Bab 16 - English Version

1485 Words
Terkejut disebut dengan sebutan 'pria buncit berwajah jelek' oleh seorang pemuda yang berdiri di samping Arga, William langsung berjalan menghampiri mereka, tatapannya lebih ditujukan pada lelaki yang telah melontarkan sebutan tersebut untuknya. "Si-Siapa pria buncit yang punya wajah jelek itu, Pemuda?" Senyuman William berkedut menahan kekesalannya pada Willy. Sementara Willy kaget setelah diberitahu oleh Arga kalau orang yang barusan dia nilai adalah seorang raja di istana ini. Artinya, Willy sudah keceplosan membuat Sang Raja marah padanya. Mukanya bahkan langsung memutih tanda kalau dirinya telah menyesal karena sudah menghina seseorang yang penting di sini. "Heheheheh! Yang kumaksud tadi adalah prajurit buncit yang berpapasan denganku di aula, bukan seseorang yang ada di sini, kok! Percayalah!" Membela dirinya, Willy langsung mencoba untuk memperbaiki ucapannya dengan berbuat bohong agar dia tidak dihukum oleh sang raja karena telah menghina penampilannya. Sungguh, tawa yang Willy keluarkan sebenarnya bukanlah tawa kebahagiaan, tetapi tawa kecemasan yang takut pada reaksi sang raja di hadapannya. Mengerti dan mencoba untuk memaafkan pemuda itu, William menghentikkan tatapan sangarnya pada Willy lalu perhatiannya dialihkan pada Arga. "Ada keperluan apa sehingga kau berkunjung ke ruanganku bersama pemuda 'baik' ini, Arga?" Sadar dirinya sedang ditanya, Arga mengatur suaranya agar tidak kikuk dan membungkukkan punggungnya pada William, ia juga membisiki Willy untuk ikut membungkuk, dan akhirnya mereka membungkukkan badan bersamaan di hadapan William. "Maaf jika kedatangan saya mengganggu aktivitas Anda, Yang Mulia. Saya ingin meminta izin pada Anda bahwa ada sahabat saya yang ingin menginap di sini." ucap Arga dengan suara yang begitu jernih. Tersentak, William melihat-lihat dulu orang yang ada di samping Arga, dia memandangi punggung Willy yang tengah membungkuk hormat padanya, menimbang-nimbang keputusannya untuk memberi izin atau tidak pada Arga. Sejujurnya, William masih belum melupakan hinaan kurang ajar dari mulut Willy, dia ingin sekali menghukum anak itu agar bisa menjaga kesopanannya pada dirinya yang kini menjabat sebagai seorang raja. Tapi karena ini sudah hampir tengah malam dan dia sudah agak mengantuk, akhirnya William menganggukkan kepalanya lalu mengatakan pada Arga kalau dia mengizinkan Willy untuk menginap di sini. "Benarkah? Saya sangat senang mendengar Anda mengizinkan sahabat saya untuk menginap di sini, Yang Mulia. Terima kasih atas kemurahan hatinya, kalau begitu, saya permisi. Selamat malam, Yang Mulia." Arga langsung menyeret punggung Willy untuk segera pergi dari hadapan William. Mereka berdua akhirnya sudah keluar dari singgasana raja, sungguh, Arga benar-benar marah pada sifat Willy yang berani bicara buruk pada seorang raja, makanya dia mengomeli sahabatnya habis-habisan ketika berjalan di lorong menuju kamar. "Iya-iya-iya-iya-iya! Aku paham! Kau tidak perlu mengulang-ulang ucapanmu, Sobat! Aku sudah mengerti! Aku mengaku salah karena telah membuat hati Raja William tersinggung oleh ucapanku. Kalau begitu, aku akan tidur di luar saja untuk menghukum diriku sendiri agar aku tidak lagi menjelek-jelekan orang lain." Arga menoleh pada Willy, dia sedikit kaget mendengar sahabatnya ingin menghukum dirinya sendiri atas kesalahannya. Tapi ayolah, Arga jadi agak kasihan jika membiarkan Willy tidur di luar di hari pertamanya menginap di istana ini. Dengan berat hati, Arga berkata, "Aku tidak terlalu mempermasalahkan kesalahanmu, hanya saja, aku kecewa pada mulutmu yang sangat frontal saat menilai orang lain, jadi, ubah sedikit keburukanmu itu, oke? Aku juga tidak keberatan jika kau mau tidur di kasurku malam ini." Tidak percaya, Willy sampai menghentikkan langkahnya lalu matanya berkaca-kaca karena terharu pada jawaban Arga yang memperbolehkannya untuk tidur di atas kasur. SWING! Saking bahagianya, Willy sampai meloncat ke punggung Arga dan memeluk pria bertanduk itu dengan erat. "Kau memang sobat terbaikku! Arga!" "Aduh! Hentikkan! Bodoh! Badanmu berat sekali!" *** Ratu Camila menghentakkan kakinya, berjalan angkuh di lorong istana yang sepi, sinar rembulan menyinari lorong-lorong melalui jendela besar yang terpampang di dinding. Cahaya rembulan pun menyelimuti Camila, seakan-akan dia sedang berjalan dengan disoroti sebuah lampu. Namun, langkahnya terhenti ketika dirinya melihat seorang gadis berambut pink yang berdiri dingin jauh di depannya, jika diamati lebih teliti, Camila tahu kalau gadis yang sedang menghadang jalannya adalah putri bungsunya, Charlotte. Dia juga tidak pernah lupa pada sifat putri bungsunya yang suka sekali menyindir-nyindir orang lain dan menyiksanya sesuka hati, oh astaga, Camila harus menyiapkan mentalnya terlebih dahulu untuk menghadapi Charlotte yang terkenal buas tersebut. "Selamat malam, Nyonya Camila?" Charlotte bersuara dari kejauhan, suaranya nyaring sekali sampai terdengar jelas ke telinga Camila, padahal mereka berdua sedang berdiri berjauhan. "Sepertinya aku harus memberikan sebuah daging segar untukmu, karena biasanya, 'hewan buas' selalu kelaparan pada tengah malam, 'kan?" Suasana semakin tegang ketika Camila dengan sengaja menyindir putri bungsunya dengan sebutan 'hewan buas' yang berhasil membuat Charlotte menggeram seperti singa dari posisinya. "Aku terkesan mendengar itu darimu, Nyonya Camila. Tapi biar kuberitahu satu hal padamu, aku lebih dari sekedar 'hewan buas' yang kau tahu." Tersenyum, Camila melipat tangannya di d**a, menampilkan sikap meremehkan pada Charlotte. Dia penasaran pada aksi yang akan Charlotte lakukan padanya, karena biasanya, gadis itu selalu membuat seorang tamu kesakitan. Lantas, apakah setelah ini Camila akan terluka? Tidak ada salahnya memancing nafsu liar dari Charlotte karena sesungguhnya Camila sangat menantikan itu. "Lalu, jika kau itu lebih dari sekedar hewan buas, aku harus menyebutmu bagaimana, Tuan Putri Charlotte?" Tik! Sebuah jentikkan jari dari Charlotte langsung membuat atap yang ada di atas Camila terbuka dan seekor kelinci berjatuhan dari sana ke lantai, beberapa ada yang jatuh tepat di kepala Ratu Binesta sampai wanita itu menjerit-jerit berusaha melepaskan cengkraman hewan berbulu itu dari rambutnya, tapi sayangnya, kelinci-kelinci milik Charlotte bukanlah kelinci biasa, karena mereka telah disuntikkan oleh zat kimia dari laboratorium kakaknya untuk bisa memakan daging manusia. "Mulai sekarang, lebih baik kau menyebutku sebagai Ratu Binatang, Nyonya Camila." Mengabaikan jeritan ibunya yang kesakitan karena digigit-gigit oleh puluhan kelinci pemakan daging, Charlotte memalingkan badannya untuk pergi meninggalkan wanita itu bersama hewan-hewan peliharaannya yang imut. "Sampai jumpa, Nyonya Camila. Kuharap dagingmu masih ada yang tersisa karena anjing-anjingku pun butuh sarapan besok pagi." *** "Waaah! Kamarmu luas sekali! Sepertinya bisa menampung ratusan orang! Aku bisa bermain sepak bola di sini! Heheheh! Luar biasa!" Willy terkagum-kagum dengan kamar Arga setelah dirinya masuk ke dalamnya, sementara pemiliknya hanya memasang wajah datar terhadap reaksi dari sahabatnya yang terlalu berisik. "Hey Willy, bisakah kau kecilkan suaramu? Kau bisa membangunkan tetangga jika suaramu terlalu tinggi." Mendengar ucapan Arga membuat Willy tersenyum merasa bersalah, lalu dia mencoba merendahkan suaranya agar tidak mengganggu orang lain. "Baik-baik, terima kasih atas sarannya, Sobat! Kau memang pengertian sekali! Hehehe!" "Aku tidak senang sama sekali atas pujianmu." Kemudian, Arga bergegas untuk membersihkan badannya yang berkeringat itu ke kamar mandi sementara Willy ditinggalkan sendirian di kasur. "Wow, lemarimu besar sekali! Bolehkah aku membukanya sedikit? Aku juga ingin mandi, tapi aku bingung harus memakai baju apa setelah ini, jadi, aku ingin meminjam baju-bajumu, boleh tidak?" "Oh iya, terserah." Senang mendengarnya, Willy langsung berlari ke lemari Arga dan membuka isinya, tapi, "Isinya ternyata kosong. Kukira kau menyimpan banyak pakaian di sini! Aaaaargh! Kau membuatku kesal, dasar p****t iblis!" Arga tertawa-tawa di kamar mandi mendengar Willy meluapkan kekesalannya pada isi lemari miliknya. Tentu saja isinya kosong, Arga tidak pernah menggunakan sebuah lemari untuk menyimpan pakaiannya, dia lebih suka menyimpan baju-bajunya di suatu tempat yang tidak akan pernah bisa dilacak oleh Willy. Arga sengaja melakukan hal itu karena dia trauma pada kebiasaan Willy yang selalu memakai baju-baju miliknya seenaknya. *** Keesokan harinya, Raja William mendengungkan sebuah pengumuman penting pada seluruh prajurit bahwa mulai besok segala aktivitas para putri harus diawasi karena terlukanya Ratu Camila adalah sebab utamanya. Ratu Camila dipulangkan oleh prajurit-prajurit pribadinya untuk kembali ke kerajaan Binesta karena kondisi tubuhnya sudah hampir tak tertolong. Dan setelah para prajurit dibubarkan, Raja William memanggil kelima putri secara bersamaan di pagi hari yang cerah ini. Laila yang kerepotan dengan penelitiannya di laboratorium terpaksa harus meninggalkan semua itu untuk menghadiri panggilan dari ayahnya, Emilia pun mengalami hal yang sama, dia harus menunda tugasnya untuk mengajari tarian balet kepada murid-muridnya untuk bergegas ke singgasana ayahnya. Agnes merasa jengkel harus mengurungkan niatnya untuk memberikan ramuan pada Arga, Victoria marah karena niatnya yang ingin berkunjung ke rumah pohon harus dilupakan sementara Charlotte kelihatannya santai-santai saja mendengar dirinya dipanggil padahal dialah penyebab utama dari terlukanya Ratu Camila. Saat kelima putrinya sudah berdiri serentak di depan kursi singgasananya, Raja William memasang ekspresi yang sangat menyeramkan, luka yang kini menimpa Ratu Camila membuat nama Kerajaan Vanterlock tercoreng. William sadar kalau kelima putrinya memang sering membuat tamu-tamu pribadinya compang-camping, tapi untuk kali ini, perbuatan mereka sudah keterlaluan. Tak ada lagi toleransi dari Raja William mengenai masalah ini. Karena ini sudah menyangkut masalah antar kerajaan yang bisa mengakibatkan peperangan. William sendiri tidak mau terlibat dalam peperangan apa pun, dia harus segera menyelesaikan masalah ini sebelum Ratu Camila mendeklarasikan perang ke kerajaannya. Membayangkannya saja William ketakutan. "Ehem!" William berdehem, membuat kelima putri yang ada di depannya kaget mendengarnya. "Jawab pertanyaan Ayah dengan jujur! Apa yang telah kalian lakukan pada Ratu Camila?" Pertanyaan itu membuat Agnes mengernyitkan dahinya, Laila menaikan alisnya, Emilia meneguk ludahnya, Victoria mengembungkan pipinya, sementara Charlotte menahan tawanya. TO BE CONTINUED ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD