My Prince Season 2 - 57

2940 Words
“Dengar, nak,” Sang Ratu dari Ras Viola, yakni Miola Miolisa, seorang wanita tinggi berbadan seksi dengan rambut panjangnya berwarna merah muda yang menjuntai ke lantai, menghela napasnya sejenak sembari merespon perkataan Arga yang agak menohok dan menyinggung perasaannya. Dua sayap besar yang tertanam di punggung Miola berkibas-kibas pelan, menandakkan kalau saat ini suasana hatinya dan dirinya sendiri sedang merasa tidak nyaman dengan pembahasan itu. “Kami semua, tidak serta merta saling membenci seperti anak-anak, juga penyebab yang membuat kami jadi saling bermusuhan pun bukan hal yang remeh dan sepele, sebenarnya aku ingin menjelaskan semuanya padamu, mengenai awal-mula para ras manusia saling berperang dan menjajah, tapi itu akan memakan banyak waktu. Jadi lupakan saja itu. Sekarang, aku ingin kita fokus kembali ke pembahasan awal yang sempat terjeda.” Mengangguk dan menuruti kemauan Sang Ratu, Arga tidak begitu peduli pada hal-hal yang membuat ras-ras manusia saling membenci dan berperang karena menurutnya itu tidak begitu menarik untuk didengar, jadi dia lebih suka pokok pembicaraannya kembali fokus ke awal, meskipun sebenarnya ia masih ingin menyinggung dan menohok perasaan Miola Miolisa mengenai hal-hal sebelumnya. Memasang kupingnya baik-baik, Arga telah bersedia untuk membicarakan kembali hal yang sebelumnya sempat tertunda. Ya, mengenai apa yang akan menimpanya di ruangan ini oleh Sang Ratu dari Ras Viola. Entah apa pun itu, Arga  berharap itu bukan sesuatu yang merepotkan atau menyakitkan, apalagi jika sampai mempertaruhkan nyawa, karena dia masih ingin bertemu dengan Jiol—ah apa itu tadi? Mengapa pemikiran Arga tiba-tiba jadi aneh begitu? Masih ingin bertemu dengan Jiola? Mustahil! Dia tidak ingin bertemu lagi dengan perempuan aneh itu, yang suka sekali menganggap dirinya sebagai seorang kakak bagi Arga. Membayangkannya saja benar-benar menjengkelkan. “Jadi, hadirnya dirimu di sini adalah untuk membuat sebuah permintaan maaf kepada semua ras di Kota  Vanterlock atas apa yang telah kau perbuat semalam, khususnya kepada Ras Viola. Karena ulahmu, kota yang kami tempati jadi sangat kacau, itu benar-benar bukan hal yang kami sukai, kami sangat cinta akan kedamaian  dan ketentraman, tapi kau, yang merupakan salah satu keturunan dari Ras Teriana, telah mengacaukan itu semua, sehingga tengah kota jadi ricuh dan bising. Kuharap kau mau melakukan permintaan maaf secara tulus dengan baik kepada seluruh ras, karena jika kau tidak mau atau bahkan menentang itu, maka tidak ada cara lain selain kami akan mengurungmu di penjara agung atau mungkin, bisa saja kamu juga dieksekusi di tengah kota. Jadi bagaimana, kau mau memilih yang mana?” Terdiam sejenak, memikirkan dan menimbang-nimbang tawaran yang diberikan oleh Sang Ratu dari Ras Viola, Arga sedikit bimbang karena dia merasa itu semua terkesan seperti pemaksaan dan dia jadi seperti pihak yang sangat bersalah di kasus tersebut, padahal Arga sama sekali tidak menganggap perbuatannya semalam adalah kesalahan atau pun kejahatan, itu semata-mata pemberontakan dan kemarahan atas segala tindakan yang menindas dari ras-ras lain kepada Ras Teriana, tapi mengapa sekarang dia diperintah  untuk melakukan permintaan maaf secara tulus kepada seluruh ras di kota ini, dan jika dia tidak mau atau menentang tawaran itu, dia akan langsung dikurung di penjara atau bisa saja dihukum mati di tengah kota. Bukankah ada yang salah dari itu semua? Mengapa Ras Viola, dan juga ras-ras lainnya masih belum memahami penyebab kericuhan tadi malam, kenapa mereka malah mengira kalau kericuhan itu adalah kerusuhan anarkis yang dilakukan oleh Ras Teriana kepada seluruh ras di Vanterlock, seakan-akan para Teriana sangat kejam dan jahat. Padahal kenyataannya, itu semua adalah perjuangan Ras Teriana untuk mendapatkan keadilan dari segala diskriminasi yang telah mereka terima selama bertahun-tahun tinggal di Kota Vanterlock. Sungguh, Arga tidak mengerti mengapa pola pikir orang-orang dari ras-ras lain bisa selicik dan sebodoh itu. Apakah mereka semua tidak pernah diajari untuk berempati atau paling tidak, bersimpati kepada seseorang? Mengapa mereka terdengar seperti kumpulan makhluk yang tidak mengerti mengenai perasaan orang lain, mereka hanya ingin memuaskan egonya masing-masing tanpa peduli pada penderitaan  dan kemalangan manusia-manusia yang berasal dari ras tertindas di kota Vanterlock. “Aku menentangnya!” Akhirnya Arga telah membuat keputusan bulat atas apa yang telah dia pertimbangkan, dan dia memilih untuk menentang keputusan itu, memberikan perlawanan yang frontal kepada semua ras di Kota Vanterlock, membuat Sang Ratu dari Ras Viola terbelalak melihat respon yang barusan anak itu katakan. “Aku tidak sudi memberikan tubuh dan harga diriku untuk melakukan permintaan maaf pada seluruh ras di Vanterlock atas keberanian yang telah kulakukan tadi malam di tengah kota. Bagiku, yang telah kulakukan semalam bukanlah kejahatan, melainkan perjuangan agar bebas dari penindasan yang telah bertahun-tahun Ras Teriana alami selama ini. Aku tidak  peduli jika keputusanku ini akan membawaku ke penjara atau pun pengeksekusian mati. Lakukan saja jika menurutmu keputusanku ini mengancam kedudukan kalian semua, tapi yang pasti, kejahatan pasti akan terkuak, dan kita semua akan tahu siapa yang menindas dan siapa yang tertindas di kota ini!” Menggeleng-gelengkan kepalanya, Miola Miolisa benar-benar heran pada jawaban yang barusan Arga lontarkan. “Mendengar itu semua, aku sedikit terharu, karena gayamu seakan-akan kau dan rasmu adalah ‘korban’ di sini, dan kami semua adalah ‘pelakunya’, tapi itu wajar, karena sangat menyenangkan bertingkah seakan-akan kita adalah korban, bukan? Itu bagus, aku mengapresiasinya. Tapi, nak, semua yang kau katakan itu ‘salah’, jadi tidak ada cara lain selain menghukum anak nakal sepertimu.” Seketika, ratusan kupu-kupu masuk ke dalam ruangan itu, entah dari mana, beterbangan dengan sangat gesit menuju Arga. “Dengar, nak,” Sang Ratu dari Ras Viola, yakni Miola Miolisa, seorang wanita tinggi berbadan seksi dengan rambut panjangnya berwarna merah muda yang menjuntai ke lantai, menghela napasnya sejenak sembari merespon perkataan Arga yang agak menohok dan menyinggung perasaannya. Dua sayap besar yang tertanam di punggung Miola berkibas-kibas pelan, menandakkan kalau saat ini suasana hatinya dan dirinya sendiri sedang merasa tidak nyaman dengan pembahasan itu. “Kami semua, tidak serta merta saling membenci seperti anak-anak, juga penyebab yang membuat kami jadi saling bermusuhan pun bukan hal yang remeh dan sepele, sebenarnya aku ingin menjelaskan semuanya padamu, mengenai awal-mula para ras manusia saling berperang dan menjajah, tapi itu akan memakan banyak waktu. Jadi lupakan saja itu. Sekarang, aku ingin kita fokus kembali ke pembahasan awal yang sempat terjeda.” Mengangguk dan menuruti kemauan Sang Ratu, Arga tidak begitu peduli pada hal-hal yang membuat ras-ras manusia saling membenci dan berperang karena menurutnya itu tidak begitu menarik untuk didengar, jadi dia lebih suka pokok pembicaraannya kembali fokus ke awal, meskipun sebenarnya ia masih ingin menyinggung dan menohok perasaan Miola Miolisa mengenai hal-hal sebelumnya. Memasang kupingnya baik-baik, Arga telah bersedia untuk membicarakan kembali hal yang sebelumnya sempat tertunda. Ya, mengenai apa yang akan menimpanya di ruangan ini oleh Sang Ratu dari Ras Viola. Entah apa pun itu, Arga  berharap itu bukan sesuatu yang merepotkan atau menyakitkan, apalagi jika sampai mempertaruhkan nyawa, karena dia masih ingin bertemu dengan Jiol—ah apa itu tadi? Mengapa pemikiran Arga tiba-tiba jadi aneh begitu? Masih ingin bertemu dengan Jiola? Mustahil! Dia tidak ingin bertemu lagi dengan perempuan aneh itu, yang suka sekali menganggap dirinya sebagai seorang kakak bagi Arga. Membayangkannya saja benar-benar menjengkelkan. “Jadi, hadirnya dirimu di sini adalah untuk membuat sebuah permintaan maaf kepada semua ras di Kota  Vanterlock atas apa yang telah kau perbuat semalam, khususnya kepada Ras Viola. Karena ulahmu, kota yang kami tempati jadi sangat kacau, itu benar-benar bukan hal yang kami sukai, kami sangat cinta akan kedamaian  dan ketentraman, tapi kau, yang merupakan salah satu keturunan dari Ras Teriana, telah mengacaukan itu semua, sehingga tengah kota jadi ricuh dan bising. Kuharap kau mau melakukan permintaan maaf secara tulus dengan baik kepada seluruh ras, karena jika kau tidak mau atau bahkan menentang itu, maka tidak ada cara lain selain kami akan mengurungmu di penjara agung atau mungkin, bisa saja kamu juga dieksekusi di tengah kota. Jadi bagaimana, kau mau memilih yang mana?” Terdiam sejenak, memikirkan dan menimbang-nimbang tawaran yang diberikan oleh Sang Ratu dari Ras Viola, Arga sedikit bimbang karena dia merasa itu semua terkesan seperti pemaksaan dan dia jadi seperti pihak yang sangat bersalah di kasus tersebut, padahal Arga sama sekali tidak menganggap perbuatannya semalam adalah kesalahan atau pun kejahatan, itu semata-mata pemberontakan dan kemarahan atas segala tindakan yang menindas dari ras-ras lain kepada Ras Teriana, tapi mengapa sekarang dia diperintah  untuk melakukan permintaan maaf secara tulus kepada seluruh ras di kota ini, dan jika dia tidak mau atau menentang tawaran itu, dia akan langsung dikurung di penjara atau bisa saja dihukum mati di tengah kota. Bukankah ada yang salah dari itu semua? Mengapa Ras Viola, dan juga ras-ras lainnya masih belum memahami penyebab kericuhan tadi malam, kenapa mereka malah mengira kalau kericuhan itu adalah kerusuhan anarkis yang dilakukan oleh Ras Teriana kepada seluruh ras di Vanterlock, seakan-akan para Teriana sangat kejam dan jahat. Padahal kenyataannya, itu semua adalah perjuangan Ras Teriana untuk mendapatkan keadilan dari segala diskriminasi yang telah mereka terima selama bertahun-tahun tinggal di Kota Vanterlock. Sungguh, Arga tidak mengerti mengapa pola pikir orang-orang dari ras-ras lain bisa selicik dan sebodoh itu. Apakah mereka semua tidak pernah diajari untuk berempati atau paling tidak, bersimpati kepada seseorang? Mengapa mereka terdengar seperti kumpulan makhluk yang tidak mengerti mengenai perasaan orang lain, mereka hanya ingin memuaskan egonya masing-masing tanpa peduli pada penderitaan  dan kemalangan manusia-manusia yang berasal dari ras tertindas di kota Vanterlock. “Aku menentangnya!” Akhirnya Arga telah membuat keputusan bulat atas apa yang telah dia pertimbangkan, dan dia memilih untuk menentang keputusan itu, memberikan perlawanan yang frontal kepada semua ras di Kota Vanterlock, membuat Sang Ratu dari Ras Viola terbelalak melihat respon yang barusan anak itu katakan. “Aku tidak sudi memberikan tubuh dan harga diriku untuk melakukan permintaan maaf pada seluruh ras di Vanterlock atas keberanian yang telah kulakukan tadi malam di tengah kota. Bagiku, yang telah kulakukan semalam bukanlah kejahatan, melainkan perjuangan agar bebas dari penindasan yang telah bertahun-tahun Ras Teriana alami selama ini. Aku tidak  peduli jika keputusanku ini akan membawaku ke penjara atau pun pengeksekusian mati. Lakukan saja jika menurutmu keputusanku ini mengancam kedudukan kalian semua, tapi yang pasti, kejahatan pasti akan terkuak, dan kita semua akan tahu siapa yang menindas dan siapa yang tertindas di kota ini!” Menggeleng-gelengkan kepalanya, Miola Miolisa benar-benar heran pada jawaban yang barusan Arga lontarkan. “Mendengar itu semua, aku sedikit terharu, karena gayamu seakan-akan kau dan rasmu adalah ‘korban’ di sini, dan kami semua adalah ‘pelakunya’, tapi itu wajar, karena sangat menyenangkan bertingkah seakan-akan kita adalah korban, bukan? Itu bagus, aku mengapresiasinya. Tapi, nak, semua yang kau katakan itu ‘salah’, jadi tidak ada cara lain selain menghukum anak nakal sepertimu.” “Untuk apa aku menjawab pertanyaan itu jika kau sama sekali tidak mengerti pada penderitaan Ras Teriana yang selalu ditindas dan didiskriminasi tiap hari oleh semua ras di Kota Vanterlock, kau tidak berbeda sedikit pun dengan orang-orang lain, hatimu masih dibutakkan dengan kebencian yang besar, hingga kau tidak mampu untuk memanusiakan manusia lainnya.” Ucap Arga dengan suara dan nada yang agak menggeram,  saking kesalnya. Dua alisnya pun ditekan kuat-kuat, menggambarkan bahwa perasaannya saat ini benar-benar jengkel. Segala amarah dan kekesalan mulai tergabung dan menyatu ke dalam emosi yang kuat sampai gigi-gigi anak itu jadi saling bergelemetuk. Tersenyum kecil, Miola hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan pelan. “Kau ini ada-ada saja,” kata Miola dengan terkikik-kikik, terkesan meremehkan dan menertawakan perkataan Arga yang barusan. “kata yang tadi kau sebut ‘memanusiakan manusia lainnya’ tidak sah untuk pembahasan ini, kenapa? Karena kita semua, meskipun tergabung ke dalam spesies yang sama, yaitu manusia, tapi telah terpisah-pisah ke dalam ras-ras yang berbeda-beda, sehingga kita bukan lagi seratus persen manusia, bahkan hanya sekian persen makhluk yang benar-benar keturunan manusia total. Jadi, kebencian yang kami punya terhadap Ras Teriana, tidak dianggap sebagai tindak kejahatan terhadap sesama manusia, karena kita semua bukanlah manusia seutuhnya. Jika kau mendalami ilmu biologi, kau akan memahami penjelasanku ini.” “Oh, jadi maksudmu selama kita bukan seratus persen keturunan manusia utuh, kita dibebaskan untuk saling membenci antar  ras, begitukah?” Kini Arga kembali mengajukan pertanyaan yang cukup menohok Miola, sampai wanita berambut merah muda yang memiliki sayap besar yang mirip seperti kupu-kupu itu terdiam sesaat sebelum  akhirnya kembali menjawab dengan intonasi yang ditekan. “Aku tidak bilang begitu, kau yang bilang begitu,” kata Miola dengan  menghembuskan napasnya. “Yang kumaksud di sini adalah, kebencian apa pun yang kita miliki, pasti ada sebabnya, dan bukan hal yang aneh jika semua ras manusia di dunia ini bisa saling membenci satu sama lain karena pada dasarnya kita ini bukan satu-kesatuan dalam sebuah kelompok. Kita hanya satu-kesatuan dalam spesies, itu pun sudah jarang dibicarakan lagi karena semua orang tidak lagi menganggapnya demikian. Semua ras pasti menganggap rasnya yang paling superior dan ras-ras lainnya tidak begitu penting, sehingga tidak aneh bukan jika pertikaian dan peperangan masih sering terjadi di muka bumi ini.” Kini, Arga yang terdiam setelah mendengarkan penjelasan dari Miola, sungguh, itu terlalu rumit untuk dicerna bocah cilik berusia 7 tahun sehingga dia harus menyimaknya baik-baik sebelum akhirnya dia memahaminya dan langsung segera melontarkan respon sekaligus sebuah pertanyaan lain yang dipenuhi dengan sindiran pedas. “Oh, jadi bisa dibilang, semua ras manusia yang saling membenci ini, merasa ras dirinya lah yang paling keren, sedangkan ras-ras lainnya buruk? Bukankah kedengarannya seperti pertengkaran anak-anak? Maksudku, aku tidak menyangka kalau hanya karena masalah remeh semacam itu, telah membuat seorang ratu sepertimu, dan juga orang-orang dewasa lainnya, bisa termakan amarah kebencian dan melupakan kemanusiaannya masing-masing. Aku baru tahu kalau dunia para orang dewasa ternyata semenyedihkan itu.” Sungguh, Arga tidak tahu lagi harus bagaimana untuk membuat Sang Ratu dari Ras Viola, yaitu Miola Miolisa, berhenti menganggap seluruh orang di Ras Teriana adalah penjahat kriminal yang menjijikan. Segala penjelasan yang akurat dan berdasarkan fakta dan juga asumsi telah Arga lakukan, keluarkan, dan ucapkan, tapi itu semua sama sekali tidak berpengaruh kepada Sang Ratu Viola, seolah-olah segala yang Arga ucapkan tidak lebih tidak bukan hanya sekedar bualan semata. Kebencian yang terdapat di benak seluruh ras yang menghuni Kota Vanterlock, termasuk juga pada Sang Ratu Viola, yaitu Miola Miolisa, sangat besar dan padat, sehingga apa pun penjelasan yang mengarahkan agar nama Ras Teriana bis dicuci bersih, sangat tidak diterima dan memilih untuk menutup telinganya rapat-rapat agar kebencian yang ada di hati mereka tetap berkobar dengan tinggi. Terdengar menyebalkan, tapi memang begitulah kenyataannya, tidak ada lagi yang bisa Arga lakukan selain hanya pasrah, membiarkan Sang Ratu tetap berpegang teguh pada kebencian besarnya terhadap Ras Teriana, selain itu, Arga juga masih ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Sang Ratu pada dirinya, apakah dia akan dihukum mati entah dipenggal atau disiksa di ruangan itu? Atau hanya sekedar diadili saja, semata-mata untuk membuat Arga berjanji agar tidak lagi mengulangi kesalahannya lagi? Ya, apa pun itu, itu baru intuisi-intuisi yang terbersit di benak anak itu, tapi apa pun yang bakal terjadi, Arga sudah siap untuk menghadapinya. “Jadi, apa yang akan kau lakukan padaku sekarang? Apakah kau akan membunuhku di sini?” tanya Arga dengan menghela napasnya cukup panjang, jujur saja, sebenarnya dia agak tegang saat berkata demikian, tapi dia harus menanyakannya karena dia ingin mengetahui apa yang akan Sang Ratu perbuat pada dirinya. Rasa penasaran dan ketegangan meningkat secara  bersamaan, napasnya jadi kembang kempis tak karuan saking gundahnya. Dia ingin tahu, tapi sebenarnya dia takut. Namun, Arga tidak sedikit pun menunjukkan ketakutannya pada Miola, malah sebaliknya dia mencoba memasang sebuah senyuman kecil yang mengindikasikan bahwa saat ini dirinya tidak takut sedikit pun pada segala yang akan dilakukan oleh Miola, bahkan terkesan seperti sedang meremehkannya. Mendengar itu, Miola mengangkat dagunya tinggi, memandangi latar atap yang begitu megah yang terpampang di sana, membuat Arga jadi mengikuti arah pandangnya sehingga dia mulai takjub pada kemewahan dan kebesarannya dari atap ruangan ini, agak lama memandangi itu, Miola mulai kembali menurunkan dagunya dan menatap Arga yang ada jauh di hadapannya dengan wajah dan tatapan yang lumayan serius. “Aku tidak akan membunuhmu, karena yang berhak melakukan itu hanyalah para prajurit kerajaan yang telah diperintah oleh Sang Raja Penguasa Vanterlock.  Aku memindahkanmu kemari hanya ingin sedikit berbincang-bincang saja, mengenai mengapa kau bisa sebrutal itu tadi malam sehingga membuat keadaan jadi kacau balau, bahkan telah mengundang keberanian Para Teriana lain yang biasanya sangat lemah dan tidak berguna? Apa alasannya, tolong beritahu aku.” “Untuk apa aku menjawab pertanyaan itu jika kau sama sekali tidak mengerti pada penderitaan Ras Teriana yang selalu ditindas dan didiskriminasi tiap hari oleh semua ras di Kota Vanterlock, kau tidak berbeda sedikit pun dengan orang-orang lain, hatimu masih dibutakkan dengan kebencian yang besar, hingga kau tidak mampu untuk memanusiakan manusia lainnya.” Ucap Arga dengan suara dan nada yang agak menggeram,  saking kesalnya. Dua alisnya pun ditekan kuat-kuat, menggambarkan bahwa perasaannya saat ini benar-benar jengkel. Segala amarah dan kekesalan mulai tergabung dan menyatu ke dalam emosi yang kuat sampai gigi-gigi anak itu jadi saling bergelemetuk. Tersenyum kecil, Miola hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan pelan. “Kau ini ada-ada saja,” kata Miola dengan terkikik-kikik, terkesan meremehkan dan menertawakan perkataan Arga yang barusan. “kata yang tadi kau sebut ‘memanusiakan manusia lainnya’ tidak sah untuk pembahasan ini, kenapa? Karena kita semua, meskipun tergabung ke dalam spesies yang sama, yaitu manusia, tapi telah terpisah-pisah ke dalam ras-ras yang berbeda-beda, sehingga kita bukan lagi seratus persen manusia, bahkan hanya sekian persen makhluk yang benar-benar keturunan manusia total. Jadi, kebencian yang kami punya terhadap Ras Teriana, tidak dianggap sebagai tindak kejahatan terhadap sesama manusia, karena kita semua bukanlah manusia seutuhnya. Jika kau mendalami ilmu biologi, kau akan memahami penjelasanku ini.” “Oh, jadi maksudmu selama kita bukan seratus persen keturunan manusia utuh, kita dibebaskan untuk saling membenci antar  ras, begitukah?” Kini Arga kembali mengajukan pertanyaan yang cukup menohok Miola, sampai wanita berambut merah muda yang memiliki sayap besar yang mirip seperti kupu-kupu itu terdiam sesaat sebelum  akhirnya kembali menjawab dengan intonasi yang ditekan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD