Bab 18

1669 Words
Keanan saat ini berada di tempat spa yang disediakan oleh pihak hotel. Sore hari akhirnya ia melanjutkan rencananya yang ingin melakukan massage.  Sudah hampir satu jam Keanan berada di ruangan itu. Me-nonakftifkan ponselnya demi mendapatkan ketenangan dalam pijatan-pijatan lembut yang para therapist lakukan.  Malam nanti ia sudah berjanji akan berdiskusi mengenai pertemuan besok dengan Nadia. Walaupun pertemuannya dengan Tuan Richard hanya untuk menandatangani surat perjanjian kerja sama yang sudah disepakati, tetapi Nadia bersikukuh untuk mendiskusikannya sebelum keduanya bertemu dengan pengusaha tersebut.  "Merepotkan! Itu bukan pertemuan yang mengharuskan dirinya ataupun gadis itu mempersiapkan diri. Mengapa ia mesti seheboh itu?" Keanan bergerutu sejak langkah kakinya kembali menaiki tangga.  Massage yang Keanan lakukan telah selesai. Kini ia bersiap untuk menyantap hidangan makan malam. Lelaki itu berencana akan menikmati makan malam di pinggir pantai. Menikmati hidangan seafood yang biasanya ia nikmati bersama kekasihnya —Maura. Begitu Keanan berjalan di lorong lantai kamar, dirinya melihat Nadia keluar dari sebuah kamar. Kamar yang bersebelahan tepat dengan kamar dirinya.  "Jadi, kamar yang papa pesan di situ." Keanan bicara dalam hati.  Lelaki itu tampak cuek ketika sang istri berjalan mendekat ke arahnya. Namun, langkah kaki Keanan terhenti ketika Nadia bicara dengannya tiba-tiba.  "Kamu tidak lupa untuk membicarakan masalah pertemuan besok dengan Tuan Richard, 'kan?" Sama sekali tidak mengalihkan pandangannya, Keanan menjawab tanpa menatap istrinya itu.  "Aku tidak lupa. Tapi, kalau kamu bersedia untuk menungguku selesai makan malam tentunya." "Ya, aku akan tunggu. Kabari saja kalau kamu sudah selesai."  Setelah percakapan itu, Keanan melanjutkan langkahnya menuju kamar. Sedangkan Nadia yang berencana untuk turun ke restoran, juga berjalan untuk memasuki lift yang akan mengantarnya ke lantai bawah.  "Kita memang harus bercerai. Sepertinya aku harus meminta papa untuk membantuku lepas dari putra bungsunya itu," batin Nadia, yang lama kelamaan jengah dengan interaksi mereka berdua.  Air mata memang sudah tak keluar lagi dari mata Nadia, sebab beberapa hari ini ia tidak melihat kemesraan suaminya itu dengan kekasihnya.  Ya, Nadia memang masih sering menangis kalau menyaksikan suaminya itu bermesraan dengan Maura di depannya. Ia akan mengeluarkan air mata tanpa ia pinta, di dalam kamar setelah menonton adegan mesra yang sepertinya suaminya sengaja lakukan.  Sejujurnya Nadia sudah tak ingin menangis lagi. Ia sudah lelah. Itulah sebabnya ia meminta bercerai dari hubungan pernikahan yang menurutnya sama sekali tidak berguna. Keputusan Tuan Hari yang menurutnya terlalu memaksa hanya karena aksi bodoh Keanan yang dilakukan lelaki itu tanpa sadar.  Nadia sudah tiba di lantai bawah. Tepat ketika ia akan berbelok ke arah restoran, ia bertemu dengan Oscar. Lelaki yang ia kenal sebagai sahabat suaminya.  "Mas Oscar!" "Nadia!" Pekik keduanya membuat beberapa pasang mata di sekitar area lobi memandang ke arah mereka.  "Mas Oscar ngapain di sini? Ada pekerjaan?" tanya Nadia yang kini sudah saling berhadap-hadapan dengan lelaki bertubuh sedikit gempal tersebut.  "Enggak kok, Nad. Aku baru balik dari Singapur. Suami kamu tuh yang nyuruh aku ke sini. Kangen dia." Terkenal Oscar bercerita.  "Oh. Mau menemuinya sekarang?"  "Ehm, kamu mau ke mana?" tanya Oscar balik.  "Aku mau ke restoran, makan. Mas Oscar mau ikut makan malam bareng aku? Udah makan belum?" "Belum lah, Nad. Aku juga baru nyampe. Sebenarnya sih udah nyampe dari siang di Bali, kebetulan ketemu sama temen lama jadi ngobrol dulu deh. Eh, sampai lupa kalau ada janji sama si Keanan. Langsung buru-buru ke sini, belum sempet makan malam deh." "Jadi, mau ikut bareng aku atau mau sama Keanan?" Nadia kembali menawarkan.  Terlihat Oscar berpikir. Keanan tadi bilang baru selesai massage. Melalui chat yang lelaki itu kirimkan, kemungkinan turun untuk makan malam tidak akan secepat yang Oscar bayangkan.  "Ya udah, aku ikut bareng kamu deh. Nanti kalau Keanan ajak makan, tenang, masih ada stock tempat di perutku ini," ucap Oscar sembari membelai perutnya yang sedikit tambun, kemudian tertawa dengan ucapannya sendiri.  Nadia pun tersenyum melihat tingkah lucu sahabat Keanan itu. Statusnya sebagai seorang eksekutif muda, tidak menjadikan diri Oscar sebagai lelaki angkuh atau arogan seperti kebanyakan eksekutif muda di luar sana. Lelaki itu malah terlihat ramah bahkan lucu. Nadia pikir, tak ada ketakutan atau kengerian sama sekali bagi anak buah Oscar jika memiliki atasan sepertinya. Tidak seperti Keanan yang ditakuti oleh sebagian karyawan di perusahaan milik papanya itu.  "Ya udah, ayo! Kamu mau ajak aku makan di mana?" ajak Oscar.  "Tadinya aku mau ke restoran hotel aja. Tapi, kalau kamu punya ide lain, aku akan ikut." Oscar diam sebentar. Bersikap seolah sedang berpikir, kemudian ia pun bicara.  "Bagaimana kalau kita makan di luar aja. Aku tahu tempat makan enak di pinggir pantai." Lelaki itu menunggu jawaban gadis di depannya.  "Boleh. Ayo!" "Ayo!" Keduanya pun pergi ke luar hotel, berjalan kaki menuju pantai yang tak jauh dari posisi hotel di mana Nadia menginap.  "Kamu suka seafood 'kan?" tanya Oscar.  "Suka banget." Keduanya mengobrol santai sambil berjalan. Banyak orang yang berlalu lalang di sekitar jalan yang mereka lewati. Waktu baru menunjukkan pukul tujuh malam. Tentu saja masih ramai orang.  "Masih jauh, Mas?" tanya Nadia yang sudah berjalan cukup jauh dari hotel.  "Enggak. Itu restorannya." Oscar menunjuk sebuah restoran dengan bangku-bangku yang berjejer di pinggir pantai.  "Kamu capek, Nad?" tanya Oscar meledek.  "Enggak. Aku pikir tadinya, kalau tempatnya jauh kenapa enggak naik kendaraan saja." "Apakah menurut kamu tempat yang kita kunjungi ini terlalu jauh dari hotel yang kamu tempati?" "Kalau di sini sih enggak, Mas. Masih terjangkau lah." Keduanya pun mencari bangku yang nyaman untuk mereka duduki.  "Di Bali itu lebih enak jalan kaki, Nad. Paling kalau perjalanannya sedikit jauh, nyewa motor aja. Lebih puas menikmati pemandangan," jelas Oscar sambil duduk di salah satu bangku.  "Iya sih, Mas. Dulu aku waktu liburan sama temen-temen kantor ke sini, enggak pernah naik mobil. Paling kalau kita mengunjungi obyek wisata satu ke obyek wisata lainnya, kita akan diantar sama pihak agen tour yang kita sewa." "Nah iya begitu." Setelah mereka duduk, seorang waitress mendekat dan menyodorkan dua buku menu.  "Mau pesen apa, Nad?" tanya Oscar sambil membuka buku menu tersebut.  Hal yang sama juga Nadia lakukan, tetapi gadis itu kembali menutup menu dan menaruhnya di atas meja.  "Yang tahu tempat ini 'kan Mas Oscar, jadi Mas aja yang pesan. Aku, apapun makanan laut pasti suka." "Bener nih! Nanti aku pesenin kuda laut bakar mau?" ledek Oscar.  "Emang ada di sini?" "Ada yah, Mbak?" tanya Oscar iseng sembari mengedipkan sebelah matanya.  "Hehe, enggak ada, Mas." Terkekeh sang waitress menanggapi lelucon Oscar.  "Tuh 'kan, jangan ngaco. Udah pesenin aja makanannya. Aku ikut aja." Akhirnya Oscar pun memesan beberapa makanan. Hanya seporsi nasi yang Oscar pesan, selebihnya adalah masakan laut yang menurutnya enak. Dari udang, cumi-cumi sampai tiram dengan berbagai saus, lelaki itu pesan.  "Nad, gimana hubungan kamu dengan Keanan?" tanya Oscar tiba-tiba.  Nadia cukup terkejut dengan pertanyaan yang Oscar ajukan. Lelaki itu adalah sahabat baik suaminya, tidak mungkin bukan jika Oscar tidak tahu kisah ia dan suaminya.  "Hubungan kami yang seperti apa yang Mas Oscar ingin tahu?" Nadia menjawab dengan pertanyaan lainnya.  "Ya ... tentang pernikahan kalian tentu saja." Nadia tidak langsung menjawab pertanyaan Oscar, sebab waitress tadi kembali menghampiri keduanya membawa minuman yang sudah mereka pesan.  "Terima kasih, Mbak!" ucap Nadia pada sang waitress.  "Jadi, apakah hubungan pernikahan kalian baik-baik saja?" Oscar kembali mencecar Nadia dengan pertanyaan yang sama, sembari menyeruput minuman jus jeruk yang ia pesan.  "Aku pikir Mas Oscar sangat tahu bagaimana nasib pernikahanku dengan Keanan." "Ya, aku tahu. Jujur saja, Nad, aku tidak mengerti bagaimana bisa kamu masih bertahan dengan situasi pernikahan seperti itu?" "Apakah Mas Oscar belum tahu kalau aku mengajukan gugatan cerai pada Keanan?" tanya Nadia yang cukup terkejut dengan pertanyaan yang terlontar dari mulut Oscar. Apakah lelaki itu tidak tahu kabar terbaru mengenai hubungannya dengan sang suami?  "Apa? Benarkah?" pekik Oscar kaget.  Nadia mengangguk. "Semalam baru saja aku mengatakan semua pada Papa Hari dan Mama Ranti." "Kamu bilang apa?" tanya Oscar penasaran.  "Menceritakan semua yang aku tahu dan aku rasakan selama menjadi istri Keanan." "Termasuk hubungan Keanan dengan Maura yang masih berlanjut, di belakang pernikahan kalian?" Nadia menarik napas kemudian melepasnya pelan. "Bukankah itu inti dari hubungan pernikahan kami yang sejatinya tidak baik, Mas?" Nadia menatap Oscar. Kemudian melanjutkan, "sejak awal Keanan tidak pernah menyetujui pernikahan ini. Jauh sebelum kita menikah suamiku sudah memiliki kekasih. Menurutku, bukan satu hal yang mudah memang bagi Keanan untuk melepas Maura begitu saja. Tapi satu yang tidak aku mengerti, mengapa Keanan menolak permintaan ceraiku semalam?" "Keanan tidak setuju?" Oscar tampak bingung.  Nadia mengangguk. "Keanan enggan bercerai. Ia memilih meninggalkan Maura dibanding kami harus bercerai." "Benarkah?" Oscar heran, bagaimana mungkin Keanan akan memilih Maura dan mempertahankan pernikahannya dengan Nadia. Tadi siang saja terdengar sangat jelas di telinga Oscar kalau lelaki itu enggan percaya dengan apa yang sudah dirinya perlihatkan mengenai perselingkuhan yang kekasihnya lakukan.  "Itu salah satu pilihan yang Papa Hari berikan. Kalau Keanan mau bercerai dariku maka ia bebas melakukan apapaun dan berhubungan dengan siapapun, tetapi kalau Keanan memilih tidak bercerai maka ia harus meninggalkan Maura dan semua jabatan yang ia miliki saat ini, dengan kata lain Papa Hari memang sengaja membuat Keanan bangkrut demi untuk bercerai denganku. Terlihat Papa Hari begitu marah pada putranya itu. Namun anehnya, Keanan malah enggan bercerai denganku. Aku dan Papa Hari sampai bingung saat mendengar jawaban yang Keanan berikan. Kami pikir dengan pilihan yang pastinya membuat ia kesulitan seperti itu maka Keanan akan dengan mudah mengabulkan perceraian yang aku ajukan. Tapi nyatanya, ya ... entahlah, aku sendiri tidak mengerti, Mas." "Lalu bagaimana menurutmu sendiri setelah Keanan mengambil keputusan itu?" Jujur saja Oscar kasihan pada gadis di depannya saat ini. Dua bulan menyandang status sebagai istri Keanan, tetapi kenyataan yang ada malah jauh panggang dari api. Nadia korban dari dua orang lelaki sekaligus. Keanan dan Tuan Hari.  "Aku sudah memutuskan untuk meminta Papa Hari untuk membuat kami berdua benar-benar bercerai. Aku tidak akan lagi sanggup kalau harus mendengar desahan suara Maura di setiap malam di dalam kamar suamiku, Mas!" lirih Nadia dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya. Gadis itu menangis.  Oscar beranjak dari duduknya. Ia memilih duduk di bangku sebelah Nadia kemudian mengusap punggung sang gadis. Ada nyeri di dalam hati Oscar melihat pemandangan di depannya. Tubuh itu bergetar, kembali membayangkan suara di malam-malam lalu yang sering ia dengar, yang pastinya menyakitkan hatinya.  ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD