7. kesedihan tiada akhir

1302 Words
Anak-anaknya memang tidak akan pernah tahu, jerih payah yang Reyea lakukan selama ini. Kisah pilu, serta derita yang Reyea alami. bahkan titik terendah dalam hidupnya adalah pengkhianatan itu, Resya memang tak pernah terima dengan hidup yang kadang tak adil kesakitan yang Erick tabur dalam hidupnya membekas hingga detik ini, bahkan kadang sulit membuatnya percaya lagi kepada pria ataupun orang-orang. traumatis itu benar-benar dalam Reyea rasakan, bahkan tak ada orang yang paham. Mereka hanya tahu, untuknya agar bangkit. walaupun sebenarnya Resya gak meminta untuk dikasihani. Sakit memang dan penuh cobaan, Reyea harus berdiri seorang diri demi sibuah hati. Masih benar-benar teringat dalam benaknya, dimana ia menanti kehadiran si buah hati, senang bukan kepalang saat mendapati kabar yang ditunggu-tunggu selama bertahun-tahun. Namun, sayang seribu sayang, ketika telah mengetahui kehamilannya Erick-- suami dan sekarang menjadi mantan suaminya itu ketahuan selingkuh dengan karyawannya sendiri. Ia belajar untuk kuat, menjadi single mom, Namun, apa yang Rio katakan baru saja menyayat perasaannya. menghancurkan apa yang selama ini wanita itu pertahankan. karena sejak luka itu ada, hanyalah kedua putranya yang menjadi penguat Reyea untuk bangkit dan menghadapi batu kerikil kehidupan. Tapi ternyata balasannya adalah luka yang begitu perih. Reyea bukanlah seorang p*****r, justru rumah tangganya hancur karena sipelacur itu. andai saja putranya tahu, tapi Reyea tak ingin membuat kedua putranya memiliki rasa benci kepada siapapun. meski terkadang kehidupan memang curang, Reyea ingin hidup bahagia setelah perceraiannya dengan Erick berharap jalan yang ia pilih adalah sebuah kebenaran dan anak-anaknya menjadi putra yang patuh dan menyayanginya. Tetapi kenyataan tak sama dengan bayangan. Sarah yang menghancurkan mungkin kini dapat tidur dengan tenang, sedangkan Reyea? Bagaimana ia bisa menata hidupnya kembali? bahkan bayang-bayang kesedihan itu masih menghantui. Sampai detik ini, adakah balasan untuk Sarah atas rasa tak ikhlas untuk menerima ini semua? Benci itu masih ada, tapi ia berusaha untuk kuat. Andai saja, Sarah masih hidup dan Tuhan membiarkan wanita itu merasakan apa yang ia rasakan saat ini. Sungguh, tak ada yang lebih sakit dibandingkan dengan anak yang menghina ibunya. Reyea tak pernah mendidik Rio menjadi seperti ini, sangat sedih ketika mengetahuinya. "Ma.." tiba-tiba saja suara Rio terdengar, sepertinya anak remaja itu merasa bersalah dengan apa yang terjadi, karena dengan berikutnya Rio berjalan menghampiri dirinya. "Ma, Rio minta maaf." anak remaja itu memeluk ibunya dari belakang, benar-benar membuat Reyea semakin terisak. "Rio mungkin membuat Mama sedih, maaf kan' Rio karena gak bisa berpikir dengan baik." Reyea melepas pelukan putranya, lalu menatap putranya itu dengan penuh sayang. "Mama tahu di posisimu nak, Maafkan Mama yang belum bisa menceritakan semuanya. Tapi percayalah Mama tidak seperti yang kamu pikirkan." Reyea mengusap bekas air matanya, melihat putranya yang ikut menangis juga membuatnya merasa tak tega. Apalagi ternyata selama ini, Rio selalu menyembunyikan kesedihan itu dengan diamnya. Malu berkumpul bersama teman-teman hanya karena status keluarganya yang tak memiliki kejelasan. walau sangat sakit yang Reyea terima, tak ada alasan baginya untuk tidak memaafkan Rio. anak itu tetaplah darah dagingnya, bagian dari napasnya. "Rio harap seperti itu Ma. Maafkan Rio." Anak remaja itu memeluk harta satu-satunya yang ia punya. Memang sejak kecil, Mamanyalah yang selalu ada untuknya memenuhi segala kebutuhan dan keinginannya untung saja Gio diadopsi oleh Tante mereka sehingga meringankan beban Mamanya. Kadang kala, anak remaja itu berpikir dewasa tapi kadang kala juga ia masih kekanak-kanakan dengan pemikiranya. Itulah sebabnya diusia seperti Rio masih labil dan kadang sering menyakiti hati orang tuanya. "Kalau begitu, kamu tidak usah malu lagi untuk bertemu dengan saudaramu ya?" pinta Reyea, tapi Rio masih bergeming. "Kamu masih tidak ingin berkumpul bersama keluargamu? Jujur saja, Mama rindu dengan mereka." terangnya, Rio masih berpikir dengan pikirannya sendiri. "Ma, Rio akan mengabari Mama besok ya? Untuk kali ini biarkan Rio berpikir sejenak." pintanya, Reyea mengerti itu dan mengangguk. "Apapun nak, asalkan kamu tidak marah kepada Mama." "Tidak akan Ma, kalau begitu ayo kita makan malam?" pintanya yang diangguki Reyea. Kali ini, barulah Reyea bisa merasakan makan malam bersama putranya lagi, sebelum itu semuanya terasa sepi dan menyedihkan. "Jadi, bagaimana sekolahmu?" tanya Reyea, mereka duduk di kursi dengan hidangan lengkap di meja makan. "Selalu baik Ma." "Bagaimana dengan Gio?" tanya Mamanya, Rio mengangguk sekilas. "Ya, cukup baik. Tapi, mengapa Gio selalu bisa mendapatkan apa yang dia mau Ma?" "Maksud kamu?" "Gio memiliki keluarga yang lengkap." anak ini, masih saja membahas masalah keutuhan keluarga. Membuat Reyea melambatkan makan malamnya. "Mereka juga keluargamu, meskipun kamu kehilangan Pahlawan tapi kamu memiliki banyak pahlawan lain. Sejak kamu ada dalam perut Mama, mereka selalu menjadi pahlawan nomor satu untukmu." dan sedangkan Erick Yangs seharusnya menjadi pahlawan nomor satu memilih melibatkan dirinya dengan wanita lain. Tentu saja Reyea tak bisa mengatakan itu kepada putranya dan memilih membantin saja. "Andai saja.." "Sudahlah, kamu tidak perlu berandai-andai. Menjadi dirimu dan menerima keadaan adalah yang terbaik. Kalau kamu mau tahu, diluar masih banyak yang lebih parah darimu." nasehat Reyea, Rio mengangguk. Wanita itu sedikit kesal dengan putranya yang cukup sulit untuk dinasehati. Bahkan wanita itu sampai bingung harus bersikap seperti apa. Drrrrtt.. drrtt.. "Ponsel kamu bergetar." kata Reyea, Rio mengangguk dan meraih ponselnya, lalu memutar bola matanya malas melihat nama sipemanggil. "Siapa? Kenapa gak kamu angkat?" "Resya, teman Gio." "Terus kenapa dia menelfon mu?" tanya Reyea penasaran, Rio mengangkat bahu tak tahu. "Kalau begitu angkat saja, siapa tahu penting." Rio mengangguk dan menghela napasnya panjang. "Ya hallo, ada apa?" tanya Rio tanpa minat. "Besok malam, kamu harus kesini Rio." "Untuk apa sih?" gerutunya "Apa kamu bilang? Untuk apa? Tentu saja untuk geng kita." "Ya ampun Resya, kamu bahkan masih memikirkan hal itu? Kita harus belajar untuk menghadapi ujian." "Itukan kamu kakak kelas." terang gadis itu. "Kalau begitu aku malas, kamu pergi saja dengan yang lain." "Ketua macam apa? Kamu gak tahu visi dan misi geng kita? Bahkan sebelum itu kita sudah berjanji." Kata gadis itu mengingatkan. "Hmm, baiklah-baiklah kamu bawel sekali." Resya nampak tertawa kecil disebrang sana. "Oke deh, kita tunggu besok ya?" "Hmm.." Rio langsung memutuskan panggilan itu, dan menyimpan ponselnya kembali. "Kamu suka sama Resya?" tebak Mamanya, Rio sontak melotot dan menggelengkan kepala mengelak. "Gak Ma! Ini Resya anak geng dan dia meminta kita untuk berkumpul besok malam." "Besok malam?" tanya Reyea yang diangguki Rio. "Iya Ma, dan aku mau untuk pergi kerumah Tante Anggun." Sontak saja Reyea tersenyum senang, "Terima kasih ya nak?" "Iya Ma." Anak dan ibu itu kemudian melanjutkan makan malamnya dengan khitmad. Meski hanya berdua setidaknya rumah tidak terasa hampa tanpa adanya obrolan, Reyea sudah senang mendapati putranya kembali ingin membuka semua isi hatinya. "Gimana? Apa Rio mau?" tanya Gio, Resya mengangguk dan tersenyum. "Tentu dong! harus mau karena kita harus mengancam anak iblis itu!" seru Resya menggebu-gebu semangat anak remaja itu memang luar biasa. "Kamu semangat sekali Resya?" tanya Micel, gadis itu hanya meringis. "Harusnya yang semangat itu, Gio dan Micel sya." Balas Alex "Memangnya kenapa sih? Kalian gak semangat ya mengenai gang ini?" "Bukannya gak semangat, masih bingung harus memberi peringatan ke Iqbal seperti apa?" terang Micel. Gio dan Alex sepakat. "Seperti biasa." "Gak mempan." kata Gio, Resya nampak sedih. "Terus gimana dong?" Tiga lelaki itu mengedikkan bahu tak tahu. Membuat Rio menghela napas sedih. "Gimana kalau kita pancing mereka aja?" "Pancing gimana?" tanya Gio kepada Resya. "Ya, pancing mereka dengan Elma. Setelah itu kita pantau dan rekam semua aksi bejatnya. Tapi sebelum mereka melakukan hal tak senonoh itu kita hentikan aksi mereka dulu, gimana?" tanya Resya, ketiga anak remaja itu terdiam dan mencoba berpikir. "Boleh juga." sahut Alex, tapi kedua lelaki itu masih diam dan saling pandang. "Tapi kita harus kumpulan anak-anak juga supaya lebih mudah kalau terjadi apa-apa." "Pastinya." "Oke deh kalau gitu, Resya kamu memang hebat!" "Ah.. kamu berlebihan Micel." "Iya dong, siapa dulu pacar aku?" "Kalian pacaran?" sontak saja Alex dan Micel terkejut, tapi dengan cepat Resya menggeleng. "Gak! Gak mungkin lah!" elaknya, mereka bernapas lega sedang Gio hanya meringis. Resya selalu menolak untuk berpacaran dengan Gio, karena menurutnya pertemanan ini lebih penting daripada apapun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD