PART 1

1070 Words
Sore yang indah. Ku pandangi langit yang cerah hari ini dari lantai dua SD ku. Sambil bersandar di tembok sekolah. Mataharipun mulai turun, mewarnai langit dengan warna jingga. “ kamu sendirian aja? Ngelamun?” sapa teman ku yang seketika menyadarkanku dari kekagumanku pada langit di sore ini, namanya Rathi. Sambil mendekatiku dia menyodorkan sebuah minuman dingin. “ Thanks” jawabku singkat sembari melanjutkan kegiatanku sebelumnya. “Ngelamun jorok lu ya?”, terasa ada tangan yang menepuk kepalaku. Kutengok sejenak ternyata dia adik Rathi, yaitu Ratha. Rathi dan Ratha adalah sepasang anak kembar. Rathi perempuan sedangkan Ratha adalah laki-laki. “Itu mah elu”, sahutku seke nanya sambil mengusap kepalaku. “Jail banget sih kamu dek”, ujar Rathi sambil memukul pundak Ratha. “Abisnya ngelamun sambil senyum-senyum sendiri kan mencurigakan itu”, jawabnya sambil mengambil minuman yang ada di tangan kakaknya itu. “Ih jangan di ambil minumannya!”, Rathi berusaha merebut kembali minumannya. Sambil mendengarkan mereka dan melihat mereka saling meledek dan bercanda kuminum minuman yang diberikan oleh Rathi. “Ni minum”, ujarku sambil menyodorkan minumanku kepada Rathi. “Cie-cie cocok lu brdua”, ledek Ratha kepada kami. “Apaan sih lu dek!”, jawab Rathi sembil mencubit tangan adiknya kencang. “Ampun kak, ampun”, Ratha meringis sambil mencoba melepaskan cubitan kakaknya itu. Aku hanya tersenyum melihat tingkah laku mereka. Ku lanjutkakan memandangi langit yang cerah sore ini sambil sesekali melihat ke arah lapangan yang masih di penuhi murid SD yang bermain bola, bercanda, mengobrol. “Woi!”, terdengar teriakan seseorang dari arah tangga sekolah. Terlihat dua orang anak lelaki berjalan mendekati kami bertiga. Ratha langsung berlari menghampiri mereka dan merangkul mereka berdua. Mereka adalah Velo dan Remo. “ Teo, bagi dong minumnya”, ujar Velo. Ya, namaku adalah Teostra biasa teman-temanku memanggilku dengan sebutan Teo. Aku tinggal di kota B, dan bersekolah di salah satu SD negeri di kota B ini. Itulah sekilas tentang diriku. “Ni”, jawabku sambil menyodorkan minuman. “Eit, jangan, lu beli aja yang baru Velo. Minuman ini gua beli buat Teo. Ni duitnya”, jawab Rathi sambil menepis tangan Velo dan memberikan uang. “Gua capek Thi, tega amat gua disuruh turun lagi”, jawab Velo memelas. “Udah-udah sini gua aja yang beli, alesan lu aja capek daritadi dikantin lu kagak haus perasaan”, jawab Remo sambil mengambil uang yang ada di tangan Rathi. “Makasih sayang, makin cinta aku sama kamu”, goda Velo . “Ga jadi sendiri deh, sini sayang temenin aku”, jawab Remo sambil menarik telinga Velo. “Sakit Mo, aduh Mo sakit. Malu di liat anak-anak yang laen”, jawab Velo. Kami bertiga pun tertawa melihat tingkah laku mereka berdua. “Mau pulang kapan Teo?”, tanya Rathi, “Jam 5an kayanya”, jawabku sambil mlihat jam inding yang ada di dalam kelas. “Mau pulang duluan?”, tanyaku padanya. Ia pun hanya menggelengkan kepala. “Teo, minggu nanti maen kerumah ya, bokap sama nyokap ngadain acara keluarga, sambil namatin game yang lu kasih tau ke gua itu.”, ujar Ratha. “Suikoden?”, tanyaku., “nah iya itu, lu kan jago game begituan, pusing gua, kakak gua ini mana bisa bantu. Kebanyakan maen Barbie”, jawabnya. “Sip, minggu gua kerumah”, jawabku. Tak lama Remo dan Velo pun bergabung bersama kami bertiga. Cukup lama kami mengobrol dan ku lihat jam dinding menunjukan jam 04.55 sore. “Balik yuk, hampir jam 5 ni”, ujarku. Dijawab dengan anggukan yang serempak dari mereka berempat yang sontak membuat kami tertawa. Kami pun berjalan mnuruni tangga sekolah menuju pintu gerbang. “Yo”, sapa seorang anak lelaki sambil membersihkan kacamatanya. “Hai Cepha”, sapa Rathi, “mau pada pulangkan?”, tanya Cepha sambil memakai kacamatanya, “iyalah Cepha masa mau macul”, jawab Ratha. “Kirain kalian alih profesi sekarang, nih ambil”, ujar Cepha sambil memberikan sekantong permen karet kepada ku. “Abis malak dimana bos?”, ledek Velo, “sapa dullu dong bandar warung kan gue jadi bisa darimana aja”, jawabnya sambil memainkan kacamatanya. Cepha merupakan salah satu temanku yang bisa dibilang dialah bagian konssumsi bagi kami, karena orangtuanya memiliki kedai makanan yang tidak jauh dari sekolah sehingga tak jarang ia memberikan kami makanan ringan ataupun menjamu kami di kedainya. Sambil membuka bungkus permen karet kamipun melanjutkan perjalanan kami pulang. “Duluan ya bos”, ujar Cepha kepada kami, “Hati-hati Cepha”, ujar Rathi sambil melambaikan tangan kepadanya. Sepanjang perjalanan dari sekolah sampai di jalan raya kami habiskan bersenda gurau, terkadang Ratha menggoda kakaknya yang sedari tadi berjalan bersebelahan denganku. Velo dan Remo tidak henti-hentinya memakan permen karet yang masih tersisa sehingga pipi mereka terlihat menggelembung dipenuhi permen. “uhuk uhuk”, Velo pun terlihat tersedak, spontan kutepuk pungguk Velo dengan harapan permen yang menyumbat tenggorokannya terbuang. “aaaahhhh, hampir aja gua mati”, ujar Velo, “lu bego sih udah tau permen segede gaban maen telen aja”, ujar Remo memarahi Velo. “ Thank Teo”, ujar Velo, aku hanya mennjawabnya dengan mengangguk. Sambil berdiri menunggu angkot Ratha pun berbisik padaku “Teo, kakak gua suka tuh sama lu”, bisiknya. Spontan langsung ku lihat Rathi yang sedang bersandar di tembok dan mengunyah permen karet. “hmm”, jawabku sambil mengangkat kedua bahuku, “etdah ni bocah satu, jawabannya cuma gitu doang”. Yang kulakukan hanya melempar senyuman kepada Ratha yang disambut dengan mulut mencibir darinya. “Apa yang harus disuka dari gua? Lagian kita masih kelas 6 SD”, ujarku dalam hati. “Teo ayo”, ujar Rathi sembari menarik tanganku untuk masuk kedalam angkot. “Ngelamunin apa sih bos?”, tanya Velo dan Remo hampir berbarengan, “bukan apa-apa”, jawabku singkat. Sepanjang perjalanan pulang aku hanya terdiam memandangi ke luar jendela angkot, melihat gedung, taman, kios-kios yang terlewati. “Kita duluan ya”, ujar Ratha sembari turun dari angkot bersama kakaknya. Ku lemparkan senyum kepada mereka sambil melihat mereka menjauhi angkot kami, menyebrang jalan dan menghilang di balik gang. Angkot pun terus melaju sampai akhirnya aku tiba dirumahku, “gua duluan”, ujarku pada Velo dan Remo, “hati-hati pak bos”, jawab Velo sambil menepuk pundakku
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD