Tiga

1095 Words
"Are you okay?" pertanyaan itu yang langsung terlontar saat Alya bangun dari seorang gadis peranakan Amerika, Nancy-pacar Ardi. Gadis itu membantu Alya bangun, kemudian ia meneriaki nama pacarnya, lalu beberapa teman Alya yakni Kiran, Dian, Arya dan Soraya datang. Mereka semua sedang berkumpul di rumah Nancy. Alya masih diam, kepalanya terbentur lantai dua kali hari ini dan itu terasa lumayan sakit. Soraya, Ardi, Kiran, dan Dian menatap Alya dengan sedikit cemas dan menunggu ia mengucapkan sesuatu. Ditatapnya baik-baik teman-temannya yang mengelilinginya satu per satu. Nancy memberikan air putih dalam gelas kepada Alya. Alya menerima dan meneguknya perlahan hingga tandas. Setelah meletakkan gelas kosong, Alya kembali menatap Dian dengan tatapan bingung. "Lo gak lihat siapa perempuan yang ada di sebelah perempuan tua tadi, An? " tanya Alya cemas dan heran. Dahi Dian berkerut, ia mencoba mengingat dengan jelas sosok yang disebutkan oleh Alya. Tetapi, ia beneran gak melihat siapapun di samping perempuan tua aneh yang berdiri di depan sekolah mereka tadi. Jika biasanya ia juga bisa melihat makhluk tak kasat mata seperti Alya dan Kiran, tapi kenapa soal perempuan yang diceritakan oleh Alya tak bisa ia lihat juga? Dian menoleh ke arah Kiran yang menatapnya dengan tatapan menunggu dan bertanya-tanya, sama dengan tatapan teman-temannya yang lain. Dari sekian temannya itu hanya Nancy yang terlihat sangat kebingungan dengan apa yang sedang teman-teman pacarnya bicarakan saat ini. Ia tak begitu paham bahasa Indonesia. Kiran menoleh ke arah Alya, tatapannya ragu-ragu dan ia bingung harus menanyai Alya dari mana terlebih dahulu. Kiran tahu betul bahwa kedua sahabatnya yakni Dian dan Alya memiliki kekuatan lain yang sama seperti yang ia miliki, seperti bisa melihat makhluk kasat mata yang bisa ia lakukan. Dulu sekali, saat Kiran dan Alya masih tetanggaan, terkadang Alya terlihat ketakutan saat melewati pemakaman, apalagi jika ada orang yang baru saja meninggal. Jika sudah begitu, sosok yang dilihat Alya pasti bukanlah sosok yang ramah melainkan sosok yang menyeramkan. "Seberapa seram sosok yang kamu lihat? " tanya Kiran suatu kali. Kiran tak seperti Alya, kalau Kiran hanya bisa melihat sosok-sosok itu yang menyeramkan bagi manusia pada umumnya tanpa bisa merasakan aura apa yang terpancar dari diri mereka, berbeda dengan Alya. Alya bisa merasakan semua hal yang dirasakan arwah-arwah gentayangan. Rasa dendam, rasa amarah, rasa sedih, rasa terluka, rasa bahagia dan masih banyak lagi perasaan yang dibawa mati arwah-arwah gentayangan tersebut. Dengan bibir yang terus saja bergetar, Alya masih menunduk dan merasa sangat ragu menjawab pertanyaan Kiran barusan. Bulu kudunya sudah berdiri semua dan ia benar-benar ingin meninggalkan hutan sesegera mungkin, berbeda dengan Kiran yang biasa saja meski ia juga bisa melihat seberapa banyak arwah-arwah penghuni hutan tempat mereka berada sekarang ini. Alya tak ingin berlama-lama di dalam sana, tak hanya aura menegangkan yang ia rasakan saat pertama kali menginjakkan kaki di hutan. Tapi Alya juga merasakan banyak dendam yang terpendam dari arwah-arwah yang ada di hutan. Alya masih bungkam dan berusaha setenang mungkin, ia tak ingin para arwah tahu kalau ia memiliki pengelihatan luar biasa. Karena jika tidak, beberapa diantara para arwah itu atau bisa saja semua arwah itu mengikutinya kemanapun ia pergi. Seperti saat ia kecil dulu. Meminta bantuannya menuntaskan dendam atau mengatakan sesuatu kepada keluarga mereka. "Sangat menyeramkan, kah Al? " pertanyaan Kiran membuyarkan lamunan Alya mengenai pengalaman mereka dulu. Alya tak tahu alasan apa yang membuatnya menjadi pribadi yang istimewa seperti ini. Sesungguhnya ia tak menginginkan hal ini, ia ingin normal seperti manusia-manusia lainnya. Tapi tak mungkin. "Aku... Aku baik kok... " jawab Alya seraya beranjak dari posisinya yang bersandar dan duduk tegak. Ia masih memikirkan gadis mengerikan yang ia lihat tadi di sekolah "Kenapa gue dan Kiran gak bisa lihat apa yang lo lihat?" tanya Dian heran. Soraya dan Ardi hanya berkali-kali saling pandang tak mengerti. Mereka berdua menunggu, menunggu salah satu dari teman-temannya menceritakan secara utuh apa yang sebenarnya tengah terjadi. Alya ragu ingin menceritakan mimpinya di sekolah tadi kepada para sahabatnya meski sebenarnya ia ingin membagi ceritanya. Ia memilih untuk membungkamnya sementara waktu. "Mungkin gue cuma salah lihat... " kata Alya. Teman-temannya masih menatapnya tak percaya. Mereka saling pandang satu sama lain dan kembali melemparkan pandangan ragunya kepada Alya yang dibalas dengan senyum keterpaksaan oleh Alya. Dian menghela napas berat. Dari sekian sahabatnya itu, hanya Dian yang paling mengerti soal Alya dan ia memilih menunggu Alya buka suara tanpa memaksanya sama sekali. "Lo yakin, Ra? Maksud gue, lo yakin lo baik-baik aja? Muka lo masih pucat... " kata Raya ragu. Alya melemparkan senyum ke arah Raya yang sangat cantik dengan rambut model boxnya. "Haloo, everyone, let's eat some fresh fruit... " kata Nancy sembari berjalan dari arah dapur dengan membawa satu buah nampan aneka buah segar yang siap makan dengan bibir yang tersenyum merekah. Alya memandang Nancy dengan seksama. Perlahan langkah Nancy melambat di mata Alya. Aura Nancy yang bahagia perlahan berubah menjadi sedih tanpa alasan. Jantung Alya berdegup sangat kencang, jika sudah begini ia tahu ada apa, ia hanya tinggal menunggu saja. Hanya selang beberapa detik saja, Alya bisa melihat dengan sangat jelas noni cantik sedang menempel di belakang Nancy. Alya sempat memalingkan wajahnya saat arwah cantik yang memakai pakaian ala noni belanda dengan darah yang menodai pakaiannya yang berwarna putih itu menoleh tak sengaja ke arah Alya. Keringat dingin seketika menyerbu dahi Alya. Ia mencoba untuk tenang meski debaran jantungnya berdebar sangat kencang. Ditatapnya Dian saat Nancy meletakkan nampan berisi buah itu di meja di depan Alya. Gaun putih berdarah milik arwah yang menempel pada Nancy berbau amis. Alya harus menahan napasnya saat bau itu kuat-kuat menusuk hidungnya. Ditatapnya Dian dan Kiran secara bergantian dan mereka berdua mengangguk mengerti, seolah mereka juga tahu kalau Nancy sedang ditempeli makhluk halus. Alya berusaha menenangkan gejolak jantungnya sebelum akhirnya ia memberanikan diri menatap Nancy yang duduk di sebelah Ardi. Diperhatikannya arwah itu baik-baik dengan mata yang menatap dan mengajak bicara Nancy. Alya terus mengajak Nancy bicara. Nancy berulang kali memegang tengkuknya yang terasa pegal akibat arwah itu yang menempel kepadanya. Alya jadi merasa kasihan kepada Nancy dan ingin mengusir arwah itu pergi dari Nancy. Ketika ia ingin berbicara kepada Dian, dengan gerakan cepat dan sangat kilat arwah yang menempel pada Nancy telah berpindah duduk di samping Alya. Seorang arwah yang tersenyum di telinga Alya yang membuatnya begidik ngeri. Alya masih berusaha berlagak pilon ketika arwah tersebut menggoda telinganya. Tetapi sebuah kalimat aneh terlontar dari arwah tersebut yang sontak membuat Alya menoleh menatap dengan mata yang membulat sempurna arwah tersebut. Kalimat yang membuat Alya ternganga, tapi tidak dengan sang arwah yang tersenyum jahil ke arahnya. "Yang kau lihat di sekolah tadi adalah bagian dari kesalahan masa lalu... " kata noni belanda cantik itu kepada Alya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD