Episode 4

1139 Words
"Oh, ini. Gue ngga sengaja ketemu Z tadi. Terus gue diajak makan siang bareng." Jonathan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya, "Ini enak loh, mau coba?" tawar Jonathan. A melirik tajam ke arah Z membuat gadis itu menunduk ketakutan. "Ngga. Lo makan aja sendiri, gue udah kenyang," ketus A pergi sambil menghentakkan kakinya. "Lo kejar dia gih," ujar Z merasa tidak enak. "Biarin aja, ntar juga dia nyamperin gue lagi. Udah, mending lo makan ntar keburu istirahat makan siang habis," balas Jonathan tidak mempedulikan kemarahan A. Ia tahu betul bahwa kekasih pertamanya itu tidak bisa berlama-lama marah dengannya. Tidak membutuhkan waktu kurang dari satu jam, gadis itu akan kembali seperti biasanya. "Ya udah kalo gitu." Jonathan dan Z sibuk menikmati makan siang mereka. Setelah habis, Z menyodorkan botol minum untuk kekasihnya. "Makasih makan siangnya. Gue masuk kelas dulu dan lo juga harus cepet-cepet masuk kelas," pamit Jonathan yang kemudian diangguki oleh Z dengan mantap. Di depan kelas, A sudah menunggu Jonathan dengan gelisah. Ia tidak terlihat seperti orang yang sedang marah. Justru, gadis itu terlihat seperti orang yang telah berbuat salah. "Jo?" panggil A langsung mengalungkan tangannya di lengan Jonathan. "Mmm ... Kenapa?" sahut Jonathan bertanya. Pemuda itu selalu bersikap cuek pada semua kekasihnya. "Gue ngerasa lo makin jauh dari gue. Lo ngga bosen karena gue terlalu sering ada di deket lo 'kan?" tanya A merasa sikap Jonathan berubah padanya. Setelah beberapa saat berpikir, A menemukan sebuah alasan mengenai perubahan sikap Jonathan padanya. "Jangan mikir yang ngga-ngga. Gue biasa aja kok dan ngga bosen sama sekali. Cuman, gue ngga suka aja sama sikap kekanakan lo," sahut Jonathan. Ia tidak suka dengan sikap yang A tunjukkan pada Reina dan Z. "Maaf. Gue cuman ngga suka aja lo terlalu perhatian sama cewek lain. Gue cuman ... Gue takut kehilangan lo, Jo," lirih A. "Gue ngga perhatian sama siapa-siapa. Baik ke lo, Reina, Z, atau cewek gue yang lain. Gue juga ada di sini dan ngga akan pergi ke mana-mana. Jadi, ngga usah mikir hal-hal yang bakal ngerugiin diri lo sendiri," sanggah Jonathan. Sejak awal, ia sudah mengatakan pada semua kekasihnya. Ia tidak bisa memberi mereka cinta. Jadi, ia tidak memberi perhatian pada mereka karena memang tidak memiliki perasaan apa-apa. Dan mengenai Reina, Jonathan hanya merasa gadis itu menarik. Belum ada tanda-tanda yang bisa membuat Jonathan jatuh cinta. "Iya, Jo," lirih A. "Jadi, lebih baik lo balik ke kelas sebelum dosen masuk," kata Jonathan karena jam istirahat sudah habis sejak tadi. "Ya udah, kalo gitu gue balik ke kelas dulu," pamit A. Beberapa jam berlalu, waktu perkuliahan pun berakhir. Jonathan langsung menuju parkiran dan pulang dengan menggunakan motor kesayangannya. Sampai di rumah, ia langsung dibuat kesal oleh kembarannya. "Aww ... " Jonathan tersungkur di lantai karena Jennifer menyengkat kakinya. Pemuda itu menengadahkan kepalanya dan melihat saudarinya menunjukkan seringaian tipis. "b******k!" umpat Jonathan bangkit berdiri. "Apa lo bilang?" Jennifer membola mendengar u*****n Jonathan. "Gue ngga bilang apa-apa," ketus Jonathan. "Ini bibir mau gue potong apa gimana? Berani-beraninya ngeluarin kata u*****n di depan gue," kata Jennifer sambil mencubit bibir Jonathan. "Apaan, sih. Salah lo sendiri bikin gue nyungsep kaya gini," sungut Jonathan menghempaskan tangan Jennifer. "Iya, iya, sorry. Gue cuman gemes aja sama lo," kata Jennifer. "Emang lo kata gue bayi," ketus Jonathan. "Bukan itu maksud gue." Jennifer merangkul leher Jonathan, "Gue denger-denger, lo lagi ngejar cewek di kampus. Kalo ngga salah namanya Reina. Lo suka sama dia?" tambah Jennifer. Beberapa hari ini, gadis itu mendengar rumor bahwa Jonathan sedang mendekati seorang gadis di kampus. Dan gadis itu bernama Reina yang merupakan teman sekelas Jennifer. "Sejak kapan gue ngejar-ngejar cewek? Lo ngga liat pacar gue bejibun? Jadi, sorry aja kalo lo bilang gue ngejar-ngejar cewek," elak Jonathan. "Cih! Gue tau pacar lo emang banyak, Jo. Tapi, gue tau kalo lo sama sekali ngga suka sama mereka. Jadi, gue yakin lo bener-bener suka sama Reina," tukas Jennifer. Ia tahu betul seperti apa saudara kembarnya. "Jangan sok tau. Gue ngga ada perasaan apa-apa sama Reina. Gue itu cuman ngerasa beda aja sama dia," elak Jonathan dan kenyataannya memang seperti itu. "Ya, ya, ya. Lo ngerasa beda karena dia ngga kayak cewek lain yang tergila-gila sama lo 'kan?" tanya Jennifer. "Kok lo bisa tau?" "Ya taulah, Reina itu 'kan temen sekelas gue. Dia itu, cewek paling pendiem dan ngga pernah melirik ke cowok ganteng sekali pun," jawab Jennifer. "Lo serius?" Kalau tahu Reina teman sekelas Jennifer. Ia tidak akan sibuk mencari gadis itu selama satu minggu ini. Ia akan langsung bertanya pada saudari kembarnya tanpa lelah mencari ke sana ke mari. "Ya seriuslah. Jadi, lo beneran suka sama Reina?" tanya Jennifer berbinar. Jika benar, maka hal itu patut disyukuri karena Jonathan akhirnya menemukan cinta pertamanya. "Bukan itu maksud gue, pinter. Maksud gue, lo beneran sekelas sama dia?" "Ya beneranlah. Masa iya gue bohong sama lo," balas Jennifer. "Lo punya nomor telepon dia ngga?" tanya Jonathan. Ia sempat memintanya langsung pada Reina. Namun, gadis itu beralasan dengan berkata tidak memiliki ponsel. "Gue ada grup kelas, tapi gue ngga pernah liat dia muncul di obrolan. Bentar, gue cek dulu," sahut Jennifer memeriksa ponselnya dan mencari nama Reina di ruang obrolan. "Gimana? Ada ngga?" tanya Jonathan. "Bentar, gue masih nyari," balas Jennifer masih sibuk mencari. "Sini duduk, biar lebih enak nyarinya," kata Jonathan menyentuh kedua bahu Jennifer dan mendudukkannya di sofa. "Gimana, gimana? Udah nemu belom?" ulang Jonathan. "Sabar apa, Jo. Lo kok bawel banget, sih Emang lo ngga liat gue masih sibuk nyari?" protes Jennifer. "Tapi, kayaknya ngga ada deh, Jo. Bentar, gue coba tanya di grup," tambah Jennifer. "Guys. Ada yang tau nomor Reina ngga?" Terlihat, seseorang sedang mengetik balasan. "Gue ngga tau. Coba yang lain ada yang punya nomor Reina ngga?" "Gue juga ngga punya." "Kayaknya, sih, Reina ngga punya HP deh. Soalnya gue ngga pernah liat dia megang HP." "Iya. Gue juga mikirnya gitu. Kita ngga pernah liat dia nimbrung di grup chat kita." "Fix. Dia emang ngga punya HP." "Oke. Thank you, guys." "Nah, lo liat sendiri 'kan?" tanya Jennifer. "Gue pikir dia bohong sama gue ngga punya nomor telepon," desis Jonathan. "Lo beliin aja dia HP baru," saran Jennifer. "Lo gila?! Kalo dia marah gimana?" "Lo yang gila. Ya jelaslah dia bakal marah. Dia bakal ngira, kalo lo itu kasihan sama dia," balas Jennifer. Ia tahu orang seperti apa Reina itu. Meskipun orang tidak punya, tapi gadis itu selalu mementingkan harga dirinya. "Jadi, gue harus gimana?" tanya Jonathan frustasi. "Bilang aja kalo lo mau ganti HP baru, tapi lo bingung mau buang di mana HP lo yang sekarang. Terus, lo tawarin ke dia mau apa ngga nampung HP lama lo," sahut Jennifer menyarankan. Ia berharap, hubungan Jonathan dan Reina bisa lancar. Ia tidak ingin saudara kembarnya terus dicap sebagai seorang playboy hanya karena kebodohan Jonathan sendiri. "Oke deh ntar gue coba. Ngomong-ngomong, makasih yah kembaranku sayang." Jonathan memeluk erat Jennifer hingga gadis itu kewalahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD