknya. Keysa mengangguk, lalu melangkah mendekati Inez. Inez segera membuat kopi untuk Keysa, dan tak butuh waktu lama untuk melakukannya. Inez meletakkan kopi tersebut di hadapan Keysa, lalu dirinya kembali duduk di kursi. "Kenapa lo bangun?" "Lo sendiri kenapa bangun?" Bukannya menjawab pertanyaan Inez, Keysa malah balik bertanya. Inez mendelik, sedangkan Kesya tertawa. "Gue bangun karen haus, tapi saat sadar kalau lo enggak ada di kamar, gue keluar dari kamar buat cari lo. Lo sendiri kenapa bangun?" Ia sudah menjelaskan alasan kenapa dirinya bangu, jadi sekarang giliran Inez yang menjelaskannya. "Gue enggak bisa tidur," lirih Inez. "Pasti ada alasan kuat kenapa lo sampai enggak bisa tidur. Biasanya kalau orang yang enggak bisa tidur itu karena lagi stres, atau karena lagi banyak pikiran." "Jujur aja, gue lagi banyak pikiran. Tapi seperti yang lo tahu, gue enggak akan cerita sama lo." Inez menatap Keysa dengan senyum simpul yang kini menghiasi wajahnya. "Kita udah lama kenal, tapi di antara sahabat kita yang lainnya, lo adalah orang yang paling tertutup." Keysa tidak pernah sekalipun mendengar Inez bercerita tentang keluarganya, atau tentang percintaannya. Jika tentang masalah pekerjaan, terkadang Inez akan bercerita meskipun sangat jarang sekali. Dulu awalnya Keysa berpikir kalau alasan Inez tidak pernah curhat atau bercerita tentang keluarganya karena keluarganya memang baik-baik saja, intinya, keluarganya adalah keluarga yang harmonis. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, Keysa sadar kalau keluarga Inez tidaklah harmonis seperti yang terlihat di luar. Keysa yakin kalau Ayah Inez memang menyayangi serta mencintai Inez dengan tulus, tapi tidak dengan Ibu dan adik Inez. Keysa menyadari kalau keluarga Inez tidaklah harmonis seperti yang terlihat di luar sejak 1 tahun yang lalu, lebih tepatnya sejak adik Inez yang bernama Erlina sering kali mencoba untuk menjelek-jelekan Inez di hadapannya ataupun di hadapan sahabatnya yang lain. Tentu saja saat itu tidak ada Inez di antara mereka, karena jika Inez ada, pasti Erlina tidak akan berani menjelekkan sang Kakak. Padahal Inez tidak pernah menjelekkan Erlina ataupun Ibunya, tapi keduanya malah menunjukkan sendiri keburukannya. Inez juga sangat tertutup soal masalah percintaannya. Inez dekat dan akrab sekali dengan banyak pria, terutama saat mereka masih sekolah dan kuliah, karena itulah terkadang Keysa bingung, dan tidak bisa menebak, apakah dari pria-pria itu ada 1 pria yang inez sukai atau tidak? Inez juga jarang mengeluh soal pekerjaannya. Inez tidak akan curhat ataupun bercerita tentang butik ataupun restoran jika tidak di tanya terlebih dahulu. "Iya, gue emang tertutup." Inez tidak akan membantah, karena pada kenyatannya di antara sahabat-sahabat yang lainnya, dirinyalah orang yang paling tertutup. Sejak kecil, Inez sudah terbiasa memendam sendiri masalahnya, karena itulah, ia tidak pernah bercerita tentang permasalah yang sedang ia hadapi pada keluarganya, sekalipun orang tersebut sangat dekat dengannya. "Karena itulah, kita semua jadi sulit untuk tahu, apa lo sedang dalam keadaan baik-baik saja atau dalam keadaan tidak baik-baik saja." Ya, Keysa sangat kesulitan dalam memahami Inez. Inez jarang sekali terlihat sedih, selalu terlihat ceria, sampai terkadang ia berpikir kalau Inez tidak pernah sedih, dan baik-baik saja. Tapi setelah tahu bagaimana keadaan keluarga Inez yang sebenarnya, Kesya yakin kalau sebenarnya Inez tidak baik-baik saja. Pasti ada masa-masanya Inez sangat sedih, teramat sangat sedih tapi mungkin Inez memang selalu menyembunyikan kesedihannya dengan cara selalu terlihat baik-baik saja. "Gue terbiasa memendam semuanya sendiri, Key. Jadi gue enggak cerita sama lo atau sama sahabat yang lainnya sekalipun gue lagi sedih." "Iya, gue tahu. Gue juga enggak akan maksa lo buat cerita kok. Tapi lo tahu kan, kalau lo butuh bantuan, apapun itu, kita semua akan bantu lo selama kita mampu dan bisa." Senyum di wajah Inez melebar. "Iya, gue tahu kok. Lo tenang aja, kalau gue butuh bantuan, gue pasti akan minta bantuan sama lo ataupun yang lainnya." Setelah itu, Keysa dan Inez mulai meminum kopi yang sudah mulai dingin. "Oh iya, ada hal yang mau gue tanyain," ucap Keysa sesaat setelah meminum kopinya sampai habis. Inez sontak menoleh, menghadap ke arah Keysa. "Apa?" "Soal pembicaraan kita beberapa jam yang lalu, lo enggak bohongkan sama gue? Soal lo yang memang enggak pacaran sama Arsa." Kesya menatap lekat kedua mata Inez, mencoba membaca pikiran Inez. Tanpa ragu Inez mengangguk. "Iya, gue enggak pacaran sama Arsa, memangnya kenapa?" Jawaban yang Inez berikan sangat lugas serta tegas, jadi Keysa yakin kalau Inez tidak sedang berbohong padanya. "Kalian berdua terlihat mesra, layaknya pasangan kekasih." Keysa akhirnya jujur. "Gue yakin kalau orang lain di luar sana juga akan berpikir kalau kalian berdua pasangan kekasih saat melihat betapa manisnya sikap Arsa sama lo, atau saat melihat interakasi antara kalian berdua." "Iya, itu memang benar. Banyak sekali orang di luar sana yang berpikir kalau gue sama Arsa adalah sepasang kekasih." Saat minggu lalu dirinya dan Arsa jalan-jalan ke kota Bogor, ataupun saat jalan-jalan di kota Jakarta, ada banyak sekali orang yang berpikir kalau dirinya dan Arsa adalah pasangan kekasih atau bahkan suami istri. Keysa sontak berdecak, sudah menduga hal itu akan terjadi. "Gue merasa deja vu tahu gak. Saat gue melihat kedekatan lo sama Arsa, gue seperti melihat Reno dan Nesya. Dulu mereka mengaku tidak pacaran, tapi ternyata Reno jatuh cinta sama Nesya, sampai akhirnya hubungan mereka merenggang karena Nesya memiliki kekasih, sebelum akhirnya mereka berdua bisa seperti sekarang ini." "Iya, gue juga merasa deja vu," lirih Inez sambil tersenyum kecut. "Apa jangan-jangan Arsa cinta sama loe?" "Lo tahu pasti apa alasan Arsa sampai saat ini masih sendiri. Entah kenapa gue yakin kalau Arsa enggak cinta sama gue." Senyum kecut kembali menghiasi wajah Inez. Keysa mengangguk. "Karena Naura. Dia mungkin belum bisa melupakan Naura meskipun sudah hampir 6 tahun berlalu sejak Naura meninggal." Naura adalah salah satu sahabat mereka, mereka pertama kali bertemu saat SMP. Naura meninggal 6 tahun yang lalu karena kecelakaan tunggal yang di alaminya. Arsa dan Naura tidak berpacaran, tapi ternyata Arsa sangat mencintai Naura, dan berniat untuk mengungkapkan perasaannya pada Naura setelah lulus kuliah. Mereka semua baru tahu kalau Arsa sangat mencintai Naura setelah Naura meninggal. Keysa yakin, Nauralah alasan kuat kenap sampai detik ini Arsa tidak memiliki kekasih atau tidak mencoba untuk menjalin hubungan dengan perempuan lain, karena mungkin Arsa masih belum bisa melupakan Naura. "Iya, gue juga berpikir kalau Nauralah alasan kenapa Arsa sampai saat ini masih sendiri." "Dan sebaiknya lo jangan terlalu dekat sama Arsa." Untuk kesekian kalinya, Keysa mengucapkan kalimat tersebut. "Pasti ada alasan kuat kenapa lo ngomong kaya gitu sama gue. Jadi gue mau tahu apa alasan lo ngomong kaya gitu sama gue?" Kali ini giliran Inez yang menatap lekat Keysa. Keysa menarik dalam nafasnya, kemudian menghembuskannya secara perlahan. "Entah lo sadar atau enggak, tapi lo sama Naura itu mirip. Kalian seperti saudara, padahal bukan saudara. Gue takut kalau lo hanya jadi bahas pelampiasan Arsa, Nez. Gue takut kalau selama ini Arsa melihat lo bukan sebagai Inez, tapi sebagai Naura." Hati Inez seketika berdenyut nyeri begitu tahu apa alasan Keysa melarangnya dekat dengan Arsa. Jangan sampai apa yang Keysa katakan itu benar, karena jika memang benar, selama ini Arsa baik padanya, memperlakukannya seperti orang yang spesial karena Arsa menganggap dirinya sebagai Naura, bukan Inez. Maka itu akan sangat menghancurkannya, benar-benar melukai perasannya. "Inez!" Inez tidak menyahuti panggilan Keysa, karena saat ini Inez sedang melamun. Inez sedang memikirkan semua ucapan Keysa. "Inez!" Keysa kembali memanggil Inez, kali ini dengan intonasi suara yang cukup tinggi, dan Keysa juga menepuk bahu Inez. "Eh iya, kenapa?" Inez akhirnya sadar dari lamunannya. "Lo melamun." "Gue lagi mikirin nasehat yang barusan lo kasih sama gue." "Gue takut kalau ucapan gue barusan nyakitin perasaan lo." Keysa antara senang dan sedih ketika akhirnya ia bisa mengutakan pemikirannya selama ini. Saat melihat sikap manis Arsa pada Inez, Keysa merasa kalau Arsa melihat Inez bukan sebagai Inez tapi sebagai Naura. Keysa takut, takut kalau Inez akan jatuh cinta pada Arsa, dan ternyata pemikirannya tentang Arsa yang menganggap Inez sebagai Naura benar, maka Inez akan sangat terluka. "Lo tenang aja Key, gue malah bersyukur karena lo akhirnya mau jujur sama gue. Gue yakin, pasti ada alasan kuat kenapa lo berpikir seperti itu." Ya, Inez percaya pada intuisi Keysa, pasti ada alasan kenapa Keysa bisa berpikir sampai sejauh itu, tapi ia tidak ingin tahu apa alasannya, karena ia tidak mau hatinya semakin terluka. Keysa dan Inez terus mengobrol, sampai akhirnya Keysa pamit undur diri, meninggalkan Inez yang saat inu masih ada di dapur. "Hei." Inez memutuskan untuk tidak menoleh begitu ia tahu siapa orang yang baru saja menyapanya. Arsa mendengus, kesal karena Inez mengabaikannya. Arsa mendekati Inez, lalu berdiri di belakang tubuh Inez. Arsa lalu menumpukan dagunya di bahu kanan Inez dengan posisi wajah menghadap Inez. Arsa mengecup pipi Inez, dan saat Inez menoleh padanya, ia lalu mengecup bibir perempuan itu. Inez segera menjauhkan wajahnya, takut kalau Arsa akan menciumnya. Inez juga mendorong wajah Asra, lalu meminta agar Arsa duduk di sampingnya. Arsa duduk di samping Inez, tapi tidak membuang kesempatan yang ada, karena Arsa segera meraih tengkuk Inez, dan mencium Inez. Tanpa Arsa dan Inez sadari, ada orang yang melihat adegan mesra keduanya. Orang tersebut bukanlah Keysa, tapi Reno dan Nesya. Jarak keduanya dengan dapur sangat jauh, dan saat ini mereka berdua ada di tempat yang gelap, jadi Arsa ataupun Inez tidak akan menyadari kehadiran mereka. "Abang sama Kak Inez seperti sepasang kekasih, padahal katanya enggak pacaran," gerutu Nesya pelan. "Mungkin mereka memang belum pacaran, dan Nesya berharap kalau mereka berdua akan segera pacaran atau bahkan menikah," lanjutnya penuh semangat. Jika Nesya tampak bersemangat, maka lain halnya dengan Reno. Reno malah terlihat sangat sedih, berbeda dengan sang istri. "Tapi aku ragu kalau hubungan keduanya akan lanjut ke jenjang yang lebih serius," ucapnya dalam hati. Reno memilih untuk membawa sang istri kembali ke kamar meskipun awalnya Nesya menolak. Dengan berat hati, Nesya menuruti sang suami, meninggalkan Arsa dan Inez. Dalam hati Nesya berdoa, semoga saja Arsa tidak khilaf dan membawa Inez ke kamar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD