08 - Liburan - √

2011 Words
  Begitu tahu kalau Inez pergi ke luar kota, Arsa memutuskan untuk pulang dengan perasaan kacau.   Arsa sampai di rumah saat waktunya makan malam tiba. Sebelum menikmati makan malam bersama Reno dan Nesya, Arsa terlebih dahulu pergi mandi.   20 menit setelah membersihkan diri, Arsa bergabung dengan Reno dan juga Nesya yang sejak tadi mungkin sudah menunggu kedatangannya.    Saat ini, Arsa, Reno, dan Nesya masih berada di meja makan. Mereka bertiga baru saja selesai menikmati makan malam.   Tadi sebelum makan malam di mulai, Reno sempat menghubungi sang adik, Mahesa. Reno mengajak Mahesa untuk makan malam bersama, tapi Mahesa menolak karena ternyata Mahesa sedang makan di luar bersama dengan teman-temannya.    "Dek."    "Iya Bang, kenapa?"    "Apa Inez menghubungi kamu?" Arsa yakin kalau Inez menghubungi Nesya, memberi tahu Nesya kalau akan pergi ke luar kota. Arsa bahkan yakin kalau Inez juga memberi tahu Nesya, kota mana yang akan di kunjunginya. Inez itu sangat dekat dengan Nesya, karena itulah Arsa sangat yakin.   "Kita memang selalu berkomunikasi." Nesya menyahut santai. Setelah itu, Nesya kembali fokus menikmati jusnya.   "Maksud Abang, apa dia memberi tahu kamu kalau dia mau pergi ke luar kota?" Arsa mengoreksi pertanyaannya.    "Bukannya Inez lagi sakit ya?" Reno menatap bingung Arsa. Reno cukup terkejut begitu Arsa mengatakan kalau Inez yang pergi ke luar kota, karena setahunya, Inez sedang sakit.   "Iya, dia lagi sakit. Tapi mungkin sudah baikan, makanya dia pergi ke luar kota. Tadi gue ke apartemennya, tapi ternyata dia enggak ada di sana. Gue akhirnya tanya sama Erlina, apa Inez ada di rumah atau enggak? Erlina bilang kalau Inez tidak ada di rumah karena Inez lagi pergi ke luar kota." Arsa menjelaskannya secara detail dan rinci.   Reno mengangguk, paham.   "Lo enggak bisa menghubungi Inez?" Reno semakin bingung ketika mendengar penjelasan Arsa. Jika Arsa menghubungi Erlina, itu artinya Arsa tidak bisa menghubungi Inez.    Reno tidak bisa mencegah agar otaknya tidak berpikir kalau Arsa dan Inez sedang bertengkar, mengingat tidak biasanya Inez seperti ini. Sekarang Reno yakin, pasti sudah terjadi sesuatu yang buruk antara Arsa dan Inez, tapi apa?   "Iya. Gue enggak akan menghubungi Erlina kalau Inez bisa di hubungi. Sejak tadi siang, ponsel Inez tidak bisa di hubungi." Arsa mengerang, kesal karena sampai saat ini, ia belum juga bisa menghubungi Inez.   "Apa Inez marah padanya? Tapi, kenapa Inez marah padanya? Apa ia sudah melakukan kesalahan?" Sederet pertanyaan tersebut kini memenuhi pikiran Arsa.   "Abang yakin kalau Inez memberi tahu kamu ke mana dia pergi. Abang ingin tahu ke mana dia pergi, jadi tolong kasih tahu Abang kota mana yang dia kunjungi." Arsa mengatakan kalimat tersebut dengan nada memelas. Arsa memang berharap kalau Nesya mau memberitahunya tentang ke mana Inez pergi.    Nesya meletakkan sendoknya di meja dengan kasar.   Apa yang baru saja Nesya lakukan tentu saja membuat Arsa dan Reno terkejut. Keduanya menatap Nesya dengan raut wajah bingung.   Nesya mendongak, menatap tajam Arsa. "Apa yang akan Abang lakukan setelah Abang tahu ke mana Kak Inez pergi? Abang akan menyusul Kak Inez?" tanyanya beruntun.   Tanpa ragu Arsa mengangguk, lalu menjawab pertanyaan Nesya. "Iya, Abang akan datang menemuinya, memangnya kenapa? Ada yang salah?" lirihnya.    "Abang, Abang itu bukan kekasih, tunangan, ataupun calon suami Kak Inez, jadi sebaiknya Abang tahu diri. Jangan terlalu mengekang Kak Inez, sampai ke mana pun dia pergi dan dengan siapa dia pergi, Abang harus tahu."   Setelah mengatakan kalimat yang tentu saja sangat menohok Arsa, Nesya pergi meninggalkan ruang makan dengan amarah yang terpancar jelas di matanya.   Reno tahu kalau sang istri sedang emosi, karena itulah ia segera menyusul Nesya. Reno tidak mau terjadi sesuatu yang buruk pada Nesya, karena jika sedang emosi, Nesya suka hilang kendali.   Reno membawa sang istri ke kamar, dan begitu berada di kamar, Reno meminta agar Nesya merendam amarahnya.   Jika Reno dan Nesya sudah berada di kamar, maka lain halnya dengan Arsa  yang saat ini masih berada di ruang makan.   Arsa masih diam termenung, lebih tepatnya sedang memikirkan semua ucapan sang adik. Apa selama ini ia memang mengekang Inez? Tapi apa yang tadi Nesya katakan memang benar. Dirinya selalu meminta Inez agar memberi tahunya, ke mana dan dengan siapa perempuan itu akan pergi? Padahal Inez tidak pernah melakukan hal seperti itu padanya. Inez tidak pernah bertanya padanya, ke mana hari ini atau besok ia akan pergi? Lalu dengan siapa ia akan pergi?    Arsa meremas kuat rambutnya, seketika merasa frustasi. Baiklah, sepertinya mulai sekarang ia harus menjaga jaraknya dengan Inez, dan tidak lagi bersikap berlebihan pada Inez. Apa yang tadi Nesya katakan memang benar, ia bukanlah kekasih, tunangan, apalagi calon suami inez, jadi ia tidak boleh bersikap berlebihan sama Inez, karena Inez pasti tidak nyaman dengan sikapnya.   Arsa menarik dalam nafasnya, kemudian menghembuskannya secara perlahan. Arsa beranjak dari duduknya, lalu pergi menuju kamar.   Arsa akan istirahat, dan ia harap setelah nanti istirahat, pikirannya menjadi jauh lebih tenang, tidak lagi terus memikirkan Inez, Inez, dan juga Inez.                                 ***   Inez memilih pergi ke kota Bandung menggunakan jalur darat, tidak menggunakan jalur udara. Oleh sebab itulah, Inez membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama untuk samai di kota tujuan, apalagi tadi Inez sempat terjebak macet di beberapa ruas jalan.    Awalnya, saat tahu kalau Inez akan pergi ke Bandung menggunakan mobil, Narendra sempat menentang, dan meminta agar sang putri menggunakan pesawat. Tapi Inez menolak dengan halus permintaan sang Ayah.   Ada banyak sekali barang yang harus Inez bawa, dan akan jauh lebih mudah kalau barang tersebut di bawa menggunakan mobil ketimbang pesawat.    Begitu mendengar penjelasan Inez tentang alasan kenapa Inez memilih untuk menggunakan mobil ketimbang naik pesawat, akhirnya Narendra mengalah, tidak memaksa sang putri pergi ke Bandung menggunakan pesawat.    Inez pergi mengunakan mobil miliknya sendiri. Inez tidak pergi sendiri, tapi bersama dengan 2 asistennya yang bernama Malik, dan Ayunda.   Ketiganya akan berada di Bandung selama 1 minggu. 5 hari untuk fokus pada pekerjaan mereka, dan sisa 2 harinya akan mereka habiskan untuk jalan-jalan.    Malik dan Ayunda tentu saja sangat senang saat tahu kalau mereka pergi ke Bandung bukan hanya untuk bekerja, tapi juga akan jalan-jalan ke beberapa tempat wisata terkenal di kota tersebut.   Ini adalah kali pertama bagi Malik dan Ayunda pergi ke Bandung, karena itulah mereka berdua sangat antusias.    Bahagia yang Malik dan Ayunda rasakan menular ada Inez. Awalnya Inez tampak murung, tapi selama dalam perjalanan menuju Bandung, Inez terus tertawa bersama Malik juga Ayunda.   Sekarang Inez sama sekali tidak menyesali keputusannya untuk pergi ke Bandung. Jika saja ia tidak pergi, pasti saat ini ia sedang di kamarnya, melamun.    Meskipun Inez adalah atasan mereka, tapi Malik dan Ayunda memang sangat akrab dengan Inez,  mengigat mereka berdua sudah lama bekerja dengan Inez.   Malik dan Ayunda sudah bekerja dengan Inez selama kurang lebih 5 tahun lamanya. Dari mereka belum memiliki apa-apa, sampai kini mereka bisa membeli apapun yang mereka mau. Sudah banyak sekali suka dan duka yang mereka lalui bersama dengan Inez.   Saat dalam perjalanan menuju Bandung, Inez memang mematikan ponsel pribadinya, karena itulah Arsa tidak akan bisa menghubunginya. Inez bahkan berencana akan mematikan ponselnya selama berada di Bandung.    Inez memiliki 2 ponsel. 1 ponsel yang ia gunakan untuk pekerjaan, dan 1 ponselnya lagi adalah ponsel pribadi.   Selama di Bandung, Inez akan mematikan ponsel pribadinya, tapi tidak akan mematikan ponsel yang satunya. Inez akan menggunakan ponsel tersebut untuk melakukan komunikasi.   Saat tahu kalau Inez pergi ke luar kota, Arsa segera menghubungi asisten Inez, Ayunda. Arsa yakin kalau Ayunda pasti tahu ke mana Inez pergi.   Ketika Arsa menghubunginya, lebih tepatnya mengirim pesan padanya, bertanya tentang kota mana yang akan Inez kunjungi? Ayunda memberi tahu Inez, dan Inez meminta agar Ayunda tidak memberi tahu Arsa kota mana yang akan mereka kunjungi.    Inez takut, takut kalau Arsa tahu kota mana yang ia kunjungi, maka Arsa akan datang menemuinya, mengingat sebelumnya Arsa juga pernah melakukan hal seperti itu. Inez tidak mau bertemu dengan Arsa, selama 1 minggu ini ia akan merenungkan semuanya, termasuk tentang perasaannya pada Arsa.   Haruskan ia memendam perasaannya pada Arsa? Atau justru ia akan tetap membiarkan benih cintanya untuk Arsa tumbuh?   Saat sampai di hotel tempat di mana ia akan menginap selama 1 minggu belakangan ini tepat pada pukul 8 lewat 15 menit.   Inez segera menghubungi sang Ayah, memberi tahu Ayahnya kalau ia sudah sampai di Bandung dengan selamat. Inez bukan hanya memberi tahu sang Ayah kalau ia sudah sampai di Bandung, tapi Inez juga memberi tahu Nesya.    Inez baru saja meletakkan ponselnya di meja saat ponselnya berdering. Inez menunduk, lalu meraih ponselnya saat ia melihat nama Nesyalah yang tertera di layar ponselnya.   "Halo, Nes." Inez terlebih dahulu menyapa Nesya.   "Kakak sudah di sampai di hotel?"   "Sudah. Kakak sudah samai di hotel, kenapa?"    "Syukurlah kalau Kakak sampai di Bandung dengan selamat."  Nesya luar biasa lega begitu tahu Inez selamat sampa tujuan. "Oh iya, Kakak sampai di Bandungnya?"    Tadi Sore saat Inez menghubungi Nesya, lebih tepatnya memberi tahu Nesya kalau ia akan pergi ke luar kota, Inez memang tidak memberi tahu Nesya berapa lama ia akan berada di Bandung.   Nesya penasaran, ingin tahu berapa lama waktu yang Inez habiskan di Bandung, karena itulah ia bertanya.   "Kakak di Bandung 1 minggu, kenapa?"   "Syukurlah, itu artinya minggu depan Kakak ada di sini. Minggu depan Nesya lahiran loh, jadi Kakak harus ada di samping Nesya." Nesya merajuk di akhir kalimatnya.   Inez tak kuasa menahan tawanya begitu mendengar ucapan Nesya. "Astaga Sya, kan ada suami kamu, Reno."   "Iya sih, tapi tetap aja Nesya maunya Kakak ada di sini."   "Iya, Kakak akan pulang sebelum kamu melahirkan." "Kak," Nesya memanggil Inez dengan sangat pelan.   "Kenapa?"   "Tadi Abang Arsa bertanya sama Nesya, ke mana Kakak pergi?"   Inez sudah menduga kalau Arsa pasti akan bertanya pada Nesya ke mana ia pergi. "Lalu, kamu memberi tahunya?"   Inez memejamkan matanya, berharap kalau jawaban yang Nesya berikan sesuai dengan apa yang ia harapkan. Inez berharap kalau Nesya tidak memberi tahu Arsa ke mana ia pergi.   "Tentu saja tidak. Nesya tidak akan merusak kepercayaan yang sudah Kakak berikan. " Nesya menyahut dengan cepat.   Tanpa sadar, Inez menghela nafas lega begitu mendengar jawaban Nesya. "Terima kasih karena kamu tidak memberi tahu Abang tentang di mana Kakak berada."   "Sama-sama. Tapi, apa Nesya boleh bertanya?"   "Boleh dong, kamu mau tanya tentang apa?"   "Apa Kakak dan Abang sedang bertengkar. Kakak tidak biasanya seperti ini, jadi Nesya berpikir kalau Kakak dan Abang sedang bertengkar."   "Tidak, Kakak dan Abang Arsa sama sekali tidak sedang bertengkar." Inez dengan cepat membantah. "Kakak dan Abang baik-baik saja Sya, Kakak hanya tidak mau Abang kamu tahu di mana Kakak, karena dia pasti akan datang ke sini, lalu merusak waktu liburan Kakak," lanjutnya dengan santai.   Dirinya dan Arsa memang tidak sedang bertengkar, jadi ia sama sekali tidak berbohong pada Inez.   Inez dan Nesya terus mengobrol, 10 menit kemudian, mereka berdua memutuskan untuk mengakhiri panggilan telepon.   Inez harus istirahat, begitu pun dengan Nesya.   Setelah panggilan teleponnya dengan Inez berakhir, Nesya lalu mengalihkan atensinya pada sang suami yang sejak tadi duduk di sampingnya.   "Bagaimana menurut Abang? Apa Abang percaya dengan jawaban yang Kak Inez berikan? Kak Inez bilang kalau Kak Inez tidak sedang bertengkar dengan Abang Arsa." Tadi, Nesya meloudspeker panggilannya dengan Inez. Nesya sengaja melakukan hal itu agar sang suami juga bisa mendengar jawaban yang Inez berikan.   "Abang percaya dengan jawaban yang Inez berikan. Dia dan Abang Arsa memang tidak sedang bertengkar." Reno yakin kalau Arsa dan Inez memang tidak sedang bertengkar, tapi di saat yang bersamaan ia juga yakin kalau Inez sedang menjaga jaraknya dengan Arsa.   "Iya sih, Nesya juga yakin kalau mereka berdua tidak sedang bertengkar."   "Ya sudah, itu artinya bagus dong. Iya kan?"   "Seharusnya Nesya merasa lega, tapi kenapa perasaan Nesya sama tidak lega ya? Nesya malah semakin cemas, sama mereka berdua."   Reno menarik dalam nafasnya, lalu meraih kedua tangan sang istri, kemudian membelai punggung tangannya. "Sayang, ini sudah malam, sebaiknya kita tidur. Ingat nasehat dari Dokter? Kamu tidak boleh stres atau banyaj pikiran."   "Baiklah, ayo kita istirahat."   Reno dan Nesya akhirnya tertidur dengan pulas. Tapi hal yang berbeda justru terjadi pada Arsa.   Arsa merasa tubuhnya sangat lelah mengingat ada banyak sekali kegiatan yang hari ini ia lakukan di rumah sakit, dan ia juga sangat mengantuk, tapi entah kenapa, kedua matanya sulit sekali terpejam.   Begitu berbaring di tempat tidur, ia malah terus memikirkan Inez, Inez, dan Inez. Arsa sudah mencoba untuk tidak memikirkannya, tapi saat ia mencoba untuk tidak memikirkannya, ia malah memikirkannya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD