My Prince Season 2 - 27

1198 Words
Menyadari tingkah Arga yang mulai aneh, seperti orang yang rohnya melayang-layang tidak jelas meskipun tubuhnya ada di depannya, Jiola segera menyentuh pundak anak itu dan mengusap-usapnya dengan lembut, layaknya seorang kakak yang sangat menyayangi adiknya. “Ingat, kamu tidak sendirian lagi sekarang. Aku ada di sini untukmu, kamu tidak perlu takut atau pun bingung, aku sebagai kakakmu, tidak akan pernah membiarkanmu menderita. Jadi tenanglah, jangan terlalu dipikirkan, okay?” Usapan-usapan tangan Jiola di pundak Arga tiba-tiba saja ditepis dengan kasar oleh anak itu membuat wanita berambut perak itu terkejut oleh sikap agresifnya tersebut. Namun, saat Jiola melirik bola-bola mata Arga, dia terkejut karena anak itu terlihat sangat muak pada dirinya, seakan-akan seperti seseorang yang memberontak karena terus-terusan ditindas. Auranya sangat kelam, meskipun Arga hanyalah seorang anak kecil, bahkan Jiola sedikit memundurkan langkahnya karena ia tahu terlalu beresiko berdekatan dengan orang yang sedang sangat geram seperti itu. “Kau bukan kakakku!” seru Arga dengan teriakannya yang cukup nyaring sehingga suaranya menggema di ruangan itu, Jiola terkejut mendengarnya. “Kau ini hanyalah b******n yang berpura-pura menjadi sosok yang menyelamatkanku! Padahal kau tidak jauh berbeda dengan mereka semua, Para Saura!” Arga terdiam sejenak sebelum akhirnya kembali melanjutkan perkataannya. “Jika kau tidak datang menyelamatkanku! Jika kau tidak datang memberitahuku! Jika kau tidak berlagak seperti seorang pahlawan, mungkin hari ini aku baik-baik saja! Hidup seperti hari-hari sebelumnya di dalam hutan dengan menganggap bahwa hanya akulah satu-satunya orang yang hidup di dunia ini! Tapi kau telah menghancurkan kebahagiaanku! Kau telah membuatku jadi menderita! Bagiku kau tidak datang untuk menyelamatkanku, melainkan kau datang untuk melenyapkan kehidupan tenangku!” “H-Hey! A-Apa maksudmu berkata begitu!? I-Itu salah! T-Tenanglah!” “DIAM!” Teriakan Arga sangat keras sampai membuat Jiola jadi terbungkam secara refleks. “Kubilang, berhenti berlagak seperti seorang pahlawan! Tinggalkan aku! Jangan datang ke hidupku lagi! Aku ingin hidup sendiri seperti diriku sebelumnya! Aku tidak butuh pertolongan siapa pun untuk membuatku bahagia! Aku bisa membahagiakan diriku sendiri tanpa bantuanmu! Wanita b******n!” Tampaknya Arga sudah tidak peduli lagi dengan Jiola, dia hanya ingin lepas dari rantai kemalangan ini sebelum dirinya semakin tersakiti dengan kenyataan-kenyataan lainnya. “Aku minta maaf, aku—“ “KAU TIDAK AKAN PERNAH KUMAAFKAN! KAU TELAH MERENGGUT KEBAHAGIAANKU! KAU ITU IBLIS! KAU ITU b******n! KAU ITU JAHAT! SANGAT JAHAT! PERGI TINGGALKAN AKU! AKU INGIN SENDIRI!” Setelah mengatakan itu, Arga  tiba-tiba berlari kencang kembali ke hutan buatan itu, berlari dan berlari begitu kencang, sampai tidak sadar kalau di depannya ada sebuah pohon dan BUK! Arga tertubruk pohon itu dan jatuh tersungkur hingga akhirnya pingsan tak sadarkan diri di permukaan tanah. Mengetahui hal itu, Jiola langsung mengambil langkah cepat untuk mendatangi Arga dan membawanya dari hutan buatan itu ke tempat yang layak untuk beristirahat. Ini benar-benar hari yang cukup berat bagi Arga mau pun Jiola, karena berdua sama-sama terpukul dengan kemalangan yang sama. Mungkin memang benar Arga sangat tersakiti dengan keadaan yang baru didengarnya itu, tapi sebenarnya yang lebih tersakiti adalah Jiola. Dia telah mengalami banyak hal malang sejak dia kecil, tidak seperti Arga yang meskipun hidup di tengah hutan sendirian tapi tidak mengetahui segala kenyataan pahitnya. Sedangkan Jiola telah menelan segala kepahitannya  sejak kecil, dari adiknya yang menghilang, orang tuanya yang tewas beberapa hari setelah Sang Adik hilang, mencari adiknya ke setiap kota selama bertahun-tahun sebelum akhirnya menemukan informasi yang jelas. Bahkan saat dia mencari adiknya pun, berbagai masalah menimpanya, dari kekurangan uang, diperkosa oleh pria-pria berandal, dan dikejar-kejar oleh pihak polisi karena dianggap mencurigakan. Begitulah, tidak mudah untuk Jiola bisa sampai di tempat adiknya diculik, dan kini dia juga harus menghadapi kemarahan adiknya yang luar biasa. Beruntungnya, karena rasa sayangnya yang sangat besar pada Sang Adik, Jiola sama sekali tidak terganggu dengan itu semua. Bisa bertemu kembali dengan adiknya saja, itu sudah merupakan kebahagiaan terbesar bagi Jiola, karena artinya perjuangannya selama ini tidak sia-sia. “TELAH TIADA!?” Tentu saja Arga terkesiap mendengar penjelasan dari Jiola terkait orang tuanya, dia sangat tidak percaya dua orang yang berharga dan sangat ingin ditemuinya telah tiada bahkan sebelum dia melihat bagaimana rupa wajah mereka. Sungguh, Arga benar-benar terpukul saat ini, segala kemarahan dan kesedihannya jadi semakin bercampur dalam bisu. Bola-bola matanya bergetar, begitu juga dengan seluruh tubuhnya, Arga sangat tertekan dengan segala kenyataan yang ia peroleh hari ini. Dari fakta bahwa sebenarnya dia itu diculik oleh Para Makhluk  Aneh yang disebut sebagai Saura, Jiola yang ternyata adalah kakak kandungnya sendiri, dan sekarang orang tuanya ternyata telah meninggal sejak lama. Apa ini? Mengapa hidup Arga terdengar sangat malang, apa yang membuat semua ini terjadi sehingga takdir begitu kejam pada bocah seusia tujuh tahun, ia tidak mengerti mengapa dunia sangat kejam pada dirinya, seakan-akan segala kebahagiaan yang harusnya dia dapatkan sejak dulu, dirampas dengan paksa oleh alam semesta. Arga begitu terpaku dengan pernyataan-pernyataan yang telah dijelaskan oleh Jiola, dia sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk bersikap seperti biasa, dia juga tidak mampu untuk mengeluarkan amarah atau pun kesedihannya lagi, sekarang dia hanya membisu dalam keheningan, layaknya sebongkah patung manusia yang tak bernyawa. Matanya pun tampak kosong, seperti seseorang yang sedang kerasukan hantu, tapi yang jelas, Arga hanya tertekan dengan segala masalahnya sehingga dia hanya bisa menerimanya dengan terpaksa. Tidak ada lagi tujuan yang ingin dia raih, jika memang keadaannya seperti itu, seharusnya dia tidak perlu diselamatkan atau pun diberitahu soal itu semua, lebih baik dia hidup di hutan itu sendirian tanpa mengetahui apa-apa, baginya itu lebih bagus daripada dihantam oleh kenyataan-kenyataan pahit seperti ini. Terlalu menyakitkan untuk bocah yang masih berusia tujuh tahun, bahkan dia tidak bisa menangis untuk menggambarkan kesedihannya, air matanya tidak keluar sama sekali. Menyadari tingkah Arga yang mulai aneh, seperti orang yang rohnya melayang-layang tidak jelas meskipun tubuhnya ada di depannya, Jiola segera menyentuh pundak anak itu dan mengusap-usapnya dengan lembut, layaknya seorang kakak yang sangat menyayangi adiknya. “Ingat, kamu tidak sendirian lagi sekarang. Aku ada di sini untukmu, kamu tidak perlu takut atau pun bingung, aku sebagai kakakmu, tidak akan pernah membiarkanmu menderita. Jadi tenanglah, jangan terlalu dipikirkan, okay?” Usapan-usapan tangan Jiola di pundak Arga tiba-tiba saja ditepis dengan kasar oleh anak itu membuat wanita berambut perak itu terkejut oleh sikap agresifnya tersebut. Namun, saat Jiola melirik bola-bola mata Arga, dia terkejut karena anak itu terlihat sangat muak pada dirinya, seakan-akan seperti seseorang yang memberontak karena terus-terusan ditindas. Auranya sangat kelam, meskipun Arga hanyalah seorang anak kecil, bahkan Jiola sedikit memundurkan langkahnya karena ia tahu terlalu beresiko berdekatan dengan orang yang sedang sangat geram seperti itu. “Kau bukan kakakku!” seru Arga dengan teriakannya yang cukup nyaring sehingga suaranya menggema di ruangan itu, Jiola terkejut mendengarnya. “Kau ini hanyalah b******n yang berpura-pura menjadi sosok yang menyelamatkanku! Padahal kau tidak jauh berbeda dengan mereka semua, Para Saura!” Arga terdiam sejenak sebelum akhirnya kembali melanjutkan perkataannya. “Jika kau tidak datang menyelamatkanku! Jika kau tidak datang memberitahuku! Jika kau tidak berlagak seperti seorang pahlawan, mungkin hari ini aku baik-baik saja! Hidup seperti hari-hari sebelumnya di dalam hutan dengan menganggap bahwa hanya akulah satu-satunya orang yang hidup di dunia ini! Tapi kau telah menghancurkan kebahagiaanku! Kau telah membuatku jadi menderita! Bagiku kau tidak datang untuk menyelamatkanku, melainkan kau datang untuk melenyapkan kehidupan tenangku!” “H-Hey! A-Apa maksudmu berkata begitu!? I-Itu salah! T-Tenanglah!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD