16 - Kejutan - √

2021 Words
Hari ini adalah hari ulang tahun Narendra, jadi semua orang sangat sibuk mempersiapkan kejutan. Narendra tidak terlalu suka dengan acara semacam perayaan ulang tahun yang besar, atau mengundang banyak sekali orang, kecuali ulang tahun perusahaan. Oleh karena itulah, Ashila dan Erlina hanya menyiapkan perayaan secara sederhana. Saat ini, Arsa dan juga Inez sudah ada di kediaman kedua orang tua Inez. Yang datang bukan hanya Arsa dan Inez, tapi sahabat-sahabat Inez juga turut datang. Mereka terdiri dari, Arion, Reifan, Keysa, Asyifa, Dion, Lia, dan Wulan. Reno dan Nesya tidak bisa ikut, karena saat ini pasangan suami istri tersebut sedang sibuk mengurus kedua anak kembar mereka. Reno dan Nesya sudah menitipkan kado untuk Narendra pada Arsa, dan Arsa sudah memberikannya pada Inez. Ini bukan kali pertama mereka ikut dalam merayakan ulang tahun Narendra, ada yang kali kedua, ketiga bahkan keempat kalinya. Arsa adalah orang yang tidak pernah absen, lain halnya dengan sahabat Inez yang lainnya yang terkadang absen. Alexander dan Alexa juga datang. Keduanya datang tak lama setelah Inez dan para sahabatnya tiba. Saat menyiapkan pesta sambutan untuk ulang Narendra, Ashila dan Erlina tidak melibatkan Inez. Ini bukan kali pertama dirinya tidak ikut terlibat, jadi Inez tidak terlalu ambil pusing. Dulu saat pertama kali, kedua kali, ketiga kali, ia tidak dilibatkan dalam perayaan ulang tahun sang Ayah, tentu saja ia sedih, teramat sangat sedih. Tapi semakin lama ia semakin terbiasa, dan kini ia bahkan sama sekali tidak merasa sedih, karena sekarang justru ia bersyukur karena Ibu serta adiknya tidak melibatkan dirinya. Saat Inez serta para sahabatnya datang ke rumah, semua persiapan sudah siap. Jadi mereka semua hanya tinggal menunggu Narendra sampai di rumah. Hari ini Narendra kembali dari Singapura, tepat di tanggal kelahirannya. Semua orang bergegas berdiri di depan pintu utama begitu mendengar suara mesin mobil milik Narendra memasuki halaman rumah. "Ayah, selamat ulang tahun!" "Om, selamat ulang tahun!" Semua orang mengucapkan kalimat tersebut dengan kompak. Narendra jelas sangat terkejut, tapi selang beberapa detik kemudian, senyum lebar menghiasi wajahnya yang sudah tak lagi muda. Narendra luar biasa senang dengan kejutan yang baru saja ia dapatkan, apalagi ketika ia melihat senyum lebar Inez. Secara bergantian, semua orang menyalami Narendra. Orang yang terakhir menyalami Narendra adalah Inez. Narendra merentangkan kedua tangannya, dan Inez maju, masuk dalam pelukan Narendra. Inez membalas pelukan Narendra dengan sangat erat. "Inez senang karena Ayah pulang dengan selamat," lirih Inez dengan perasaan yang luar biasa lega. Hal yang paling Inez takutkan adalah kehilangan Narendra. Saat Narendra pergi keluar kota ataupun pergi ke luar negeri, Inez selalu takut, takut kalau pesawat yang Ayahnya tumpangi mengalami kecelakaan. Jadi ketika Narendra pulang dengan selamat, Inez lega sekaligus bersyukur. Akhirnya ia bisa kembali bertemu dengan Ayahnya, dan mereka bisa kembali menghabiskan waktu bersama. "Ayah juga senang karena Ayah bisa pulang, dan berkumpul lagi dengan kamu." Narendra melabuhkan kecupan di ubun-ubun sang putri. "Ayah, pasti belum makan siang. Inez buat tumpeng nasi kuning untuk Ayah, juga untuk kita semua." Jika Ashila dan Erlina menyiapkan kueh ulang tahun, maka Inez menyiapkan nasi tumpeng yang cukup besar untuk mereka makan siang. Inez memang tidak memberi tahu Ibu serta adiknya kalau semua sahabatnya akan datang. Inez yakin, pasti Ibunya kesal karena ia tidak memberi tahu kalau sahabatnya akan datang, karena Ibunya tidak menyiapkan apapun untuk mereka. Inez juga tidak memberi tahu sang Ibu kalau ia membuat nasi tumpeng. Tadi saat melihat para sahabat prianya menggotong nasi tumpeng, lalu para sahabat perempuannya membawa makanan yang lainnya, Ashila dan Erlina terkejut. Ashila ingin sekali marah, tapi ia tidak bisa marah saat itu juga. Ashila sempat memberi Inez tatapan tajam, tapi Inez sama sekali tidak memperdulikannya. Saat menunggu Ayahnya pulang, Inez terus bersama para sahabatnya, karena jika ia sendiri, Ashila pasti akan menghampirinya, dan mungkin memarahinya. "Wah, kamu buat nasi tumpeng sendiri?" "Inez sama sahabat Inez yang buat, kita juga di bantu sama Chef restoran Inez, karena kita buatnya di restoran Inez." Inez memang membuat langsung nasi tumpeng tersebut. Ia tidak sendiri, tapi di bantu oleh sahabat-sahabatnya, serta para chef di restoran miliknya. Ashila dan Erlina luar biasa kesal, tapi mereka berdua tetap tersenyum. Tidak mungkin mereka memasang raut wajah kesal, nanti sahabat-sahabat Inez menyadarinya. Mereka berdua harus menjaga image mereka. "Ayah memang belum makan siang, pasti enak banget kalau makan nasi tumpeng buatan kalian semua." "Ya sudah, ayo kita makan siang sekarang. Inez dan sahabat Inez sudah lapar." Narendra mengangguk, setuju. "Ayo, Ayah juga sudah lapar." Mereka semua pergi menuju meja makan. Di meja makan sudah ada banyak sekali makanan yang tersaji, mulai dari nasi tumpeng serta lauk pauknya, lalu ada buah-buahan yang sudah di tata dalam piring kecil, serta ada juga minuman segar. Narendra memotong tumpeng tersebut, dan potongan tersebut di berikan pada Inez. Untuk kesekian kalinya, Ashila dan Erlina kembali merasa kesal, tapi sama seperti sebelumnya, mereka tetap memasang senyum manis di wajah mereka. Arsa sempat mengabadikan momem saat Narendra memberikan potongan tumpeng pada Inez, dan terus mengabadikan momen lainnya dengan kamera yang ia bawa. Setelah potong tumpeng selesai, Narendra mempersilakan semua orang untuk makan begitu pun dengan dirinya. Inez menghampiri Narendra, kembali memeluk sang Ayah yang saat ini sedang makan. "Kenapa Sayang?" "Inez masih kangen sama Ayah." Narendra terkekeh. "Iya, Ayah juga kangen banget sama kamu." "Ayah." "Apa sayang?" "Ayah ganti parfume ya? Kok wanginya beda dari yang biasanya." Sekarang Inez yakin kalau Ayahnya memang mengganti parfumenya. Ashila yang duduk tak jauh dari Narendra lantas menatap sang suami dengan raut wajah bingung. Parfume yang Narendra gunakan berbeda? Apa iya? Kenapa ia sama sekali tidak sadar? Padahal tadi dirinya dan Narendra juga berpelukan. "Iya Sayang, Ayah memang mengganti parfume Ayah. Bagaimana? Apa kamu suka sama wanginya?" "Suka, parfume yang ini wanginya lebih lembut dari pada parfume yang sebelumnya. Parfume yang sebelumnya, baunya terlalu strong." "Iya, Ayah juga suka sama wanginya. Ayah beli parfume ini di Singapura. Ayah beli banyak dengan aroma yang berbeda-beda, nanti kamu bisa kasih sahabat kamu kalau mereka memang mau." Inez senang, dan ia yakin kalau semua sahabatnya pasti tidak akan menolak. "Nak, biarkan Ayahnya makan dulu ya." Ashila menegur dengan lemah lembut, padahal pada kenyataannya, Ashila ingin sekali berteriak pada Inez, kesal karena hari ini benar-benar membuatnya marah. "Iya Bu." Inez lalu pamit, memilih untuk bergabung bersama dengan teman-temannya. Saat ini, Narendra dan Ashila sudah ada di kamar. Narendra akan pergi mandi, sedangkan Ashila akan menyiapkan pakaian untuk suaminya tersebut. "Mas." "Apa?" Narendra menyahut tanpa berbalik menghadap istrinya. Saat ini Ashila berada tepat di belakang Narendra, lebih tepatnya sedang duduk di sofa. "Bagaimana pendapat kamu tentang Arsa?" Ashila bertanya dengan antusiasme tinggi. "Beberapa hari yang lalu kamu sudah bertanya tentang hal yang sama, dan aku sudah memberikan pendapat aku tentang Arsa." 2 minggu yang lalu, Ashila mengajukan pertanyaan yang sama seperti yang tadi di ajukan padanya, saat itu juga ia memberi Ashila jawaban. Kerena itulah ia berpikir untuk tidak lagi mengulang jawabannya. "Arsa cocok ya jika bersanding dengan Erlina." Narendra sontak berbalik menghadap Ashila, menatap istrinya tersebut dengan raut wajah bingung. "Maksud kamu apa? Arsa dan Erlina berpacaran? Lalu keduanya ingin menikah? Begitu?" tanyanya beruntun. Ashila sontak menggeleng. "Tidak, mereka berdua tidak pernah berpacaran. Tapi mungkin sebentar lagi akan berpacaran," ucapnya penuh percaya diri. "Kamu tidak bisa menjodohkan mereka, kamu tahu itu." Narendra seketika berpikir kalau Ashila akan menjodohkan Erlina dengan Arsa. Jika mendiang kedua orang tua Arsa masih ada, pasti Ashila akan berusaha untuk menjodohkan Arsa dengan Erlina. Meskipun ia yakin kalau kedua Arsa akan menolak dengan tegas usulan tersebut. "Tentu saja aku tahu. Lagipula aku yakin kalau Arsa dan Erlina berjodoh, jadi tidak perlu ada jodoh menjodohkan." "Kamu yakin banget kalau mereka akan berjodoh." Narendra mengatakan kalimat tersebut dengan nada mengejek, karena ia memang tak habis pikir, bisa-bisanya Ashila yakin kalau Arsa dan Erlina akan berjodoh. Ashila hanya diam, memilih tidaj menanggapi ucapan sang suami karena ia bingung dengan jawaban apa yang harus ia berikan.. Di luar, Narendra dan Ahsila terlihat seperti pasangan suami istri yang lainnya, terlihat harmonis. Padahal pada kenyataannya, mereka berdua tidak seharmonis yang orang-orang lihat. Jika hanya berdua, maka mereka akan menjaga jarak, lebih tepatnya Narendra yang menjaga jarak dengan Ashila. Saat ada Inez dan Erlina, Narendra dan Ashila akan terlihat seperti biasanya, tidak menunjukkan kalau sebenarnya mereka hanya berpura-pura baik-baik saja. Kesempatan tersebut tentu saja tidak pernah Ashila sia-siakan. Ashila akan bersikap romantis pada sang suami, karena jika sedang berdua saja, sang suami tidak pernah mau bersikap romantis padanya. "Aku mau tanya sama kamu, Mas. Aku harap kamu menjawab dengan jujur pertanyaan aku." "Kamu mau tanya tentang apa? Parfume?" Narendra berbalik menghadap sang istri. Ashila sontak menggeleng. "Bukan, bukan itu. Aku mau bertanya tentang siapa orang yang sudah memberi kamu kado dasi dan juga kemeja itu?" tanyanya sambil menunjuk kotak kado yang tadi ia simpan di atas tempat tidur. Narendra mengikuti arah telunjuk Ashila. "Dari salah satu rekan kerja aku, memangnya kenapa?" "Kamu tidak sedang berbohongkan?" "Kenapa? Kamu tidak percaya sama aku?" tanya Narendra seraya berbalik memunggungi Ashila. "Memangnya kamu pikir siapa orang yang memberi kado itu sama aku? Selingkuhan aku?" "Mas!" Teriak Ashila pada akhirnya. Narendra berbalik menghadap Ashila, kali ini menatap Ashila dengan tajam. Ashila menarik dalam nafasnya, lalu membuang pandangannya ke arah lain. "Sebaiknya kamu pergi mandi, aku akan siapkan pakaian untuk kamu." Narendra lekas pergi ke kamar mandi, sementara Ashila bergegas untuk menyiapkan pakaian sang suami. "Tenang Ashila, semuanya pasti akan baik-baik saja. Suami kamu tidak mungkin selingkuh lagi dengan perempuan lain." Ashila bergumam, meyakinkan dirinya sendiri kalau sang suami memang tidak selingkuh. Setelah menyiapkan pakaian untuk Narendra, Ashila keluar dari kamar. Tujuannya sekarang adalah ruang makan. Ashila ingin melihat apa yang sedang terjadi di sana, dan ia berharap kalau sang putri sedang melakukan pendekatan dengan Arsa. Begitu keluar lift, Ashila pergi menuju ruang makan, tapi ketika jaraknya dengan ruang makan tinggal sedikit lagi, Ashila tidak mendengar suara apapun, seolah ruang makan dalam keadaan kosong. Padahal sebelumnya di ruang makan sangat ramai. Begitu memasuki ruang makan, Ashila hanya melihat Erlina. Putrinya tersebut sedang duduk sambil terus mengaduk-aduk makanannya. Ashila segera menghampiri Erlina yang saat ini terlihat murung, sekaligus sedih. Apa yang terjadi pada Erlina? Siapa orang yang sudah membuat putrinya tersebut menjadi murung? "Sayang, kok kamu di sini?" Ashila mengusap penuh kasih sayang bahu sang putri. "Arsa mana? Dia sudah pulang ya?" Ashila mengedarkan pandangannya ke segala penjuru rumah, tapi ia tidak melihat Arsa. Bukan hanya Arsa yang tidak ada, tapi Inez serta sahabat-sahabat Inez yang lainnya juga tidak ada. "Mereka makan di taman belakang, Bu." Erlina menyahut lirih, tapi terlihat sekali kesal. "Makan di taman belakang?" Erlina mengangguk. "Iya, mereka semua makan di taman belakang." "Lalu, kenapa kamu enggak ikut makan di taman belakang?" Ashila menarik kursi yang berada tepat di samping kanan Erlina, lalu duduk di sana. Erlina berbalik menghadap Ashila dengan raut wajah yang semakin murung. "Tadi Erlina ikut makan sama mereka, tapi mereka semua mengabaikan Erlina, Bu. Kak Arsa juga terus sama Kak Inez, jadi Erlina tidak punya kesempatan untuk berduaan dengan Kak Arsa, kan Erlina sebal jadi Erlina mending di sini aja," adunya dengan raut wajah sedih. "Mereka benar-benar kurang ajar!" Ashila menggeram, kesal sekaligus marah. "Pasti Kakak kamu sudah bercerita yang tidak-tidak tentang kamu sama teman-temannya itu." "Sepertinya memang begitu. Ih, Erlina kan kesal. Erlina ingin mengobrol dengan Kak Arsa, tapi Erlina tidak punya kesempatan untuk mengobrol." "Kakak kamu memang menyebalkan," gerutu Ashila dengan emosi membara. Tanpa Ashila dan Erlina sadari, ada yang mendengar obrolan antara Ibu dan anak tersebut, bukan Arsa ataupun Inez, tapi sahabat-sahabat Inez. Lebih tepatnya, Keysa, Asyifa, dan Arion. Keysa akan memasuki ruang makan, lalu mengatakan pada Ashila dan Erlina kalau Inez tidak pernah sekalipun menjelek-jelekkan Erlina di hadapan mereka semua. Justru Erlinalah yang selalu bersikap buruk, berusaha menjelekkan Inez di hadapan mereka semua. Itulah alasan kenapa dirinya dan juga sahabat Inez yang lainnya tidak suka pada Erlina. Arion dan Asyifa tahu apa yang akan Keysa lakukan, karena itulah keduanya menahan Keysa, lalu membawa Keysa kembali ke belakang. Awalnya mereka akan mengambil minuman, tapi sepertinya mereka harus membawa Keysa terlebih dahulu ke belakang guna menghindari hal-hal yang tidak di inginkan. Arion dan Asyifa tidak mau Keysa bertengkar dengan Ashila di hari ulang tahun Ayah Inez. Inez pasti akan sangat sedih, begitu pun dengan Narendra, apalagi jika sampai Narendra tahu apa alasan pertengkaran tersebut terjadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD