BAB 8

4123 Words
Aku terkejut mendengar penjelasan dari Kapten Martin, si kesatria berambut hijau dan berkaca mata itu, dia bilang bahwa di dalam 'Buku Pengaturan Dunia' ada sebuah pasal yang berbunyi, jika ada orang dari dunia lain masuk ke dalam dunia ini, maka orang tersebut harus dibawa ke tempat yang bernama 'Pengadilan Dunia', jika tidak, maka sebuah hukuman yang sangat mengerikan akan menunggu. Aku harus bilang apa untuk merespon pernyataan tersebut!? Tidak mungkin, kan? Aku menjerit meminta pertolongan pada enam kesatria yang ada di hadapanku agar mereka tidak membawaku ke pengadilan dunia!? Lagipula, memangnya aku ini siapa sampai berani memohon seperti itu pada para kesatria kerajaan! Sudah berakhir! Hidupku sudah berakhir! Aku akan diadili di pengadilan dunia dongeng! Bahkan, para kesatria yang lain diam saja setelah mendengar penjelasan yang dikemukakan oleh Kapten Martin, seolah-olah mereka tidak peduli pada masalah yang akan menimpaku. Apa ini? Mengapa tubuhku jadi bergetar ketakutan? Keringat dingin bercucuran membasahi badanku, apa aku sedang panik? Jika iya? Ini gawat! Aku bisa pingsan! "Ku-Kumohon---" BRAK! Tiba-tiba, suaraku yang akan meminta permohonan pada mereka langsung dipotong oleh sebuah gebrakan di meja para kesatria, setelah kulihat-lihat, ternyata itu perbuatan Kapten Paul, kesatria berkulit cokelat, yang telah merusak permukaan meja panjang milik para kesatria sampai hancur terbelah dua. Posisi kesatria berkulit gelap itu kini sedang berdiri gagah dengan memasang ekspresi sangar seperti banteng yang sedang mengamuk, matanya mendelik tajam ke arah Kapten Martin yang baru saja menjelaskan hal barusan. "Kuberitahu pada kalian semua, wahai rekan-rekanku... Siapa pun dari kalian yang berani menyentuh Biola Margareth atau membawanya ke Pengadilan Sampah itu, akan kuhajar sampai mati!" Sontak, ancaman yang diutarakan dari Kapten Paul Crowder membuat kesatria-kesatria yang lain merasa direndahkan, terlihat jelas di wajah mereka. "Kau yakin bilang begitu, Paul?" tanya Kapten Mark Corona, kesatria berambut merah, dengan nada yang memancing kemarahan Kapten Paul. "Bagaimana jika aku yang membawa Biola Margareth ke Pengadilan Sampah yang kau sebutkan itu? Apakah kau akan menghajarku sampai mati?" Entah apa tujuan dari Kapten Mark Corona memancing amarah Kapten Paul, tapi yang jelas, aku tidak berani melihat pertengkaran antar kesatria, apalagi kelihatannya ini lebih mengerikan dari pertengkaran-pertengkaran sebelumnya. "Hah!? Kau tanya keyakinanku!? Aku tidak mengerti apa dasarmu bertanya begitu, Mark, tapi sepertinya, kau mencoba memancingku, ya!? Baiklah! Dengar ini! Bahkan, mau sehebat apa pun kau, aku tidak segan untuk menghancurkanmu jika itu menyangkut Biola Margareth! Lagipula, aku muak dengan tingkahmu yang seolah-olah kau itu pemimpin kami! Dasar b******n!" Bu-Bukankah itu kelewatan!? Mengapa Kapten Paul sebegitu marahnya sampai-sampai berani menantang Kapten Mark? Aku senang, sih, sebenarnya, karena merasa dilindungi, tapi, jika sampai menimbulkan perpecahan antar kesatria, aku jadi merasa bersalah. Tiba-tiba, Kapten Mark Corona bertepuk tangan mendengar jawaban kasar dari Kapten Paul, dia juga ikut berdiri dengan memandangi kesatria berkulit gelap itu, senyuman menghiasi wajahnya. "Aku senang kau bilang begitu padaku, Paul," ucap Kapten Mark dengan mata yang bercahaya. "Tenang saja, aku tidak akan membawa gadis itu ke mana pun, sama sepertimu, aku juga akan melindunginya. Jadi, tidak ada alasan, kan, untukmu membenciku, wahai rekanku, Paul?" Mendengar hal itu, Kapten Paul langsung membuang muka, terlihat tak peduli pada omongan Kapten Mark. "Baguslah jika kau berkata demikian! Aku jadi tak perlu repot-repot untuk menghancurkanmu! Lalu, bagaimana dengan kalian, b******k!?" Pandangan Kapten Paul dialihkan ke kesatria-kesatria yang lainnya. "Emm... Memangnya apa untungnya membawa Biola Margareth? Lagipula, itu sangat merepotkan." jawab Kapten Nino Palpatine, kesatria imut, dengan nada yang malas. "Kalau aku sih... Anu... Jika Biola tidak menimbulkan masalah di dunia ini, mungkin aku akan pura-pura tidak tahu." ujar Kapten Samuel Wilkes, kesatria berambut ungu jabrik, dengan mengunyah keripik kentangnya. "Sebenarnya, aku bisa saja membawa Biola Margareth ke Pengadilan Dunia sekarang juga, tapi, melihatmu mengamuk begitu, siapa pun pasti akan mengurungkan niatnya." ucap Kapten Martin Sweeney dengan membenarkan kaca matanya yang turun sedikit. "Hahahaha! Bagaimana, ya? Bagaimana, ya? Bagaimana, ya? Aku juga bingung harus menjawab apa? Tapi baiklah, untuk saat ini, aku mengalah saja. Soalnya, aku sedang malas untuk bertempur dengan lelaki berandalan sepertimu. Tapi, tidak tahu kalau besok, hahahaha!" ungkap Kapten Alvin Garavito dengan tawanya yang menggelegar, wajahnya memasang ekspresi meledek pada Kapten Paul. "Dengar ini, Alvin k*****t! Untuk dirimu! Aku memberikan keistimewaan! Aku akan membunuhmu secara perlahan, agar kau bisa menikmati rasa sakit yang luar biasa!" gertak Kapten Paul pada Kapten Alvin dengan mata yang melotot. Mendengar itu, Kapten Alvin tidak meresponnya, dia malah menghembuskan napasnya dengan menampilkan senyuman sinis padaku. Aku meneguk ludah melihatnya, tak mengerti apa maksud dari senyuman tersebut, jujur saja, terkadang, Kapten Alvin terlihat menyeramkan. "Apakah kau sudah lega, Paul?" Kapten Mark Corona bertanya pada Kapten Paul dengan intonasi yang tegas. "Jika iya, maka kau wajib bertanggung jawab untuk mengganti meja yang telah kau rusak barusan, gunakan saja kekuatan tanahmu untuk membuat meja pengganti." "Tanpa kau suruh pun, aku mengerti, sialan!" Kemudian, Kapten Paul menendang meja yang telah ia rusak ke pojok ruangan, dan secara perlahan, meja tersebut meleleh lalu menyatu menjadi bagian dari lantai. Dan setelah itu, Kapten Paul membungkukkan badannya dan menyentuh permukaan lantai dengan telunjuknya, tiba-tiba, keramik yang ada di sekitar telunjuknya, langsung remuk tak tersisa, pecah seperti cermin yang terinjak-injak dan kemudian, keluar sebuah lumpur yang bergerak-gerak di hadapan para kesatria. Lumpur tersebut mengubah bentuknya menjadi sebuah meja panjang, dan dengan cepat, lumpur basah tersebut berubah jadi padat, dan akhirnya, terciptalah sebuah meja pengganti. Aku terpukau dengan sihir menakjubkan yang dikeluarkan oleh Kapten Paul, itu sangat luar biasa! Bayangkan saja, sebuah lumpur secara sendirinya membentuk menjadi sebuah meja tanpa ada yang membuatnya! Itu benar-benar luar biasa! "Biola Margareth, mari kita lanjut ke pertanyaan terakhir," Perhatianku langsung kualihkan ke Kapten Mark Corona. "Apa tujuanmu menjadi seorang penyihir resmi? Dan jika kau diterima menjadi bagian dari para penyihir resmi, squad manakah yang ingin kau masuki? Asal kau tahu saja, selain Lions Roar, Strange Bull, Blue Sky, Starlight, Eagle Claws, dan Bloody Orchid, masih banyak squad-squad lainnya di kerajaan, tapi jika dilihat dari kualitasnya, tentu saja, enam squad yang dipimpin oleh kami, para kesatria, tentunya lebih baik daripada squad mana pun. Tentukanlah pilihanmu dari sekarang, Biola Margareth." Jika tentang tujuan, aku bisa menjawabnya dengan sangat mudah! Tapi, jika mengenai squad mana yang akan kumasuki, aku bingung! Soalnya aku tidak kepikiran sampai situ! Kira-kira, squad mana yang cocok untuk kumasuki, ya? Aku terdiam saat diberikan pertanyaan oleh Kapten Mark Corona tentang tujuanku menjadi seorang penyihir resmi serta squad apa yang ingin kumasuki jika aku diterima? Aku berpikir, kira-kira squad apa yang cocok untuk gadis pemalas sepertiku, intinya sih, aku ingin masuk ke dalam squad yang tidak terlalu merepotkan. Tapi, pertanyaan dari Kapten Mark Corona terkesan memaksaku untuk memilih enam squad yang dipimpin oleh para kesatria, disitulah aku mulai sangat kebingungan. Aku tidak boleh sembarangan memilih squad penyihir, karena itu kelak akan menjadi seperti tempat kerjaku, jika aku asal memilih dan ternyata squad pilihanku tidak membuatku nyaman, itu hanya akan membuatku tertekan. Maka dari itu, aku harus memikirkannya secara matang, dan juga, aku harus mencari informasi dari berbagai sumber mengenai kelebihan dan kekurangan dari squad-squad penyihir resmi di kerajaan. Jadi, sangat mustahil menjawab pertanyaan itu sekarang, aku harus meminta waktu untuk memikirkannya. Karena itulah, aku langsung bersuara, "Tujuanku menjadi seorang penyihir resmi yaitu ingin mendapatkan pekerjaan, dan ingin menolong orang lain! Lalu, menyangkut squad mana yang akan kumasuki, maaf, aku tidak bisa menjawabnya sekarang, aku mohon, berikan aku waktu untuk menjawabnya! Aku tidak bisa sembarangan memilih sebuah squad, karena itu akan berakibat fatal." Mendengar jawabanku, membuat para kesatria yang duduk di hadapanku tersentak. "Setelah bertemu dengan kami berenam, aku yakin, ada salah satu dari kami yang membuatmu tertarik dan kau ingin masuk ke dalam squadnya, jadi, tak usah malu-malu, Biola. Sebutkan saja nama squad yang ingin kaumasuki, lagipula, semua pendaftar yang telah kami temui, rata-rata mereka langsung menyebutkan squad yang mereka sukai. Jadi, ayo, sebutkan saja, Biola. Bagian ini pun akan kutuliskan di formulir pendaftaranmu." Timpalan dari Kapten Mark Corona membuatku berkeringat, kedua lengan dan kakiku bahkan jadi bergetar saking gugupnya. Jujur, aku tidak tahu squad mana yang membuatku tertarik. Mungkin saat pertemuan awal, aku memang tertarik pada salah satu kapten dan berujung ingin masuk ke dalam squadnya. Namun, sepertinya untuk sekarang, kuurungkan niatku dan mencoba untuk memilih sebuah squad secara tenang. Tiba-tiba, Kapten Paul, kesatria berkulit cokelat, berseru dengan wajah yang semangat. "Biola! Masuklah ke dalam Strange Bull! Jangan khawatir! Walau anggota squadku seluruhnya lelaki, tapi mereka baik-baik! Kebetulan! Kami sedang membutuhkan seorang gadis! Dan juga, aku pasti akan melindungimu jika si pirang b******k itu menjahilimu!" Merasa tersindir, Kapten Alvin, kesatria pirang, segera merespon seruan dari Kapten Paul. "Lucu sekali, padahal sebelumnya, kau bilang bahwa Strange Bull tak membutuhkan seorang gadis, karena mereka adalah makhluk lemah yang tak berguna, kau bilang begitu, kan? Tuan Paul? Tapi apa ini? Apa aku tak salah dengar? Aku jadi sangaaaaaat terkejut! Hahahaha!" Ini gawat! Jika Kapten Alvin sudah berbicara, pasti pertengkaran akan segera terjadi, karena di setiap kata yang dilontarkan oleh kesatria pirang itu pasti berisi ejekan, hinaan, dan semacamnya. Aku rasa, aku harus menyiapkan diri untuk melihat sebuah pertengkaran lagi. "Ya, aku minta maaf soal itu. Alvin." Astaga! Apa aku tidak salah mendengarnya! Bukannya membalas ledekan dari kesatria pirang itu dengan kata-kata kasarnya, Kapten Paul malah meminta maaf dengan menundukkan kepalanya. Bukan hanya diriku yang terkejut, kesatria-kesatria yang lain juga kaget atas hal tersebut, terutama Kapten Alvin, dia terlihat kecewa karena keinginannya untuk bertengkar dengan Kapten Paul sirna. "Cih! Membosankan!" Kapten Alvin mendecih dengan raut muka kesal, kemudian matanya mendelik padaku. "Hey, namamu Biola, kan? Biar kuberitahu padamu, squad-squad yang dipimpin oleh kami, para kesatria, tidak membutuhkan penyihir lemah! Jika kau bukan penyihir lemah, maka, tunjukanlah, kekuatanmu di hadapan kami, sekarang!" "Ah, benar juga, aku lupa menanyakan hal itu," kata Kapten Mark Corona, kesatria berambut merah, dengan tersenyum padaku. "Terima kasih Alvin, kalau begitu, Biola Margareth, buatlah kami terpukau oleh kekuatanmu, tunjukanlah pada kami, sihir andalanmu." "Ba-Baiklah," jawabku dengan patuh, walau sedikit gugup. "Elemen sihirku adalah... Cinta." Baru saja aku menyebutkan itu, sontak, membuat para kesatria terperanjat mendengarnya. "Ci-Ci-Ci-Cinta kau bilang?" Kapten Martin, kesatria berambut hijau yang menggunakan kaca mata terkejut sampai bibirnya bergetar saat bersuara. "Ini tidak bisa dipercaya..." ungkap Kapten Nino, kesatria imut yang bertubuh pendek itu dengan merengut wajahnya. "Anu... Jika aku tak salah ingat, bukankah elemen itu sudah punah, ya?" ujar Kapten Samuel, kesatria berambut ungu jabrik yang suka sekali memakan keripik kentang. "Belum! Elemen itu belum sepenuhnya punah! Hanya sangat langka untuk ditemukan di era sekarang! Tapi, aku tidak mempercayai itu! Jika dia tidak menunjukkan kekuatannya!" Kapten Alvin, si pirang jahat itu, terlihat tak suka mendengar elemen sihirku, dia menganggap kalau itu hanyalah kebohonganku, dan dia menantangku untuk menunjukkan kekuatanku. "Berikan Biola kesempatan untuk mengeluarkan sihirnya, jika kalian masih berisik, bagaimana caranya Biola menunjukkan kekuatannya?" sindir Kapten Mark Corona pada kesatria-kesatria yang lain. "Aku setuju! Mark! Benar sekali! Mereka memang selalu berisik! Dasar para manusia sialan!" umpat Kapten Paul dengan menyeringai kejam pada para kesatria yang berisik. Mendengar hal itu, kesatria-kesatria yang tadinya berisik segera menenangkan diri mereka dan terdiam. Kemudian, selagi ada kesempatan, aku langsung melanjutkan apa yang akan kulakukan barusan. "Maaf jika elemen yang kumiliki membuat kalian terkejut, aku tidak tahu kalau elemen cinta sebegitu langkanya hingga kalian menuduhku berbohong. Tapi, aku akan membuktikkan pada kalian, bahwa aku sama sekali tidak berbohong!" Sebenarnya, aku tidak tahu bagaimana caranya mengaktifkan kekuatan sihirku, tapi berdasarkan apa yang Sun bilang, aku hanya perlu melakukan sebuah gerakan tubuh sebagai isyarat pada sihirku kalau aku sedang membutuhkannya. Tapi, gerakan apa yang harus kulakukan agar kekuatanku dapat memahami apa yang kubutuhkan. Setelah berpikir, aku menemukan gerakan bagus untuk kulakukan, mungkin gerakan ini cocok dengan elemen sihirku. Kemudian, aku langsung mensejajarkan kedua tanganku di depan d**a, lalu, jemariku membuat sebuah bentuk love sebagai isyarat agar kekuatan sihirku keluar. Tiba-tiba, rambut merahku terbakar oleh sebuah api berwarna merah muda, dan di kedua bola mataku, darah keluar, mengalir membasahi pipiku, seperti sedang menangis. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi api yang berkobar di rambutku tak padam-padam, dan rambut merahku juga tak hangus dilalap api tersebut. Darah yang keluar dari mataku pun tak habis-habis, terus mengalir, menetes-netes, hingga membasahi sepatu dan lantai yang kupijakki. "Mengapa kau jadi seperti itu, Biola?" tanya Kapten Paul padaku, dia sepertinya mencemaskanku. "Apa yang terjadi? Rambutmu terbakar oleh api berwarna merah muda dan matamu mengeluarkan darah!?" "Jangan khawatir, Paul." Kapten Martin, kesatria berkaca mata, segera menimpali perkataan Kapten Paul dengan nada yang santai. "Menurut buku yang k****a, itu adalah proses pengaktifan elemen cinta ketika penggunanya baru pertama kali mengeluarkan kekuatannya. Jika dia sudah terbiasa, rambut terbakar dan mata berdarah tidak akan muncul lagi di tubuhnya." "Be-Begitu, ya?" jawab Kapten Paul dengan pandangannya yang masih terlihat cemas padaku. Aku menarik napas dalam-dalam kemudian, menhembuskannya pelan-pelan, lalu, aku mencoba mengingat kembali apa yang diucapkan Sun padaku. Seperti namanya, elemen sihir yang kauperoleh adalah 'cinta', yang artinya kau bisa menyebarkan rasa cinta kasih pada orang lain, kau juga bisa merenggut perasaan itu dari orang lain, sesukamu. Itulah penjelasan dari Sun yang kuingat tentang kekuatan dari elemenku. Aku paham, jadi intinya, aku bisa menyebarkan atau merenggut rasa cinta dan kasih sayang pada orang lain. Tapi, apakah hanya itu? Apakah hanya itu saja kekuatan dari elemen cintaku? Bukankah itu terlalu simpel? Tapi tunggu dulu, walau misalnya hanya segitu, aku bisa mengembangkan kekuatannya jadi banyak, yang kuperlukan hanyalah otak yang cerdas! Tidak mau membuat para kesatria menungguku lebih lama, aku langsung mengucapkan sebuah mantra buatanku sendiri. "Jangan menangis, jangan takut, jangan dendam, jangan membenci, aku akan mengeluarkan segala penderitaanmu! KEMARILAH PADAKU! WAHAI PERWUJUDAN CINTA!" Tiba-tiba, di tangan kananku, muncul sebuah pensil bulu angsa, aku mengangkatnya dan melihatinya dengan seksama, apa tandanya ini? Apakah pensil ini adalah perwujudan cinta? Lalu, bagaimana cara menggunakannya? Apakah aku harus meggoreskan pensil ini ke kertas, lantai, angin, atau orang yang kuincar? "Tulislah nama orang yang ingin kau renggut kebenciannya dan diberi rasa kasih sayang di telapak tangan kananmu, dan tulislah nama orang yang ingin kau renggut rasa kasih sayangnya, dan diberi kebencian di telapak kirimu. Lakukanlah." Seketika, ada suara gadis yang begitu lembut yang membisik di telingaku, aku tidak tahu siapa dia, karena wujudnya pun tidak ada, tapi dia membantuku dengan menjelaskan cara menggunakan pensil yang tiba-tiba muncul di telapak tangan kananku ini. "Terima kasih." Setelah mengucapkan rasa terima kasih pada gadis tak berwujud itu dengan berbisik juga tentunya, aku langsung memegang pensil itu dan menuliskan sebuah nama di telapak tangan kananku. Menurut penjelasan dari gadis tak berwujud, jika aku menulis nama di telapak tangan kananku, itu artinya, aku akan merenggut kebenciannya dan memberikannya rasa kasih sayang. Aku tersenyum setelah selesai menulis nama orang tersebut. "Apa yang kau tulis di telapak tangan kananmu menggunakan pensil yang tiba-tiba muncul di tanganmu itu, Biola?" tanya Kapten Alvin, kesatria pirang, dengan memasang wajah mengejek. "Tapi, apa pun kekuatanmu, aku yakin, palingan kau mengeluarkan sihir lemah---Eh? Apa yang barusan kubicarakan?" Senyumanku semakin mengembang ketika omongan Kapten Alvin jadi berlawanan. "Kekuatan dari pensil yang kupegang ini yaitu bisa merenggut dan memberi kebencian maupun kasih sayang pada nama yang kutulis di telapak tanganku. Dan, kebetulan sekali, entah kenapa, aku ingin sekali menulis namamu, Kapten Alvin, untuk merenggut kebencianmu padaku!" "Me-Merenggut kebencianku?" Tiba-tiba, Kapten Alvin terlihat linglung saat aku berseru padanya bahwa aku telah merenggut kebenciannya padaku, padahal sebelumnya dia mau mengejekku, tapi sayangnya, sihirku sudah sampai kepadanya. Alhasil, perkataan Kapten Alvin jadi berlawanan. "Ya, Kapten! Aku sudah merenggut kebencianmu! Menggunakan pensil ini!" ucapku dengan sangat lantang, sampai suaraku menggema di ruangan ini, membuat Kapten Alvin serta kesatria-kesatria lainnya terkejut. "Eh? Memangnya aku membencimu, ya? Kurasa, aku hanya menganggapmu sebagai seorang pendaftar saja, tidak lebih, lantas, mengapa aku harus membencimu?" kata Kapten Alvin dengan kebingungan. Dia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, menandakkan kalau dirinya sedang tidak mengerti apa yang terjadi sekarang. Aku senang sekali! Ternyata kekuatanku berhasil mengenai target yang kutulis! Elemen cinta ternyata cukup keren! Bayangkan saja, aku bisa merenggut kebencian maupun perasaan cinta di dalam diri orang lain, juga sebaliknya! Aku bisa menaburkan rasa benci atau cinta pada orang lain! Menurutku ini sangat berguna dalam pertarungan, dengan kekuatan ini, aku bisa mengendalikan perasaan lawan sesuka hati! Aku bisa membuat semua musuhku jadi berpihak padaku, asalkan ada pensil ini, segala pertarungan, bisa kulalui dengan mudah! Prok! Prok! Prok! Prok! Prok! Seketika, semua kesatria yang ada di ruangan ini, kecuali Kapten Alvin, berdiri serentak, bertepuk tangan padaku, mereka semua memasang senyuman masing-masing padaku, aku terperanjat memandang kejadian mengejutkan ini. Apa maksudnya ini? Mengapa mereka bertepuk tangan secara berdiri padaku? Apakah penampilanku telah membuat mereka terpukau? Aku tidak paham, sih, tapi aku senang melihatnya! "Sihirmu sangat menakjubkan, Biola Margareth." ucap Kapten Mark Corona, kesatria rambut merah, dengan mata yang berbinar-binar. "Sudah kuputuskan! Kau harus menjadi bagian dari Strange Bull, Biola! Aku tertarik padamu!" seru Kapten Paul Crowder, kesatria berkulit cokelat, dengan meraung-raung. "Emm... Dengan sihir itu, aku yakin, kau bisa menjadi penyihir yang kuat, Biola Margareth." kata Kapten Nino Palpatine, kesatria imut, dengan suara yang begitu lembut. "Anu... Aku pikir, kekuatanmu akan sangat berguna di kerajaan ini." lirih Kapten Samuel Wilkes, kesatria berambut ungu jabrik, dengan menatap mataku. Sepertinya keripik kentangnya sudah habis semua. "Selain jadi penyihir, kekuatanmu juga bisa digunakan di dalam pendidikan, politik, perekonomian, kesenian, olahraga dan sebagainya, aku sangat menantikan dirimu untuk memeriahkan dunia ini, Biola." ungkap Kapten Martin Sweeney, kesatria rambut hijau berkaca mata, dengan nada yang cukup serius. "Ah, aku tak mengerti mengapa mereka semua bertepuk tangan padamu, sepertinya ada yang salah denganku! Kau bilang, kau telah merenggut kebencianku, kan? Kalau begitu, kembalikan! Kembalikan padaku! Kembalikan hal yang seharusnya ada padaku! Kumohon, Gadis Rambut Merah!" jerit Kapten Alvin Garavito, kesatria rambut pirang, dengan muka linglung, padaku. Sebenarnya, aku jadi sedikit kasihan padanya, tapi aku tak peduli! Kapten Alvin akan jadi mengerikan jika kebenciannya kukembalikan, dia akan seenaknya menghina, mengejek, merendahkan dan menertawakan orang lain! Aku tidak suka hal itu! Itu sikap yang tidak terpuji! Seharusnya seorang kapten tidak boleh mempunyai sikap buruk begitu! "Maaf, tapi aku menolak, Kapten!" jawabku dengan memasang mata melotot pada Kapten Alvin, kemudian, perhatianku kualihkan kepada para kesatria yang lain. "Terima kasih banyak! Atas segala pujian yang kalian berikan padaku! Aku senang kekuatanku bisa membuat kalian menyukainya." Aku membungkukkan punggungku pada mereka, para kesatria, dengan tulus, rambut merahku berjatuhan, darah yang menetes-netes dari mataku semakin membuat lantai terselimuti oleh cairan kental tersebut, dan api merah muda yang menyala-nyala pada rambutku masih bersinar terang, entah sampai kapan reaksi aneh yang ada di tubuhku lenyap. Bahkan, pensil bulu angsa pun masih kupegang erat-erat, di tangan kananku. Aku harus menjaga benda ini, karena ini merupakan perwujudan dari kekuatanku. Setelah kutegakkan kembali tubuhku, mereka, para kesatria, kecuali Kapten Alvin, memberikan senyumannya padaku. Kemudian, para kesatria yang tadi berdiri kembali mendaratkan p****t mereka ke kursi masing-masing. Setelah itu, Kapten Alvin berteriak kencang padaku. "KEMBALIKAN PADAKU! GADIS RAMBUT MERAH! KAU TIDAK BERHAK MENCURI KEBENCIANKU! JIKA KAU TIDAK MENGEMBALIKANNYA, AKU AKAN MEMBUNUHMU!" Sontak, aku kaget melihat Kapten Alvin berteriak-teriak padaku, para kesatria pun sama terkejutnya sepertiku. Aku tidak menduga kalau kekuatanku dapat membuat target bisa mengamuk begitu, mungkin walau aku berhasil mencabut rasa bencinya, tapi kesadarannya masih normal, membuatnya jadi bingung karena tahu bahwa bagian dari dirinya ada yang hilang. Itu mungkin jadi menimbulkan keganjalan yang luar biasa pada hati Kapten Alvin. "Menurut buku yang k****a, penyihir pemula yang berelemen cinta, saat dia menggunakan kekuatannya, itu akan memberikan lubang besar pada hati lawannya, ketika perasaan lawannya direnggut olehnya, dan itu bisa menimbulkan 'efek' yang dapat mengganggu kejiwaan lawannya. Bahkan, berdasarkan efek-efek yang ada di buku, menurutku, yang paling parah adalah, jiwa lawanmu perlahan-lahan akan termakan oleh perasaan linglung dan jadi gila," kata Kapten Martin, kesatria berkaca mata, dengan nada yang dingin. "Namun, jika penyihir berelemen cinta sudah bisa mengendalikan kekuatannya, efek samping tersebut tidak akan terjadi pada lawan yang ia renggut perasaannya." "Ap-Apa!?" Aku menutup mulutku dengan tangan saking kagetnya. Aku tidak tahu kalau ternyata elemen cinta sangat merepotkan, memiliki efek samping yang dapat membuat kejiwaan orang yang kuincar jadi terganggu, bahkan bisa jadi gila. itu terdengar tidak manusiawi, jika Kapten Alvin jadi gila, aku bisa dijuluki sebagai pembunuh jiwa. "Andai saja aku dapat mengendalikan kekuatanku! Mungkin... Tidak akan jadi seperti ini! Apa yang harus kulakukan, agar Kapten Alvin bisa normal kembali?" tanyaku dengan mengepalkan lenganku, karena cemas pada keadaan Kapten Alvin. "KEMBALIKAN! CEPAT KEMBALIKAN! KEMBALIKAAAAAAN!" Sementara Kapten Alvin terus menjerit-jerit dari kursinya, membuatku semakin khawatir pada keadaannya. "Kau hanya harus mengembalikan perasaan yang kau renggut padanya, Biola, itu adalah cara yang paling mudah. Tapi, jika kau menolak, mau tidak mau, kita harus membawa Alvin ke rumah sakit jiwa." sahut Kapten Mark Corona, dengan tersenyum padaku. "Jangan, Biola! Biarkan saja si b******k itu jadi gila! Lagipula, tidak ada gunanya dia ada di sini!" seru Kapten Paul dengan bringas. "Anu... Walau kau menyebutnya tidak berguna, tapi kurasa, Alvin termasuk ke dalam penyihir yang patut diperhitungkan. Anu... Itu karena dia telah menjadi seorang kapten squad sekaligus menjadi seorang kesatria. Bukankah itu terdengar hebat?" kata Kapten Samuel, si kesatria pelupa, pada Kapten Paul dengan wajah sayunya. "Padahal kau juga sering dihina oleh si b******k itu, tapi kenapa kau membelanya, sialan!?" "Dia tidak bermaksud membelanya, Paul, yang dia katakan berdasarkan kenyataan, kita tidak bisa membiarkan penyihir sepenting Alvin jadi gila. Itu bisa menyebabkan masalah besar, apalagi, rata-rata anggota Bloody Orchid, squad yang dipimpin oleh Alvin, sangat mengagumi kaptennya, jika mereka tahu kaptennya jadi gila karena Biola Margareth, kita pasti tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, kan?" Penjelasan dari Kapten Martin, si kesatria berkaca mata, langsung membuatku semakin ketakutan. Bagaimana ini!? Bahkan, aku juga tidak tahu kalau Kapten Alvin sangat dikagumi oleh anggota squadnya. Aku pasti dibunuh jika anggota Bloody Orchid tahu kaptennya jadi gila karena ulahku! "Tetap tenang. Kau harus bisa melenyapkan ketakutanmu. Jika kau ingin mengembalikan kebenciannya, seperti yang kujelaskan sebelumnya, tulislah namanya di telapak tangan kirimu. Lakukanlah." Aku meneguk ludahku saat sadar kalau suara gadis tak berwujud kembali muncul dan membisikku, baiklah! Aku akan melakukannya! Lagipula, aku ingin Kapten Alvin bisa menyukaiku secara natural, bukan karena paksaan seperti ini. Kemudian, aku segera menggenggam pensil bulu angsa tersebut dan menggoreskan sebuah nama di telapak tangan kiriku. Setelah selesai, aku memperhatikan Kapten Alvin, penasaran pada reaksi selanjutnya. "KEMBALIKAAAAAN! GADIS RAMBUT MER--Eh? Apa yang kulakukan?" Dan seperti sebelumnya, perkataan Kapten Alvin jadi berlawanan. Aku menghembuskan napas, mencoba tersenyum pada sosok yang sepenuhnya telah kembali pada tubuhnya. Aku jadi merasa bersalah. "Padahal aku ingin dia jadi gila! Tapi tak apa-apalah! Jika Biola berkehendak, aku harus mendukungnya!" kata Kapten Paul dengan menunjukkan tinjunya di udara. "Cih, aku paham situasinya," Kapten Alvin pun bersuara dengan decihan kesal. "Barusan, kau berhasil merenggut kebencianku, kan? Biola?" "I-Iya. Aku--" "Terima kasih, Biola." Seketika, untuk pertama kalinya, Kapten Alvin memberikan senyuman tulusnya padaku, dia terlihat berseri-seri. Namun, saat pandangannya dialihkan ke rekan-rekannya, dia kembali menunjukkan raut muka marahnya. "Dan kau, Paul! Apa-Apaan maksudmu dengan membiarkanku menjadi gila! Aku bisa mendengarnya walau kesadaranku tidak sepenuhnya bangun! Dasar berandalan!" Mendengar ocehan tersebut, Kapten Paul dengan santainya berkata, "Pilih, mau babak belur, lumpuh, atau mati?" Dan respon tersebut langsung membuat Kapten Alvin bergidik ngeri walau kekesalannya masih terpampang di mukanya, dia kembali menatapku. "Hay, Biola! Apa kabar? Apa harimu baik?" Tiba-tiba Kapten Alvin bersikap ramah padaku, namun, sedetik kemudian, seringaian jahat kembali muncul di wajahnya. "Itu, kan? Yang kauinginkan dariku? Biola? Dasar bodoh! Mana mungkin aku ramah pada gadis jelek sepertimu!" Aku mengangkat alisku, tersentak pada sikapnya yang kembali kejam padaku. Ternyata yang tadi itu hanyalah sikap palsunya, menyebalkan sekali! Kukira dia benar-benar berubah! "Baiklah, teman-teman, karena Biola Margareth sudah menunjukkan pada kita siapa dirinya dan apa kekuatannya, sekarang, berikan keputusan kita, untuk menerimanya atau menolaknya. Acungkan tangan jika kau menerimanya, dan tetap di posisi biasa jika kau menolaknya." Kapten Mark Corona memandu rekan-rekannya untuk membuat keputusan. Ah, jadi ini sudah masuk ke dalan bagian paling menegangkan, ya! Aduh! Aku jadi tegang sekali! Kira-kira berapa orang yang akan mengacungkan tangannya, ya? Aku jadi cemas sekali! Aku memejamkan mataku, kemudian, pelan-pelan kubuka kembali, dan aku kaget saat tahu bahwa jumlah kesatria yang mengacungkan tangannya untukku adalah ada, "ENAM!?" Aku meloncat-loncat saking senangnya. "Astaga! Aku tidak sedang bermimpi, kan!? Ini nyata, kan? Itu artinya... kalian semua menerimaku menjadi seorang penyihir resmi, kan?" "Selamat, Biola Margareth." Mark Corona menyunggingkan senyuman manisnya padaku. "Aku jelas tidak bisa menolakmu! Biola!" Paul Crowder menyilangkan lengannya di depan dadanya. "Emm... Kupikir, akan sangat disayangkan jika gadis seunik dirimu ditolak." Nino Palpatine menatapku dengan malas. "Anu... Karena kau berasal dari dunia lain, aku jadi ingin lebih dekat denganmu." Samuel Wilkes berbicara dengan mata yang sayu. "Aku bisa melihatnya. Kau merupakan mutiara yang belum dipoles. Tidak mungkin aku menolak mutiara sepertimu, Biola." Kaca mata Martin Sweeney bersinar saat memandangiku. "Jangan salah paham! Tanganku bergerak sendiri!" Alvin Garavito membuang muka padaku dengan mendengus kesal. Aku tersenyum lebar setelah mendengar respon dari para kesatria yang mengacungkan tangannya untukku. "Sebagai penutupan, aku akan kembali bertanya lagi padamu, Biola Margareth," Kapten Mark bersuara. "Squad mana yang ingin kau masuki? Kami ingin mendengar jawabanmu sekarang juga." Senyuman lebarku seketika lenyap tergantikan dengan bibir bergetar kebingungan. "Sepertinya aku ingin masuk ke dalam squad yang bernama..."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD