11: PENGGANGGU

1655 Words
Dirga melajukan mobilnya keluar dari cafe yang sudah menjadi favoritnya itu sejak beberapa tahun yang lalu. Belum jauh beranjak, langit menumpahkan buliran hujan dengan derasnya, bahkan sang angin pun seperti memberi peringatan jika ia akan bertiup lebih kencang di siang menjelang sore itu. Dirga melirik kekasihnya yang masih tertidur pulas, menimbang-nimbang apa yang ada di pikirannya, dan akhirnya memutuskan untuk membawa Andien ke unitnya saja. Sesampainya di parkiran apartemen, Dirga mengeluarkan ponselnya, membuka aplikasi pesan singkat lalu mengetik pesan untuk sang penerima di sana yang sangat ia sayangi. [Me] El, lagi apa nak? [Eldra] Main game Om. [Me] Main sama Anne dan Cantika juga dong El. [Eldra] Udah tadi. Sekarang anne sama cantika masih bobo. El baru di bolehin ummah main hape. [Me] Ada Ummah? Ummah dan Abah adalah panggilan Andien untuk Ibu dan Ayahnya, pun anak-anaknya mengikuti panggilan itu. [Eldra] Ada Ummah dan Abah. [Me] El, nanti mama pulang diantar Om ya. Ini mama lagi tidur. Kata mama capek dan pusing, jadi mama tidur dulu baru nanti pulang. Oke El? Dirga mengirimkan foto Andien ke Eldra agar bocah kecil itu tidak khawatir. [Eldra] Mama tadi ga bawa mobil Om. Mobilnya rusak. [Me] Iya, nanti Om antar Mama. El tolong bilang sama Ummah dan Abah bisa? Nanti Mama bangun, Om bilangin telpon Ummah dan Abah. [Eldra] Om jagain Mama ya. [Me] Pasti, nak! [Eldra] Ok, Om! [Me] Terima kasih, nak. [Eldra] Sama-sama. Dirga mengunci layar ponselnya, lalu memasukkan beda pipih hitam itu ke dalam sakunya. Melihat Andien, pria itu benar-benar tak tega membangunkan kekasihnya, tetapi melihatnya tidur dengan posisi seperti itu juga membuatnya tak sampai hati. Akhirnya Dirga mematikan mesin mobilnya, keluar dari balik kemudi, memindahkan key card ke kantong kemejanya, lalu membuka pintu untuk mengeluarkan Andien dari kendaraan itu. Dirga tak habis pikir dengan kekasihnya ini, bahkan Andien tetap tertidur pulas di gendongannya. "Bahaya banget sih ini tidurnya, pulas banget. Gimana coba kalau tadi ga sama gue." Dirga berujar pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Memasuki gedung apartement, Dirga disambut Mang Dais - salah satu staf keamanan di sana. "Sore Pak Dirga. Butuh bantuan Pak?" "Sore Mang. Iya, bisa bantu saya bukakan unit saya?" Mereka bertiga pun masuk ke dalam lift yang akan mengantarkan mereka ke lantai tujuh belas tempat di mana unit Dirga berada. "Baik Pak. Itu mbaknya kenapa Pak?" "Kecapean Mang. Ini dari tadi dibanguin tetep aja pulas." "Beneran Pak?" "Mang Dais ga usah mikir macem-macem. Kan tau saya ga pernah aneh-aneh di sini." "Hehehe. Iya Pak. Maaf saya sudah lancang." Mang Dais menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Pintu lift terbuka begitu sampai di lantai tujuan. Dirga beranjak keluar dari ruang sempit itu seraya membopong Andien, yang diikuti oleh Mang Dais. Sampai di depan unit miliknya, Dirga meminta Mang Dais agar membukakan pintu untuknya. Begitu pintu terbuka, Mang Dais pun permisi meninggalkan unit itu. Dirga melangkah masuk ke dalam kamarnya, meletakkan Andien yang masih saja bergeming dalam tidur lelapnya. Usai memastikan Andien tidur dengan nyaman, Dirga beranjak untuk meletakkan sling bag di meja kerjanya, dan saat itu pun masuk panggilan video dari nomor yang tidak ia kenal. Khawatir mengganggu Andien, Dirga memilih keluar dari kamar, duduk di sofa ruang tamu, lantas menggeser tombol hijau di ponselnya itu. Terkejut! Siapa yang tidak terkejut tiba-tiba melihat wajah Ibu dari calon istrinya ada di layar ponsel? "Aa.. Assalammu'alaikum Tante..." sapa Dirga gugup. Harusnya ia sudah menerka akan menerima panggilan ini kan? Orang tua mana yang bisa tenang saat tahu jika anak perempuannya sedang tidur dan dijaga oleh laki-laki yang bahkan belum mereka kenal? Jangan salahkan Dirga yang memang kemampuan otaknya sangat terbatas dalam hal kencan. "Wa'alaikumsalam. Kamu siapa? Anak saya mana?" jawab Rosi di seberang sana. Rosi memang tidak mengenal Dirga, karena saat resepsi hari Sabtu kemarin, Rosi dan Hamdan sedang ke Singapura untuk kontrol kesehatan Hamdan setelah operasi bedah syaraf yang dilakukannya tahun kemarin pasca terserang stroke. "Saya Dirga, Tante. Tante mungkin masih ingat dengan Mama saya - Ibu Anggita, istri Pak Anggara. Waktu di Lenteng kita tetangga jauh, Tan." Dirga berusaha menjelaskan siapa dirinya, berharap bisa sedikit mengikis kegusaran Rosi. Wanita paruh baya itu mengkerutkan keningnya, berusaha mengingat sosok yang disebutkan pemuda di balik layar ponselnya itu. "MasyaaAllah... Kamu anaknya Bu Anggara? Adiknya Irgi?" "Iya Tante" "Andien mana Dirga?" Dirga bangkit dari tempat duduknya, menuju ke kamarnya. "Tadi mau Dirga anter, Tan. Tapi baru masuk mobil Andien udah pulas. Katanya sebelum ke mobil dia pusing dan ngantuk, habis begadang sudah tiga hari terakhir katanya. Di luar juga gelap banget karena hujan angin, makanya Dirga bawa ke sini biar Andien bisa istirahat dulu." Dirga memperlihatkan Andien yang tertidur pulas di atas kasur king size miliknya. Rosi memandang anaknya dan menyadari benar anaknya tertidur pulas. Seperti yang selalu terjadi begitu jam tidurnya tak terpenuhi berhari-hari. Sang Ibu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan anaknya yang bisa-bisanya tidur sepulas itu padahal sedang bersama seorang pria. Dirga beranjak menjauh dari ruangan itu, dan menutup pintu kamarnya pelan. "Biasanya ga begitu itu anak." keluh Rosi "Udah kecapean banget mungkin Tante." "Jadi Andien ke Jakarta untuk ketemu kamu? Tadi pamitnya mau ketemu Arga." "Dirga nemenin Andien tadi Tante. Bareng Ian juga." "Ian? Kembarannya Andien?" "Hahaha, iya Tante, kembarannya Andien." Ian kerap dikatakan kembaran beda rahimnya Andien karena memang keduanya lahir di hari dan rumah sakit yang sama. Hanya berbeda waktu kelahiran saja. "Nanti Dirga antar sampai rumah ya, Tan. Dirga ga tega banguninnya." "Jangan macem-macem sama Andien! Begitu dia bangun suruh telpon Tante." "Pasti Tante." "Bener di anter ya Dirga. Om dan Tante tunggu lho. Jangan malam-malam pulangnya atau Tante laporin Om biar ditempeleng kamu bawa-bawa Andien seperti itu." Dirga menyadari ada nada khawatir sekaligus kepercayaan yang diberikan wanita paruh baya itu padanya. Spontan Dirga tersenyum mendengar kalimat yang ditujukan untuknya itu. "Siap Tante. Maafin kelancangan Dirga ya Tante. Nanti di rumah Dirga jelasin juga ke Om. Sekali lagi mohon maaf ya Tante." "Ok. Assalammu'alaikum nak" "Wa'alaikumsalam Tante" Layar itu kembali menggelap. Dirga baru menyadari sesuatu "Eh gue dipanggil nak?" monolognya sendiri sambil tersenyum girang. "Ah tante, sama aja kaya Andien. Recehnya nyenengin! Ya ampun baru gini aja udah happy gue!" lanjutnya lagi *** Dirga kembali masuk ke kamarnya, menatap Andien sebentar seraya tersenyum dari tempatnya berdiri, lantas ia melangkah ke kamar mandi setelah mengambil celana cargo pendek dan T-Shirt hitam fit body dari walk in closet-nya. Setelah menunaikan ibadah petangnya, Dirga naik ke atas ranjang dan merebahkan diri dengan posisi menghadap Andien. Ia menggenggam tangan Andien dan kemudian jatuh tertidur, rasa letih karena lembur berhari-hari membuatnya tak kuasa menahan rasa kantuknya. Andien menatap lelaki di hadapannya yang tertidur begitu damai, lantas mengalihkan padangan ke tangannya yang masih digenggam pria itu dalam tidurnya. Andien mengangkat pelan tubuhnya, mencium punggung tangan Dirga, kemudian menarik tangannya perlahan. Saat ia beranjak dari ranjang, Dirga pun ikut terbangun. "Baby..." panggil Dirga dengan suara parau khas bangun tidurnya. "Hi, sleepyhead. Already up?" "Hmmm" "Aku ashar dulu ya, udah jam lima ternyata. Ini unit kamu?" "Iya. Tadi di luar hujan badai. Makanya kamu kubawa ke sini dulu." "It's ok." "Sekalian mandi gih sayang. Ada handuk bersih di dalam." Dirga beranjak dari ranjang, masuk ke dalam walk in closet-nya untuk mengambil pakaian yang bisa Andien pakai. "Pakai ini aja, walaupun bakalan kebesaran sih." ucapnya seraya menyerahkan atasan khaki lengan panjang dengan bahan rajut yang lembut beserta celana jogger berwarna wash blue. "Atasannya aja sayang." pinta Andien. Dirga mengangguk, mengiyakan. "Sayang, tadi Ummah video call. Jangan lupa telpon balik Ummah biar beliau ga khawatir. Habis makan malam aku antar kamu." Kini Andien yang mengangguk, mengiyakan seraya melangkah ke kamar mandi. Seraya menunggu Andien membersihkan diri, Dirga melangkah keluar dari kamarnya menuju ruang tamu. Unitnya memang tidak terlalu besar. Ada dua kamar tidur, dapur beserta kitchen bar, toilet, dan ruang tamu yang berfungsi ganda sebagai ruang menonton televisi. Di antara ruang tamu dan kitchen bar Dirga memasang karpet dan menempatkan berbagai macam mainan anak-anak. Bukan tanpa alasan ada space bermain di unitnya, berhubung Hana sang adik dan Edo suami adiknya itu yang kerap berkunjung dan menginap bersama balita mereka di unit Dirga saat harus bekerja di ibu kota negara tersebut. Dirga sedang asik menonton serial Lupin saat Andien datang dan duduk di sampingnya. Pria itu terpana melihat kekasihnya mengenakan sweater miliknya. Sweater itu terlalu besar di tubuh Andien hingga membuat bagian lehernya merosot dan memperlihatkan bahu indahnya. Ditambah surai sebahu yang Andien kuncir tinggi dengan beberapa anak rambut tak terikat membuat perempuan itu terlihat begitu menguji nyali Dirga. 'Gimana bisa itu sweater bikin dia seseksi itu?' batin Dirga. Penampilan Andien beserta wangi sabun yang menyapa indera penciumannya membuat pria itu harus bersusah payah mengendalikan kewarasannya. Andien yang sadar ditatap sedemikian rupa, melingkarkan tangannya di pinggang Dirga dan menenggelamkan dirinya dalam pelukan pria itu. "Aku cantik banget ya?" ucapnya jahil. "Kamu bikin aku ga waras!" jawab Dirga seraya menciumi bahu dan leher Andien. Andien melepas rengkuhannya, mengangkat wajahnya, menyentuh kedua rahang Dirga, lantas menyatukan kening mereka. Dirga yang tidak tahan dengan kedekatan itu lantas mengecup bibir Andien. Mengulumnya mesra. Tak ada yang menahan diri, ciuman itu begitu dalam dan memabukkan bagi keduanya, bahkan Andien tidak sadar jika ia sudah berada di atas pangkuan Dirga. 'Teeet!' Bel unit berbunyi. Mereka masih belum berhenti dari kegiatan mereka. 'Teeet!' 'Teeet!' "s**t!" Umpat Dirga setelah terpaksa menarik bibirnya dari bibir Andien. Andien justru terkekeh. "Ada yang mau datang?" tanya Andien seraya berpindah dari pangkuan Dirga ke sofa di sampingnya. "Borne paling. Tadi aku minta bawain beberapa dokumen. Sekalian makanan buat kita." jawab Dirga. Dirga pun beranjak dari sofa ke pintu unit dan membuka kuncinya. "Honeeey, lama amat siiih!" Salah tebak, ternyata perempuan yang paling ia benci yang datang mengunjunginya. Bahkan saat ini perempuan itu dengan tidak sopannya melingkarkan tangannya di leher Dirga sambil mendorong pria itu dengan langkah kakinya yang memaksa. Saat akan mendaratkan ciuman di bibir pria itu, mata perempuan itu terbelalak. Satu tangannya mencengkram kedua pipi Dirga. "Lipstick siapa ini? KAMU NGAPAIN?" bentaknya. Tak jauh dari mereka, di sana, Andien berdiri, menatap nanar kedua orang dihadapannya sambil menahan rasa panas di kedua netranya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD