My Prince - 15

1544 Words
Ketika Arga sedang berbaring santai di ranjang kamarnya, tiba-tiba dia merasa kalau ada seseorang dari luar tengah memperhatikannya. Tapi Arga bingung, pasalnya, dia kini sedang berada di dalam kamar, mengapa perasaannya mengatakan bahwa saat ini ada seseorang yang mengamatinya. Namun, seketika Arga mengingat sesuatu. Jika diteliti lebih tajam, cara seseorang yang saat ini mengintainya mengingatkannya pada orang yang dia kenal. Hawa membunuhnya, pergerakannya, gaya menyembunyikan dirinya, Arga hafal betul keunikan dari seseorang yang dia kenal dan perasaannya mengungkapkan bahwa orang itu memang sedang ada di luar, sedang memperhatikannya. Kira-kira siapa, ya? Apakah musuhnya Arga? Temannya? Atau keluarganya? Lelaki bertanduk itu beranjak dari kasur, berjalan mendekati jendela kamar lalu membukanya lebar-lebar, matanya mendelik ke segala arah untuk melihat siapa yang mengintainya, tentu saja, sulit jika orang biasa yang mencarinya, tapi Arga sudah berpengalaman dalam mencari seorang penyusup. Makanya, penglihatannya sudah sangat tajam karena telah terlatih. Dan wow! Penglihatannya berhasil menemukan bayangan seseorang yang sedang berdiri di belakang pohon cemara di depan halaman utama istana. Tapi terlalu cepat untuk senang karena Arga masih harus menajamkan lagi penglihatannya agar seseorang yang sedang memperhatikannya bisa dengan jelas dia lihat rupanya. "Hmm? Dari gerak-geriknya, sepertinya aku memang mengenalnya, baiklah, tidak ada lagi toleransi untukmu, wahai penyusup," Tiba-tiba tubuh Arga diselimuti oleh api hitam dan perlahan-lahan dia menghilang dari kamarnya sendiri dan tubuhnya muncul tepat di belakang si penyusup. "Hey kau!" Ucapan Arga berhasil mengageti penyusup itu. Arga sedang berdiri melipat tangan di dadanya, menatap punggung si penyusup dengan tajam, tanduknya bergetar tanda dia sedang 'agak' marah karena aktivitas santainya terganggu oleh kehadiran orang ini. Sadar ada yang memanggil, si penyusup itu berjengit ketakutan, secara perlahan, orang itu memutar kepalanya ke belakang, dan yeah! Ekspresinya langsung pucat ketika tahu bahwa yang ada di belakangnya adalah target yang dia intai. Penampilan dari penyusup itu cukup familiar untuk Arga, rambutnya hijau pendek, tubuhnya tegap dan berotot, dan jubah hitam yang ia kenakan membuat Arga menduga bahwa dia adalah, "Willy? Apa yang kau lakukan di sini?" Rupanya dia adalah Willy, sahabat karibnya Arga semasa bersekolah, banyak yang berubah dari penampilan lelaki itu, tapi sepertinya, sifat khasnya masih belum berubah. "Heheheheh! Astaga, aku lupa kalau kau punya insting yang kuat. Maaf jika kehadiranku mengagetkanmu, Arga." ucap Willy dengan nyengir lebar, memasang wajah tak berdosa sedikit pun di hadapan target yang dia intai barusan. "Sebenarnya aku datang ke sini hanya ingin memastikan saja." "Memastikan apa?" "Memastikan kalau kau masih hidup." jawab Willy dengan polos. "Ternyata dugaanku benar, kau memang masih hidup! Syukurlah! Banyak yang mengira kalau kau sudah mati disiksa oleh para putri di sini! Makanya aku datang ke istana ini untuk mengecek keadaanmu! Tapi yeahh! Ini adalah pukulan-super pukulan! Untuk mereka yang menganggapmu sudah mati! Hahahaha!" Sifat berisik Willy ternyata memang belum berubah dari dulu, Arga tahu betul akan hal itu. Makanya dia agak risih mendengar suaranya. "Padahal seharusnya kau biarkan saja mereka berkata apa, lagi pula, kenyataannya aku memang masih hidup, kan? Ayolah, aku tidak mungkin mati menghadapi gadis-gadis imut seperti mereka." kata Arga dengan tangan menyisir rambut pirangnya, bertingkah sok keren di depan Willy. Mendengar itu, kedua mata Willy membentuk sebuah bintang karena saking bahagianya. "Hahaha! Aku senang sekali! Sobat! Kau memang hebat! Tidak mungkin Arga yang kukenal mati hanya karena berhadapan dengan para putri di sini!" Willy sampai memeluk erat tubuh Arga sembari kakinya diayun-ayunkan tidak mau diam. Oh, satu lagi, tinggi Willy hanya seratus lima puluh sentimeter, yang artinya dia sangat pendek jika dibandingkan dengan Arga. Makanya ketika Willy memeluk Arga, sekilas mereka seperti kakak dan adik, tidak terlihat bagai teman sebaya. "Setelah kau tahu aku masih hidup, apa kau mau langsung pulang, Willy?" Mendengar pertanyaan dari Arga membuat muka Willy memberengut kesal. "Hey-hey-hey-hey! Apa-apaan itu? Jadi kau mengusir sahabatmu sendiri?" Tanduk Arga bergetar lagi saking geramnya pada respon Willy yang terlalu sensitif. "Bukan-bukan itu maksudku, bodoh," Arga mengatur napasnya dan kembali berkata, "Yang kumaksud adalah, jika kau tidak langsung pulang, maka menginaplah di kamarku. Itu pun jika kau tidak pulang, jadi bagaimana?" Willy menimbang-nimbang dahulu, bibirnya mengerucut seperti bebek dan bola matanya berputar-putar sedang berpikir. "Jika kau memaksa, apa boleh buat! Hehehehe!" Padahal sebenarnya Arga agak tak rela berbagi tempat tidur bersama Willy, tapi ya sudahlah, sisi positifnya dia bisa punya teman mengobrol di kamar. Selama ini soalnya Arga selalu sendirian jika berada di kamar, mungkin dengan hadirnya Willy, dia bisa mengatasi kebosanannya bersama lelaki berisik itu. Sebelum Willy masuk ke dalam kamarnya, Arga harus memberitahu Raja William dahulu untuk meminta izin membawa temannya untuk menginap. Tapi, setelah mereka sampai di ruang singgasana raja, di sana tidak ada siapa-siapa selain prajurit yang sedang berdiri tegak di tengah karpet merah, menjalankan tugasnya. "Anu ... ke mana Raja William pergi, Paman?" Prajurit itu menatap muka Arga dan Willy dengan datar. "Yang Mulia Raja William sedang ada urusan dengan Ratu Camila, mereka pergi ke kamar Tuan Putri Victoria untuk beberapa alasan. Jika kalian punya pesan, silakan katakan, akan kusampaikan pada beliau." ucap prajurit itu dengan tegas. "Ah-begini, aku berniat ingin meminta izin padanya karena telah membawa temanku ke sini untuk menginap di kamarku." Muka prajurit itu sedikit dialihkan ke Willy untuk mengamati lelaki itu dari kaki sampai kepala lalu dia menatap Arga dengan penuh kedataran. "Apa benar dia temanmu?" Arga mengangkat alisnya. "Benar." "Kalau begitu, silakan kalian tunggu saja di sini. Sepertinya Raja William dan Ratu Camila akan datang sebentar lagi." Mendengar perintah itu, Arga agak jengkel pada prajurit itu. Seharusnya dia mengatakan itu dari tadi! Kenapa harus bertele-tele segala. Melelahkan sekali. batin Arga saking kesalnya pada prajurit itu. Sementara Willy malah sedang menatap aneh ke muka prajurit yang sedang berdiri di hadapannya. "Hey Paman, lubang hidungmu kotor sekali, apa kau sudah lupa caranya mengupil?" Kaget, wajah prajurit itu langsung pucat karena malu, tubuhnya sampai bergetar tidak karuan. Sungguh, Arga pun sedang menahan tawa mendengar temannya dengan polos melontarkan pertanyaan konyol begitu. Sepertinya ada bagusnya juga Willy datang ke sini, soalnya lelaki pendek itu punya sisi humoris yang dapat mencairkan suasana, Arga bersyukur akan hal itu. *** Tok! Tok! Tok! William bersama Camila sudah sampai di depan pintu kamar Victoria, mereka berdua tampak tak sabar menunggu pintu dibuka. Cklek! Pintu pun terbuka, menampilkan seorang gadis pirang yang rambutnya kusut dan wajahnya masam, sepertinya Victoria baru saja tidur nyenyak, dan dia terpaksa membuka pintu kamar. William agak ketakutan jika dia telah mengganggu putrinya yang sedang tidur, makanya, dengan agak cemas, pria buncit itu memberanikan diri untuk bersuara. "Maaf jika Ayah mengganggu tidurmu, sayang. Ada sesuatu yang ingin Ayah tanyakan padamu." kata William dengan keringat bercucuran, perut buncitnya pun ikut berkeringat karena ketakutan. "Tunggu sebentar, mengapa Ayah datang ke kamarku bersama manusia menjengkelkan ini? Apakah tidak ada prajurit lain untuk mendampingi Ayah kemari? Aku sedang mengantuk, bisakah Ayah tunda pertanyaannya untuk besok? Aku tak kuat lagi! Sampai jumpa~" BRAK! Belum sempat William merespon perkataan Victoria, gadis itu langsung menutup pintunya kembali dengan kencang disertai muka terantuk-antuk yang sudah tak tertolong. "Kau lihat?" Camila mendesis di samping William. "Sikap buruknya bahkan sudah keterlaluan! Dia tidak punya rasa hormat sedikit pun pada kita! Pokoknya, aku tidak akan memaafkanmu jika kau tidak memperbaiki sikap buruknya! Ingat itu! William!" Lalu Camila langsung pergi meninggalkan William dengan angkuh. Sementara William hanya berdiri sendirian di depan pintu kamar Victoria, pikirannya sedang pusing karena banyak sekali masalah yang menimpanya. Ditambah lagi ada ramalan kalau bulan depan akan ada bencana kiamat, dia harus cepat-cepat mendorong Arga untuk menikahi salah satu putrinya soalnya dia sudah tak tahan ingin melihat putrinya menikah. Walau hanya satu dari lima putri yang menikah, William akan bahagia karena sebelum kiamat tiba, dia sudah siap untuk mati tanpa penyesalan. Cepatlah, Arga. Kau harus bisa menentukan pilihanmu dari sekarang. Tinggal dua puluh hari lagi sebelum hari kiamat tiba. William resah memikirkannya. William ingin cepat-cepat menghadiri pernikahan putrinya, tidak ada lagi yang bisa membuatnya bahagia selain melihat putrinya membentuk sebuah keluarga baru. Sang Raja pun dengan muka murung melangkahkan kakinya menuju ruang singgasananya. *** "Yihahahah! Akhirnya! Sebuah penemuan hebat telah tercipta! Tidak akan ada lagi seorang pun yang bisa mendekati Argaku tercinta! Akan kubuat Arga meminum racikanku dan setelah itu! Keajaiban muncul dengan sendirinya! Hihihihihi! Bagus sekali! Hahaha!" Agnes tertawa-tawa gembira di dalam kamarnya. Gadis itu telah berhasil membuat sebuah ramuan yang menurutnya luar biasa, bahkan kamarnya dikepuli banyak asap berwarna hijau hasil dari percobaannya yang gagal. Tapi lihatlah, malam ini, setelah melalui banyak kegagalan, Agnes telah berhasil memetik buah dari kerja kerasnya. Gadis itu sudah tak sabar lagi ingin memberikan ramuan ini pada Arga agar lelaki itu meminumnya. "Tunggu saja! Victoria! Emilia! Charlotte! Laila! Akan kusingkirkan kalian satu persatu dengan ramuan yang telah kubuat untuk Arga ini! Kalian berempat sudah tak bisa lagi lolos dari ... kutukanku! Hahahaha!" Tawa Agnes menjelegar bagaikan suara petir di hujan lebat. Rasa gembiranya sudah tak terbendung lagi. *** "Hey Arga! Pria buncit yang punya wajah jelek itu, siapa?" Willy tiba-tiba menunjuk William yang baru masuk ke dalam ruang singgasana dengan pertanyaan polos pada Arga, membuat sang raja terkejut mendengarnya. "Si-Siapa pria buncit yang punya wajah jelek itu, Pemuda?" tanya William dengan senyuman berkedut menghampiri Willy dan Arga yang berdiri di atas karpet merah. "Bodoh. Dia itu Raja William." bisik Arga pada Willy. Seketika wajah Willy langsung memutih saking kagetnya. "E-Eh?" TO BE CONTINUED ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD